Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Sidang Lanjutan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara Antara Presiden Republik Indonesia dengan DPR dan BPK
N/a
Rabu, 18 April 2012 pukul 09:57:45   |   2376 kali

Jakarta-Pada hari Selasa, tanggal 17 April 2012, pukul 14.00 s.d. pukul 16.00 WIB bertempat di Mahkamah Konstitusi digelar sidang lanjutan sengketa kewenangan Kementerian/Lembaga Negara (SKLN) dengan acara mendengarkan keterangan ahli/saksi dari Pemohon (Presiden Republik Indonesia), Termohon I (Dewan Perwakilan Rakyat), dan Termohon II (Badan Pemeriksa Keuangan). Sebagaimana diketahui pokok permasalahan yang menjadi sengketa adalah apakah pembelian 7 persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) oleh Pusat Investasi Pemerintah harus mendapat persetujuan DPR.

Pihak Pemohon dihadiri oleh Setjen Kemenkeu, Irjen Kemenkeu, Biro Bantuan Hukum, Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan DJKN, Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM,  Termohon I  dihadiri oleh anggota dari Partai Golkar, Partai Hanura, Fraksi PKB, PAN, PPP, Partai Demokrat yang berada pada komisi XI, VII sedangkan Termohon II dihadiri oleh Ketua BPK, wakil Ketua BPK, dan beberapa pejabat eselon I BPK.

Pada kesempatan sidang tersebut Ketua BPK (Hadi Purnomo) memberikan keterangan tambahan yang menyatakan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) adalah bersifat final dan seharusnya pihak BPK tidak menjadi para pihak dalam sengketa kewenangan di Mahkamah Konstitusi ini. Saksi/ahli dari pihak Termohon II menyatakan pendapat bahwa dasar hukum Termohon II dalam melakukan kewenangan memeriksa adalah Pasal 4 dan Pasal 17 UUD 1945, Pasal 29 dan Pasal 33 UU Nomor 17 Tahun 2003, dan menyatakan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dilakukan oleh Termohon II bersifat final dan mengikat.

Keterangan saksi/ahli dari Termohon I menyampaikan pendapat bahwa Pusat Investasi Pemerintah (PIP) merupakan Badan Layanan Umum (BLU) yang seluruh asetnya tidak dipisahkan dari aset pemerintah sedangkan PT NNT merupakan perusahaan tertutup yang  struktur kepemilikan sahamnya terdiri atas beberapa pemegang saham berbadan hukum berbentuk Perseroan Terbatas. Karena PIP bukan badan hukum yang mandiri, maka apabila PIP melakukan investasi pada PT. NNT dan apabila PT. NNT pailit maka pemerintah turut bertanggung jawab terhadap kerugian PT. NNT (tanggung jawab pemerintah tidak hanya  terbatas sebesar saham).

     

Keterangan saksi ahli dari Pemohon yakni Prof. Arif Hidayat menyatakan mengapa masalah kecil pembelian 7% saham di PT NNT oleh pemerintah (PIP) harus mendapat persetujuan DPR sedangkan permasalahan yang menyangkut hajat hidup rakyat seperti kenaikan BBM diserahkan begitu saja keputusannya oleh DPR kepada pemerintah? Pembelian saham NTT adalah dalam rangka memenuhi kontrak karya dengan menggunakan dana dari APBN, dan  APBN sudah disetujui oleh DPR sesuai UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang APBN Tahun Anggaran 2011, sehingga investasi pemerintah pada PT NNT tidak perlu minta persetujuan lagi kepada DPR. Saksi/ahli kedua yakni Prof. Eman Rajagukguk menyatakan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dilakukan oleh Termohon II belum bersifat final karena bukan putusan badan Yudikatif dan Mahkamah Konstitusi.

     

Sidang ditutup pada Pukul 16.00 WIB dan akan dilanjutkan pada hari Selasa tanggal 24 April 2012 . (Triana/Niko – Humas DJKN)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini