Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Semiloka Pengembangan Profesi Penilai Terkait dengan RUU tentang Penilai di Universitas Padjadjaran
N/a
Selasa, 12 Juni 2012 pukul 13:06:51   |   922 kali

Bandung – Dalam rangka menghimpun masukan sebanyak-banyaknya dari akademisi profesional untuk terus meningkatkan kualitas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penilai yang sedang disusun oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), pada hari Jumat, tanggal 8 Juni 2012, bertempat di Lantai 4 Aula Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (MM FEB) Universitas Padjadjaran Bandung, diselenggarakan Semiloka Pengembangan Profesi Penilai Terkait dengan RUU tentang Penilai. Semiloka serupa juga telah dilakukan di Universitas Gajah Mada Yogyakarta, yaitu pada bulan Maret 2012, dengan mengundang profesional dari Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) dan civitas-civitas akademisi.

Pada kesempatan semiloka kali ini, panitia mengundang 60 (enam puluh) orang peserta, yang merupakan wakil dari: Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP), DJKN, Direktorat Jenderal Pajak, pengurus pusat dan pengurus daerah MAPPI, serta para akademisi dari universitas antara lain Universitas Padjajaran, Universitas Gajah Mada, Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, Universitas Sumatera Utara, Universitas Sriwijaya, Universitas Brawijaya, Universitas Katolik Parahyangan, Universitas Pasundan, Universitas Islam Bandung, Universitas Winaya Mukti, Universitas Trisakti, Universitas Tarumanegara, dan Universitas Atma Jaya. Acara diawali dan dibuka oleh Dekan FEB Unpad Dr. Nury Effendi, S.E., M.A. Dalam pembukaanya, Nury menyampaikan bahwa para peserta yang hadir telah dapat mewakili kolaborasi dari Academician, Business, and Government (ABG). Dia juga menyampaikan harapannya agar intensitas hubungan baik antara FE Unpad dengan Kementerian Keuangan dalam segala cakupannya bisa semakin luas. “Semiloka ini akan berguna bagi semua pihak,” ungkapnya. Sebelum masuk ke acara presentasi pertama, diadakan pembacaan doa yang dipimpin oleh Drs. H. Sutisna FS. Presentasi pertama yang berjudul “Regulasi Profesi Penilai Publik” disampaikan oleh Langgeng Subur yang mewakili PPAJP. Dia memaparkan sekilas mengenai penggolongan penilai yang terdiri dari penilai internal, penilai pemerintah, dan penilai publik, dimana penilai publik dibagi menjdi 2 (dua), yaitu penilai properti dan penilai bisnis. Dasar hukum dari profesi penilai publik ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik, dimana syarat untuk menjadi penilai publik adalah memiliki gelar pendidikan minimal Strata 1 (S1), mengikuti Pendidikan Dasar Penilaian (PDP) 1 dan 2, mengikuti Pendidikan Lanjutan Penilaian (PLP) 1 dan 2, serta lulus dalam Ujian Sertifikasi Penilai. Setelah memperoleh izin dari Menteri Keuangan, maka yang bersangkutan sudah bisa diangkat menjadi penilai publik. Disampaikan pula oleh Langgeng, bahwa saat ini ini belum ada perguruan tinggi yang memiliki program studi S1 Penilaian di Indonesia.      Dalam melakukan pembinaan, PPAJP mewajibkan seorang penilai publik untuk mempunyai Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dalam memberikan jasanya, mengikuti Pendidikan Profesi Lanjutan (PPL) penilai publik, serta mematuhi Standar Penilai Indonesia (SPI), Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI), dan peraturan perundang-undangan, dengan tujuan untuk memastikan penilai publik mempunyai kompetensi untuk memberikan jasa dan melindungi masyarakat. Langgeng juga menyinggung revisi PMK Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik. Revisi tersebut bertujuan untuk menyempurnakan peraturan, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas penilai publik. Saat ini dan ke depan, penilai memiliki peran penting dalam memberikan kontribusi di bidang pasar modal, perbankan, pemerintahan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dana pensiun, perpajakan, dan akuntansi. Terdapat begitu banyak usaha bisnis dan industri yang membutuhkan jasa penilai publik. Data PPAJP per akhir tahun 2011 menyebutkan bahwa ada sebanyak 29.999 penilai publik yang ditugaskan pada berbagai bidang usaha, dan pada 5 (lima) tahun terakhir pertumbuhannya sangat sedikit. Presentasi kedua disampaikan oleh Direktur Penilaian DJKN Ida Bagus Aditya Jayaantara yang berjudul “RUU Penilai: Menuju Penilai Indonesia yang Berkualitas untuk Kepentingan Bangsa”. Aditya mengawali materinya dengan perkenalan instansi, kemudian dilanjutkan dengan sekilas mengenai perkembangan RUU tentang Penilai, dimana inisiasi awal telah dimulai pada tahun 2009. Aditya menyampaikan bahwa saat ini draft RUU telah selesai diharmonisasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), tetapi dalam praktiknya masih menunggu masukan-masukan dari pihak-pihak terkait, sehingga diharapkan akan memperoleh draft RUU tentang Penilai yang lebih baik, bukan hanya dari perspektif pemerintah, tapi juga perpektif stakeholder, user, dan akademisi. Aditya juga mengungkapkan bahwa perlunya urgensi yang material dan signifikan dalam membentuk RUU tentang Penilai, antara lain: adanya kepastian dan kesetaraan hukum, adanya ketentuan/peraturan di bidang lain yang semakin memerlukan peran penilai, menguatkan fungsi kelembagaan terkait dengan pembinaan dan pengawasan penilai, dan membantu mencegah terjadinya krisis ekonomi.      Dalam presentasinya, Aditya tidak lupa menyampaikan beberapa masukan strategis dari Semiloka RUU tentang Penilai yang sebelumnya diadakan di UGM, yaitu antara lain: pengelompokan dan kewenangan penilai, peranan perguruan tinggi dalam pengembangan profesi penilai, pembentukan pusat data transaksi properti dan bisnis, serta adanya pengaturan sanksi pidana. Presentasi ketiga dipaparkan oleh Suryantoro yang merupakan perwakilan dari MAPPI. Suryantoro menyampaikan beberapa persepsinya terkait perkembangan RUU tentang Penilai, antara lain sebagai berikut: 1.    Kajian akademik dibuat oleh pihak yang independen, dimana pengertian independen harus sesuai dengan kaidah umum yang berlaku internasional. 2.    Memiliki konsep yang mencerminkan manfaat bagi seluruh stakeholder penilaian di Indonesia. 3.    Lingkup tugas penilai pemerintah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) saja, diperbolehkan untuk kepentingan swasta sepanjang terkait dengan kepentingan pemerintah. 4.    Untuk menjadi penilai pemerintah bersertifikat tetap harus melalui Ujian Sertifikasi Penilai, demi kepentingan untuk meningkatkan kualitas penilai. Acara selanjutnya adalah dengar pendapat dari perwakilan universitas yang hadir pada saat itu. Secara keseluruhan, akademisi mendukung dibuatnya RUU tentang Penilai, namun RUU tersebut harus bersifat universal dan tidak berpihak terhadap kepentingan-kepentingan pihak manapun. (Debbi-Achie/Humas DJKN)
Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini