Pada
tahun 2022, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) beserta
instansi-instansi vertikalnya secara intensif melakukan pembahasan terhadap
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penilai. Keseriusan ini tergambar dari
rentetan pelaksanaan konsultasi publik yang digelar, baik secara daring,
luring, maupun bauran, mulai dari wilayah Aceh[1], Jawa,[2]
Kalimantan[3], Sulawesi[4], hingga
Papua[5]. Secara
keseluruhan DJKN telah melakukan 18 (delapan belas) konsultasi publik terkait
RUU Penilai di seluruh Indonesia[6].
Masifnya
pelaksanaan konsultasi publik ini sejalan dengan banyaknya perhatian terhadap
arti penting kehadiran dasar hukum bagi pelaksanaan penilaian dan profesi
penilai yang diberikan oleh stakeholders.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan selaku pengusul RUU[7] mendorong
pembahasan RUU Penilai karena diharapkan nantinya dapat berkontribusi dalam
peningkatan pembiayaan dan pemulihan ekonomi domestik[8].
Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) juga mendorong pengesahan RUU
Penilai untuk menciptakan kepastian hukum[9] mengingat
profesi penilai memiliki kontribusi besar dalam optimalisasi aset dalam rangka
kepentingan dan sebesar-besar kemakmuran rakyat[10].
Selanjutnya, pemerintah daerah juga menganggap bahwa kehadiran peraturan dalam
bidang penilaian amatlah relevan bagi penyelenggaraan pemerintahan[11].
Setelah
mengetahui arti penting dan banyaknya perhatian yang ditujukan pada RUU
Penilai, lantas apakah arti penting dari pelaksanaan konsultasi publik yang
dilakukan oleh DJKN? Tulisan ini akan mendeskripsikan secara singkat dan umum
terhadap arti penting pelaksanaan konsultasi publik dalam proses penyusunan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan pelaksanaan konsultasi publik RUU
Penilai yang telah dilakukan oleh DJKN sebagaimana dijabarkan sebelumnya menjadi
contoh bagaimana selayaknya konsultasi publik dilaksanakan secara masif dan
melibatkan berbagai stakeholders serta
menggunakan media yang mudah diakses oleh para pihak.
Momentum
Momentum
pelaksanaan konsultasi publik RUU Penilai yang dilakukan oleh DJKN pada tahun
2022 dapat dilihat dari adanya beberapa peristiwa hukum yang terjadi
sebelumnya. Setidaknya terdapat 2 (dua) peristiwa hukum yang sejatinya tidak
terpisahkan yang dapat diketengahkan pada tulisan ini. Pertama, lahirnya
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menguji secara formil
konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam
putusan ini, Mahkamah Konstitusi telah mengintrodusir adanya beberapa hak yang
dimiliki oleh masyarakat dalam konteks menjamin adanya partisipasi yang
bermakna (meaningful participation)
bagi masyarakat dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Setidaknya, guna
mewujudkan meaningful participation dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan adalah meliputi 3 (tiga) hak yang
dimiliki oleh masyarakat. Ketiga hak tersebut adalah hak untuk didengarkan
pendapatnya (right to be heard), hak
untuk dipertimbangkan pendapatnya (right
to be considered), dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas
pendapat yang diberikan (right to be
explained).
Kedua,
pengesahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan yang merupakan tindklanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi
sebelumnya. Hal ini setidaknya tergambar pada bagian Menimbang huruf b dan
Penjelasan yang secara eksplisit menyebutkan bahwa pengesahan Undang-Undang a quo dimaksudkan untuk memperkuat
keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna yang dilakukan secara
tertib dan bertanggung jawab dengan memenuhi prasyarat-prasyarat berupa
pemenuhan hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan hak untuk
mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).
Kedua
peristiwa tersebut setidaknya menjadi gambaran yang menjelaskan terkait
pelaksanaan konsultasi publik RUU Penilai yang dilakukan secara masif oleh
DJKN. Namun demikian hal yang perlu dipahami adalah kedua peristiwa tersebut
bukanlah menjadi satu-satunya alasan mengapa DJKN melakukan konsultasi publik,
karena sejatinya partisipasi publik dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan telah dikenal sebelumnya dan bukan hanya muncul dari adanya
kedua peristiwa di atas, namun partisipasi publik merupakan konsekuensi dan
prinsip utama dalam sebuah negara hukum demokratis secara universal, khususnya
Indonesia. Selanjutnya, pelaksanaan konsultasi publik RUU Penilai oleh DJKN
dapat dilihat sebagai bentuk kepatuhan DJKN terhadap Putusan MK maupun
Undang-Undang di atas, karena DJKN telah menyelenggarakan konsultasi publik
secara masif dalam lingkup jangkauan yang luas dan dilaksanakan melalui seluruh
sarana yang memudahkan akses bagi para pemangku kepentingan dalam rangka
menjamin terpenuhinya meaningful
participation.
Konsultasi Publik RUU Penilai dan Arti Pentingnya
Sebagaimana
telah disinggung sebelumnya, bahwa konsultasi publik RUU Penilai yang dilakukan
DJKN merupakan salah satu bentuk upaya pemenuhan partisipasi publik yang
bermakna dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Oleh karenanya pada
bagian ini akan diketengahkan beberapa arti penting dari pelaksanaan konsultasi
publik tersebut sebagai bagian dari partisipasi publik dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan.
Pertama,
partisipasi publik dapat menjamin terciptanya sebuah peraturan yang lebih
efektif, baik dari segi ketercapaian tujuan dari diberlakukannya peraturan
maupun dari segi biaya yang akan timbul dari penerapan peraturan tersebut[12]. Pelaksanaan
konsultasi publik oleh DJKN dapat menjadi sarana untuk terus memperbaiki
berbagai ketentuan dalam RUU Penilai. Selanjutnya, terkait dengan biaya,
konsultasi publik dapat menjadi sarana untuk mengumpulkan informasi dari
perspektif pihak di luar pengusul untuk kemudian informasi yang terkumpul
tersebut dianalisa aspek keuntungan dan kerugiannya (cost and benefit) sehingga dapat disusun sebuah strategi
implementasi bagi RUU Penilai ketika telah disahkan nantinya. Keberhasilan
dalam menentukan startegi implementasi ini akan berpengaruh pada efektivitas
peraturan untuk merealisasi tujuan dari pemberlakuan peraturan itu sendiri.
Kedua,
partisipasi publik akan memperkuat akuntabilitas dan legitimasi[13] dari RUU
Penilai. Adanya partisipasi publik dalam perspektif demokrasi tentu akan
mempermudah pengusul RUU Peniai untuk mendapatkan legitimasi, sehingga
peraturan tersebut nantinya juga memiliki kekuatan berlaku secara sosiologis.
Selain itu, sebagai sebuah produk demokrasi, konsultasi publik RUU Penilai juga
dapat dipandang sebagai wujud pengusul untuk memastikan terwujudnya
akuntabilitas dalam proses penyusunan peraturan kepada seluruh masyarakat yang
berhak mendapatkan akuntabilitas dari setiap tindakan pemerintah.
Ketiga,
kegiatan konsultasi publik RUU Penilai merupakan wujud dari pemenuhan hak asasi
manusia. Konsultasi publik RUU Penilai dapat menjadi sarana partisipasi
masyarakat dalam memperjuangkan haknya yang mungkin belum terakomodasi atau
juga dapat menjadi terwujudnya kesamaan bagi setiap masyarakat dalam
pemerintahan, sebagaimana kedua hak tersebut merupakan hak asasi manusia yang
diatur dalam UUD 1945. Pelaksanaan konsultasi publik yang dilakukan oleh DJKN
memiliki arti penting dalam konteks relasi antara negara dengan masyarakat,
sehingga dengan adanya pelaksanaan konsultasi publik akan dapat memfasilitasi
keterlibatan publik secara otonom dalam rangka pemenuhan hak asasi manusianya.
Keempat,
kegiatan konsulasi publik juga dapat dilihat sebagai sarana kontrol yang
tersedia bagi masyarakat yang menaruh perhatian pada RUU Penilai. Selain
mekanisme kontrol secara yang bersifat represif, yaitu pengujian undang-undang,
partisipasi masyarakat dalam konsultasi publik dapat dipandang sebagai
mekanisme kontrol masyarakat terhadap proses pembentukan undang-undang sebelum
peraturan tersebut disahkan dan diberlakukan[14].
Penutup
Konsultasi Publik RUU Penilai yang diselenggarakan secara masif dan luas oleh DJKN merupakan sebuah contoh proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang berupaya mewujudkan partisipasi yang bermakna bagi masyarakat. Arti penting konsultasi publik RUU Penilai dapat dipandang dari 2 (dua) sisi, bagi pengusul tentu konsultasi publik akan bermanfaat pada sisi akuntabilitas, legitimasi, dan secara teknis akan berkontribusi dalam pertimbangan analisa cost benefit. Sedangkan bagi masyarakat atau pihak-pihak yang nantinya terdampak, konsultasi publik RUU Penilai berkontribusi dalam menjamin hak partisipasinya dalam penyelenggaraan pemerintahan sekaligus sebagai mekanisme kontrol. Dengan demikian, konsultasi publik RUU Penilai diharapkan akan dapat berkontribusi secara positif dalam mewujudkan berbagai harapan stakeholders dan tujuan yang telah dicita-citakan oleh pengusulnya.
[1]
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita/baca/29120/Himpun-Masukan-Dari-Berbagai-Kalangan-Kanwil-DJKN-Aceh-Gelar-Konsultasi-RUU-Tentang-Penilai.html
[2]
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita/baca/29112/Jaring-Masukan-Kanwil-DJKN-Jakarta-Adakan-Konsultasi-Publik-RUU-Penilai.html, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita/baca/29097/RUU-Penilai-Payung-Penilai-dan-Kepastian-Hukum.html,
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita/baca/28899/DJKN-Selenggarakan-Konsultasi-Publik-RUU-Penilai-di-Yogyakarta.html
[3]
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-tarakan/baca-berita/28930/Konsultasi-Publik-RUU-Dirjen-KN-Terdapat-Dua-Urgensi-Sehingga-UU-Penilai-Harus-Terbit.html, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-kalbar/baca-berita/29012/Konsultasi-Publik-RUU-tentang-Penilai-Pandangan-dan-Pendapat-Masyarakat-untuk-Penyempurnaan.html
[4]
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-suluttenggomalut/baca-berita/29011/Konsultasi-Publik-RUU-tentang-Penilai-Tampung-Masukan-dari-Berbagai-Kalangan.html, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita/baca/29037/Konsultasi-Publik-RUU-Penilai-Kanwil-DJKN-Sulseltrabar-Serap-Aspirasi-Masyarakat.html
[5] Konsultasi Publik RUU
Penilai, Wilayah Papua, Papua Barat, dan Maluku, diakses melalui https://www.youtube.com/watch?v=uWLPDs9reb8
[6]
https://bphn.go.id/publikasi/berita/2022091712433623/ruu-penilai-didorong-masuk-prolegnas-prioritas-di-tahun-2023
[8]
https://kumparan.com/kumparanbisnis/pemerintah-dorong-ruu-penilai-tingkatkan-pembiayaan-and-ekonomi-ri-1yetcyr1Sdz/full
[10]
https://www.hukumonline.com/berita/a/menimbang-pentingnya-profesi-penilai-diatur-uu-lt5bd191c77abe6/
[12]
Michael Sant’ Ambrogio dan
Glen Statszewski, 2018, Public Engagement
With Agency Rulemaking, hal. 10, diakses dari https://www.acus.gov/sites/default/files/documents/Public Engagement in Rulemaking Final Report.pdf
[13]
Ibid, hal.
12.
[14] Saifudin, 2006, Proses Pembentukan Undang-Undang: Studi tentang Partisipasi Masyarakat
dalam Proses Pembentukan UU di Era Reformasi, Disertasi Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, hal. 115.