Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Empat Pilar Semangat Pengajuan RUU Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah
N/a
Selasa, 14 Februari 2012 pukul 11:42:17   |   712 kali

Jakarta - Pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Kekayaan Negara Hadiyanto menghadiri rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI dengan agenda pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) Rancangan Undang-undang Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah, Senin (13/02/2012). Rapat dipimpin oleh wakil ketua Komisi XI Harry Azhar Aziz dan dihadiri oleh beberapa anggota DPR dari berbagai fraksi hingga mencapai kuorum. Tampak hadir mendampingi Hadiyanto diantaranya Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Badan Pertanahan Nasional, serta jajaran pimpinan di lingkungan DJKN.

Dalam penjelasannya, Hadiyanto menggarisbawahi semangat pengajuan RUU Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah ini yaitu percepatan pengurusan piutang negara dan piutang daerah yang dibangun atas empat pilar utama, antara lain: ruang lingkup, institusi pengurus piutang negara dan piutang daerah, official assessment, dan kewenangan publik Menteri Keuangan.

    

Diuraikannya, pilar pertama adalah ruang lingkup. Artinya, ruang lingkup RUU Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah ini meliputi pengurusan atas piutang pemerintah pusat, pemerintah daerah, piutang yang dananya berasal dari instansi pemerintah pusat atau pemerintah daerah dan disalurkan melalui perbankan atau lembaga keuangan non perbankan dengan pola penyaluran atau pembagian risiko, dan piutang badan hukum yang dibentuk oleh negara atau daerah selain BUMN atau BUMD. Oleh karena itu, piutang negara dan piutang daerah dalam RUU ini tidak termasuk piutang BUMN dan BUMD. “Piutang BUMN dan BUMD diurus oleh mereka sendiri secara korporasi”, tambahnya.

Pilar kedua, demikian ujar pria kelahiran Ciamis ini melanjutkan, secara institusional, pengurusan piutang negara dan piutang daerah tidak lagi dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang bersifat ad hock, melainkan oleh unit struktural di lingkungan Kementerian Keuangan yang diberi wewenang untuk itu. Dalam ketentuan umum RUU ini dijelaskan bahwa guna kelancaran, efektivitas dan efisiensi tugas pengurusan piutang negara dan piutang daerah, Menteri Keuangan berwenang menunjuk pejabat pengurusan piutang untuk melakukan pengurusan piutang negara dan piutang daerah.

Sedangkan pilar ketiga, urainya, secara prosedur, ada yang baru dalam tahapan pengurusan pengurusan piutang negara dan piutang daerah ini, yakni tidak lagi menggunakan istilah “Pernyataan Bersama” (PB) yang selama ini justru kerap menimbulkan bottle-neck dalam percepatan pengurusan piutang negara dan piutang daerah oleh PUPN. Alternatif solusinya adalah official assessment piutang negara dan piutang daerah, berupa Penetapan Jumlah Piutang Negara dan Piutang Daerah. Lebih lanjut, RUU mengatur bahwa pejabat pengurusan piutang menerbitkan surat keputusan Penetapan Jumlah Piutang Negara dan Piutang Daerah setelah pengurusan piutang negara dan piutang daerah dinyatakan diterima dengan memuat setidaknya: nama penyerah piutang, nama debitor, alamat debitor, jumlah piutang, dan perintah untuk membayar.

Terakhir, Hadiyanto menggarisbawahi pilar keempat yakni kewenangan publik yang tetap melekat pada Menteri Keuangan. Dalam RUU ini juga dimuat bahwa sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, sebagian kekuasaan presiden di bidang pengelolaan keuangan negara diserahkan pada gubernur, bupati atau walikota selaku pengelolan keuangan daerah. Oleh karena itu, mereka memiliki wewenang dan tanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban daerah, termasuk penagihan piutang pemerintah daerah.

Namun demikian, dalam hal pengurusan piutang negara dan piutang daerah dengan kewenangan publik yang dilaksanakan antara lain melalui penagihan piutang dengan surat paksa tetap dilakukan oleh Menteri Keuangan sebagai pembantu presiden dalam bidang keuangan yang memiliki wewenang dan tanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional. 

Menjawab berbagai pertanyaan dari anggota dewan mengenai substansi judul RUU ini, pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Keuangan ini menegaskan bahwa semangat RUU ini adalah pengurusan dan pengelolaan piutang negara dan piutang daerah, dan bukan penjabaran mengenai piutang negara dan piutang daerah itu sendiri. “Kalau langsung pada kata piutang negara dan piutang daerah, dengan meniadakan kata pengurusan, maka cakupannya terlalu luas. Sedangkan RUU ini menggambarkan spirit keseluruhan isinya, yakni pengurusan”, bebernya.

Saat ini rapat kerja antara Komisi XI DPR RI dan pemerintah cq. Kementerian Keuangan diskors. Rencananya, rapat kerja akan dilanjutkan Rabu (15/02/2012) dengan agenda lanjutan pembahasan DIM RUU Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah. [gg]

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini