Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Kakanwil X DJKN Surabaya: Penyusunan RKA K/L 2013 Harus Challenging dalam Rangka Penyelesaian Temuan LKPP 2011, Destination Statement Kementerian Keuangan 2014, dan Initiative Strategic DJKN
N/a
Selasa, 26 Juni 2012 pukul 09:03:09   |   561 kali

Surabaya - Dalam rangka menyongsong Tahun Anggaran (TA) 2013, Kantor Wilayah X Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Surabaya (Kanwil X DJKN Surabaya) menyelenggarakan rapat kerja yang dilaksanakan mulai tanggal 13 s.d. 15 Juni 2012 bertempat di Hotel Agrowisata, Batu. Rapat diikuti oleh seluruh Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di Jawa Timur dan dipimpin langsung oleh Kepala Kanwil (Kakanwil) X DJKN Surabaya Lalu Hendry Yujana, fokus pada pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Kanwil X DJKN dan KPKNL di lingkungan Kanwil X DJKN Surabaya tahun 2013.

  Dalam sambutannya, Kakanwil meminta agar semua perserta harus memegang sungguh-sungguh 2 (dua) aturan utama terkait, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 90 Tahun 2010, khususnya Pasal 5 Ayat (5) tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37/PMK.02/2012 tanggal 9 Maret 2012 tentang Standar Biaya TA 2013. Sedangkan untuk aturan lainnya seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara secara otomatis semua peserta sudah menguasai. “Kita semua di sini fokus untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran 2013. Rencana kerja ini tidak boleh main-main asal susun, rata-rata air, namun harus challenging, termasuk antisipasi terhadap kegiatan dengan pemerintah daerah, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan lainnya,” ujarnya.   Kakanwil menenkankan agar terhadap rencana kerja yang menantang tersebut perlu difokuskan terhadap beberapa hal, yaitu: 1. Audited Report – Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2011. 2. Destination Statement Kementerian Keuangan 2014. 3. Initiative Strategic DJKN yang meliputi Depresiasi Aset Tetap – 2013 (Badan Layanan Umum 2011), Pencadangan Kerugian Piutang, Cash Toward Accrual to Fully Accrual Accounting – 2013, Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintahan(PUSAP) 2015, Zero Outstanding, dan Draging Destination Statement Tahun 2012/2013 (daftar tanah yang siap disertifikatkan, penyelesaian Barang Milik Negara (BMN) hilang/rusak berat di Kementerian Keuangan dan utilisasi aset untuk PNBP, dll). Jika ketiga hal tersebut di atas tidak dipenuhi, maka rencana kerja yang disusun bukanlah rencana kerja yang challenging, melainkan rencana kerja yang hanya bertahan di area comfort zone/business as usual.          Pemerintah mencapai opini Wajar dengan Pengecualian (WDP) atas LKPP 2011 dan pada tahun 2013 target Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) harus bisa diraih. Objekpemeriksaan LKPP Tahun 2011 terdiri dari Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2011 dan 2010, Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (LRAPBN) dan Laporan Arus Kas, serta Catatan atas Laporan Keuangan untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2011 dan 2010. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) memberikan opini WDP (qualified opinion) atas LKPP tahun 2011 karena 4 (empat) permasalahan yang harus langsung dijadikan spirit dari penyusunan rencana kerja dan anggaran Kanwil X DJKN Surabaya.   Permasalahan pertama yaitu adanya temuan dalam pelaksanaan dan pencatatan hasil Inventarisasi dan Penilaian (IP) atas aset tetap, yaitu aset tetap pada 10 (sepuluh) Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dengan nilai perolehan Rp.4,13 triliun belum dilakukan IP, aset tetap berupa Tanah Jalan Nasional pada Kementerian Pekerjaan Umum senilai Rp.109,06 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya karena belum selesai dilakukan IP dan hasil IP tidak memadai, aset tetap  hasil IP pada 3 (tiga) K/L senilai Rp.3,88 triliun dicatat ganda, pencatatan hasil IP pada 40 (empat puluh) K/L masih selisih senilai Rp.1,54 triliun dengan nilai koreksi hasil IP pada DJKN, aset tetap pada 14 (empat belas) K/L senilai Rp.6,89 triliun tidak diketahui keberadaannya, dan pelaksanaan IP belum mencakup penilaian masa manfaat aset tetap sehingga pemerintah belum dapat melakukan penyusutan aset tetap. Nilai aset tetap yang dilaporkan bisa berbeda secara signifikan jika pemerintah menyelesaikan dan mencatat seluruh hasil IP. “Oleh karena itu, Kepala Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara (Kabid PKN) dan Kabid Penilaian harus bekerja lebih keras. Masing-masing KPKNL harus mengecek untuk segera memprogramkan kembali kegiatan tersebut, mengingat permasalahan itu ada di semua KPKNL dan perlu dipastikan apakah pegawai kita sudah menguasai accounting for depreciation,” ujarnya. Permasalahan kedua adalah terdapatnya kelemahan dalam pelaksanaan inventarisasi, perhitungan, dan penilaian terhadap aset Eks-Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yaitu pemerintah belum menemukan dokumen cessie atas aset Eks-BPPN berupa aset kredit senilai Rp.18,25 triliun, aset Eks-BPPN yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) senilai Rp.11,18 triliun tidak didukung oleh dokumen sumber yang valid, aset Eks-BPPN berupa tagihan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) senilai Rp.8,68 triliun belum didukung kesepakatan dengan pemegang saham, aset Eks-BPPN berupa aset properti sebanyak 917 item belum dinilai,  dan pemerintah belum dapat menyajikan nilai bersih yang dapat direalisasikan atas Aset Eks-BPPN yang berupa piutang. Data yang tersedia tidak memungkinkan BPK-RI untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas kewajaran saldo aset Eks-BPPN. Untuk itu, dibutuhkan sesi khusus untuk melakukan pendalaman mengenai aset properti, aset kredit, cessie, subrogasi, dan aset saham.      Permasalahan ketiga yaitu adanya kelemahan dalam Sistem Pengendalian Intern (SPI), terutama yang terkait dengan DJKN, yaitu terdapat kelemahan dalam pencatatan dan penatausahaan aset tetap, terdapat kelemahan dalam pelaksanaan IP atas aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), pelaksanaan IP Aset Eks-BPPN tidak berdasarkan dokumen yang valid, penyelesaian Bantuan Pemerintah yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) berlarut-larut dan penetapannya dalam Peraturan Pemerintah dapat berbeda dengan penyerahan awal. Sedangkan permasalahan terakhir adalah permasalahan signifikan terkait kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Salah satunya adalah belum ditetapkannya status pengelolaan keuangan 7 (tujuh) perguruan tinggi yang telah dibatalkan status Badan Hukum Pendidikan (BHP)-nya. Beberapa destination statement 2014 terkait dengan DJKN yang wajib diketahui dan dicapai oleh semua pegawai di lingkungan Kanwil X DJKN Surabaya adalah penyerapan anggaran sebesar 98%, tanah negara yang telah bersertifikat tidak kurang dari 20%, penyelesaian BMN yang hilang/rusak berat pada Kementerian Keuangan, dan outstanding piutang negara harus zero. Dalam kesempatan tersebut, Kakanwil menyampaikan beberapa arahan antara lain sebagai berikut: 1.   Cek kembali semua posisi satuan kerja (satker) di wilayah kita, baik yang berkaitan dengan permasalahan pertama maupun kedua. 2.   Cek semua tugas yang berkaitan dengan eks-BPPN dan KKKS, serta mitigasi risiko yang benar. 3.   Pastikan semua pelaksanaan tugas wajib memperhatikan SPI dan kepatuhan pada hukum/peraturan. 4.   Siapkan pengetahuan dan keterampilan yang tinggi bagi penerapan penyusutan aset tetap dan implementasi basis akrual. Pengetahuan dan keterampilan lainnya tetap terus ditingkatkan juga. (Kanwil X DJKN Surabaya)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini