Pontianak – Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN) Kalimantan Barat melakukan Konsultasi Publik RUU tentang Penilai untuk
melakukan komunikasi dua arah dalam rangka pengumpulan informasi dari
masyarakat untuk meminta pandangan dan pendapat dalam kegiatan Konsultasi
Publik pada Rabu (20/7) dengan narasumber Kasubdit Standarisasi Penilaian
Bisnis DJKN Nafiantoro Agus Setiawan dan Kepala Bidang Penilaian Kanwil DJKN
Kalimantan Barat Titik Wijayanti secara hybrid.
Dalam kegiatan Konsultasi Publik RUU tentang Penilai yang
diusulkan Kemenkeu dan telah masuk dalam Program Legislasi Nasional tahun
2020-2024 ini dihadiri oleh perwakilan Kementerian Keuangan di wilayah
Kalimantan Barat, OJK, satuan kerja pada Kementerian/Lembaga, Kepala Badan
Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Kalbar, perwakilan Badan Pendapatan Daerah
Provinsi Kalbar, perbankan, akademisi, DPD MAPPI Kalbar dilaksanakan secara
hybrid dan dibuka oleh Kepala Kanwil DJKN Kalimantan Barat Edward UP
Nainggolan.
Dalam sambutannya, Edward UP Nainggolan menyampaikan bahwa
sebagai bagian dari due proses penyusunan RUU, perlu dilakukan Konsultasi
Publik RUU tentang Penilai termasuk di Kalimantan Barat. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan masukan dari masyarakat terutama para akademisi, para professional,
instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, perbankan dan stakeholders
lainnya.
“Kegiatan Konsultasi Publik ini juga menginformasikan
kepada publik adanya RUU tentang Penilai. Masukan dari Konsultasi Publik
menjadi bahan penyempurnaan draft RUU tentang Penilai demi terwujudnya UU
Penilai yang lebih baik dan dapat diterima masyarakat,” ujarnya.
Konsultasi Publik pada Kanwil DJKN Kalimantan Barat didukung dengan kehadiran Direktur Jenderal Kekayaan Negara Rionald Silaban sebagai keynote speech dan
Direktur Penilaian Arik Hariyono memberikan
opening speech nya, memberikan masukan serta menginformasikan perlunya RUU
tentang Penilai ini.
Secara lebih rinci, Kabid Penilaian Kanwil DJKN Kalbar Titik
Wijayanti menjelaskan urgensi tentang Penilai. RUU tentang Penilai yang telah
masuk dalam Prolegnas Tahun 2020-2024 dengan telah dibentuknya Tim Panitia
Antar Kementerian (PAK) serta dilakukan pembahasan dalam Tim PAK.
Beberapa catatan urgensi RUU tentang Penilai yaitu UU Penilai diharapkan menjadi payung
hukum terbentuknya data transaksi property dan nasional yang valid,
transparansi transaksi properti melalui peran Penilai dapat meningkatkan pendapatan
negara secara signifikan lebih dari Rp100 triliun serta transaksi keuangan
dengan underlying aset dapat menunjukkan nilai sebenarnya dan mengurangi Non
Performing Loan (NPL) atau Mortgage Failure.
Peran Penilai yang cukup signifikan dalam perekonomian
antara lain hasil revaluasi BMN di tahun 2017-2018 sebesar Rp5.728,49 triliun
dinilai oleh Penilai Pemerintah. Jumlah bank di Indonesia 107 bank, aset lebih
dari Rp10.000 triliun, jumlah kredit lebih dari Rp10.000 triliun dan NPL Rp 177
triliun yang telah dinilai oleh Penilai Publik dan Penilai Internal. Lebih dari
650 triliun untuk PBB/BPHTB yang dinilai oleh Penilai Pemerintah dan Penilai
Publik. Serta peran strategis Penilai untuk turut menyukseskan Proyek Strategis
Nasional dengan 208 proyek dinilai oleh Penilai Publik.
“Dengan peran Penilai yang cukup besar bagi Negara dan
masyarakat tentunya pembentukkan RUU tentang Penilai sangat diperlukan bagi
masyarakat dan profesi Penilai itu sendiri,” ungkap Titik.
Substansi yang diatur dalam RUU tentang Penilai disampaikan
oleh Kasubdit Standarisasi Penilaian Bisnis DJKN Nafiantoro Agus Setiawan
mengenai jenis penilai dimana ada Penilai Publik dan Penilai Pemerintah,
sebagai pusat data transaksi nasional seperti transaksi jual beli, pemindahan
aset dan/atau pemanfaatan aset, sewa tanah/bangunan di setiap wilayah, dan
retribusi dan bea pengalihan hak atas tanah dan bangunan.
Ia juga menjelaskan wilayah kerja yang diatur dan berlaku
di seluruh Indonesia dan status Penilai, pendaftaran, perizinan Penilai, dan
biaya perizinan, klasifikasi bidang pekerjaan jasa Penilai, Kantor Jasa Penilai
Publik, kewenangan, hak, kewajiban, larangan, dan hasil pekerjaan Penilai,
organisasi profesi Penilai dan Majelis kehormatan Penilai, Organisasi Profesi
Penilai dan Majelis Kehormatan Penilai, Pembinaan dan Pengawasan, pengaturan
mengenai sanksi administratif dan ketentuan pidana.
Peserta Konsultasi Publik menyampaikan masukannya antara
lain dari akademisi FEB Universitas Tanjungpura Dr. Rosyidi menyatakan UU
Penilai mutlak harus ada, serta siap mendukung dengan SDM yang dapat turut
melakukan pelatihan penilaian dengan harapan dalam jangka panjang revaluasi BMD
sehingga membantu Pemda dalam penggalian potensi daerah dan meningkatkan
ekonomi daerah. Perwakilan perbankan dari Bank Kalbar Turhamun mempertanyakan status
eksisting Penilai Internal bank. Serta perwakilan BPKAD Kubu Raya Mifta
Khoriyah mempertanyakan terhadap bukan Penilai namun menjalankan profesi
Penilai seperti melakukan penaksiran barang selain tanah dan bangunan apakah
termasuk dalam kriteria melakukan pidana.
Partisipasi masyarakat dalam Konsultasi Publik ini sangat
bermakna yang tentunya diharapkan dapat menyempurnakan substansi yang perlu
diatur dalam RUU tentang Penilai. Hasil
kegiatan Konsultasi Publik yang telah dilaksanakan diharapkan dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam penyusunan, dan pembahasan RUU tentang Penilai.