Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Lelang Eksekusi Real Estate di Belanda
N/a
Jum'at, 27 Januari 2012 pukul 17:55:49   |   927 kali

Dalam kesempatan mengikuti kursus singkat tentang lelang di Belanda, kami berkesempatan mengikuti pelaksanaan lelang eksekusi real estate yang diadakan di Rumah Lelang Vendue Huis, Den Haag tanggal 22 Nopember 2011 lalu. Rumah Lelang yang, pertama kali melaksanakan lelang pada bulan Januari 1812 ini, merupakan perwakilan Rumah Lelang khusus di wilayah Den Haag yang ditunjuk oleh perkumpulan Notaris Publik di Den Haag untuk melaksanakan lelang eksekusi real estate. Vendue Huis tidak memonopoli pelaksanaan lelang real estate namun memang Vendue Huis dibentuk oleh perkumpulan Notaris Publik pada tahun 1811 untuk melaksanakan setiap lelang, yang sebelumnya dilaksanakan oleh Pejabat Lelang (Auctioneers) di kota Den Haag. Menurut sejarah, sebelumnya lelang selalu dilaksanakan oleh Pejabat Lelang  kota. Namun sejak tahun 1810, dimana Belanda diokupasi oleh Prancis, sistem hukum yang dianut adalah sistem hukum Prancis, termasuk tentang lelang. Pejabat Lelang kota tidak boleh melaksanakan lelang, hanya Notaris Publik yang boleh melaksanakan lelang. Fungsi Pejabat Lelang hanya sebatas Afslager (pemandu lelang) saja. Hingga saat ini, sistem lelang tersebut masih dianut di Belanda namun khusus untuk lelang properti.


Dalam pelaksanaan lelang eksekusi real estate, bank menunjuk Notaris sebagai pihak yang mengorganisasikan lelang. Notaris bertindak sebagai pihak penjual. Dia melaksanakan pemberitahuan kepada para pihak mengenai rencana pelaksanaan lelang, mengumumkan di surat kabar/katalog/internet, menentukan jadwal lelang, dan yang terpenting mengurus akta peralihan hak setelah pembeli ditunjuk.

Lelang eksekusi real estate ala Belanda terbilang unik. Lelang dibagi dua sesi. Sesi pertama, Pejabat Lelang menawarkan dengan harga naik-naik (Opbod). Nilai limit kadang-kadang tidak ditentukan, semata hanya berdasarkan harga yang dianggap wajar oleh Pejabat Lelang untuk memulai harga pertama. Setelah harga tertinggi tercapai pada sesi ini, pemenang “sementara” maju ke hadapan notaris untuk dicatat identitasnya sebagai penawar tertinggi, namun belum menjadi pembeli yang sah. Setelah itu diadakan sesi kedua dimana penawar tertinggi sesi pertama tidak boleh ikut. Dalam sesi ini, Pejabat Lelang menawarkan harga di atas harga tertinggi tadi, namun dilakukan secara turun-turun. Hingga ada peserta yang berteriak “MINE”, maka Pejabat  Lelang segera mengetuk palu dan menentukan pembeli yang sah (penawar pada sesi kedua).  Jika tidak ada yang berteriak “MINE”, maka penawar tertinggi pada sesi pertama yang disahkan menjadi pembeli. Kata yang digunakan penawar untuk menawar harga pada sesi kedua adalah “MINE”, kata lain seperti me, yes, i am, atau lainnya tidak dihiraukan oleh Pejabat Lelang. Selanjutnya, pemenang pada sesi pertama jika kalah pada sesi kedua akan mendapatkan Premium, berupa uang tunai bisa dari pihak pemenang lelang ataupun dari  Notaris pelaksana lelang, sebesar 1% dari harga yang terbentuk. Mungkin sebagai obat kekecewaan karena ada penawar pada sesi kedua, cukup unik bukan?

Karena pelaksana lelang adalah Notaris, pada saat pelaksanaan lelang ini kami melihat kursi Notaris selalu berganti-ganti penghuninya sesuai barang yang akan ditawarkan.  Selesai barang A dengan Notaris A laku terjual, maka Notaris B dengan barang B menawarkan barangnya untuk dilelang. Jadi, tidak menunggu semua barang  terjual baru administrasi diselesaikan, sistem lelang eksekusi real estate disini adalah lelang berhenti sejenak seketika setelah pembeli ditunjuk dan pembeli yang bersangkutan menyelesaikan administrasinya, lalu lelang dilanjutkan kembali. Setiap sesi lelang hingga administrasi pengesahan pembeli lelang memakan waktu kurang lebih 25 menit! Cukup cepat.

Tentang makelar lelang, kami melihat di Belanda pun ada orang-orang yang membuat kelompok pada saat lelang eksekusi ini berlangsung. Namun bedanya dengan di Indonesia, mereka tidak bermufakat untuk mengatur agar orang lain tidak bisa mengikuti lelang, justru mereka bersaing ketat untuk setiap barang yang ditawarkan.  Juga tentang debitur, ternyata di Belanda juga ada debitur yang tidak rela asetnya dilelang melakukan tindakan tidak terpuji. Jika di Indonesia lebih sering melakukan gugatan, menurut cerita Mrs. Rene. L. Albers-Dingemans (Head Legal Organisasi Notaris Publik Belanda) yang disampaikan kepada kami sehari sebelumnya di Rijks Academie (semacam STAN-Prodip), di Belanda, debitur nakal cenderung melakukan perbuatan fisik untuk merusak property. Contohnya, mereka mengecat seluruh property menjadi hitam, merusak kitchen set dengan melakukan keratan menggunakan pisau, bahkan ada petani yang membawa traktor super besar  ke kediamannya untuk menakut-nakuti pihak Notaris pelaksana lelang. (berita: Ferry Hidayat KPKNL Tasikmalaya; foto: Rachmatunnisya)
 

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini