Yogyakarta - Direktorat Penilaian Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) mengadakan Konsultasi Publik Rancangan
Undang-Undang (RUU) Penilai pada Kamis, (7/7) di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dan lokasi pertama dari 37 Provinsi di Indonesia di di Gedung
Keuangan Negara Yogyakarta.
Untuk mendukung kegiatan ini, Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta mengundang akademisi, praktisi, lembaga
independent, dan instansi baik pusat maupun daerah untuk hadir dalam acara yang
dikemas secara hybrid ini. Berdasarkan pantauan saat acara berlangsung,
tercatat sekitar 260 peserta mengikuti kegiatan secara daring berasal dari
instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, akademisi, maupun praktisi.
Kegiatan dibuka dengan Welcoming Speech oleh Kepala Kantor
Wilayah DJKN Jawa Tengah dan D.I.Y. Mahmudsyah yang menyampaikan urgensi serta
harapan terkait Konsultasi Publik RUU Penilai. “Kiranya, Bapak Ibu hadirin
dapat memberikan masukan, tanggapan, atau pandangan yang mewakili masyarakat
Yogyakarta pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya, untuk
berpartisipasi aktif dalam diskusi Rancangan Undang-Undang Tentang Penilai,” ungkapnya.
Direktur Penilaian DJKN Arik Hariyono menyampaikan latar
belakang, urgensi, manfaat, dan harapan akan adanya RUU Peniai ini. “Fungsi
utama dari profesi Penilai adalah sebagai pihak yang mendapatkan kepercayaan
dari masyarakat untuk memberikan opini yang wajar atas berbagai transaksi,” ujar
pria penggemar batu akik tersebut.
Transaksi ekonomi tersebut. Lanjutnya, antara lain
pengambilalihan tanah untuk kepentingan umum, rencana transaksi
penyertaan/kepemilikan saham, penyusunan neraca perusahaan, lelang, sengketa
atas harta kekayaan, jaminan perbankan, dan lain sebagainya.
“Dalam transaksi itu, dibutuhkan jasa profesional yang
dapat memberikan rasa keadilan kepada para pihak yang bertransaksi,” ungkap
Arik.
Sedangkan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Rionald Silaban
melalui tayangan video berharap dengan peraturan setingkat undang-undang dapat
menjamin kompetensi, profesionalisme, dan independensi penilai. “Setidaknya ada
dua urgensi mengapa UU Penilai harus ada. Pertama, mendukung optimalisasi
penerimaan negara. Kedua, Kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi
masyarakat dan penilai,” ujar Rio.
Pemaparan materi RUU Penilai disampaikan dua orang
narasumber, yakni Kepala Subdirektorat Standardisasi Penilaian Bisnis Nafiantoro
Agus Setiawan dan Kepala Seksi Penilaian Bisnis III Darmawan Dwi Atmoko pada
Direktorat Penilaian menyampaikan Urgensi RUU Penilai dan isu-isu yang tercakup
dalam draft RUU Penilai.
Tamu undangan yang hadir secara langsung dan peserta zoom bergantian menyampaikan tanggapan, masukan, pertanyaan, dan pernyataan yang relevan dengan RUU Penilai ini. Direktorat Penilaian membuka ruang seluas-luasnya bagi semua unsur untuk memberikan masukan dalam rangka penyempurnaan naskah akademis maupun draft RUU Penilai melalui email hingga pekan keempat bulan Agustus 2022. (Narasi/Foto : Ardhanti/Danang)