Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Menuju Renstra DJKN 2015-2019
N/a
Jum'at, 06 Juni 2014 pukul 12:15:15   |   1857 kali

Jakarta - Sejumlah pejabat di lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) mengikuti kegiatan Executive Training Pengelolaan Kinerja pada Kamis, 5 Juni 2014 di Hotel Borobudur. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan bekerja sama dengan The Palladium Group sebagai konsultan Balance Score Card Kementerian Keuangan.

Dalam arahannya, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Hadiyanto menyampaikan bahwa transformasi kelembagaan Kementerian Keuangan memperkaya dan memperkuat perumusan Key Performance Indicator (KPI) DJKN. “KPI yang disusun harus best fit dengan organisasi,” ujarnya. McKinsey selaku konsultan transformasi kelembagaan Kementerian Keuangan menyatakan terdapat 3 hal yang masih harus dibenahi dalam pengelolaan kinerja di DJKN yaitu streamlining KPI, performance dialogue, dan penguatan budaya akuntabilitas. Hadiyanto menegaskan bahwa penguatan budaya akuntabilitas adalah yang tersulit untuk dipetakan karena berkaitan dengan kepentingan banyak orang dan besar kemungkinan akan muncul keengganan dari pegawai.

Hadiyanto berharap pelatihan ini dapat memperkaya wawasan para pimpinan dalam memformulasikan sasaran strategis dalam KPI yang sesuai dengan transformasi kelembagaan. Selain itu pelatihan ini juga penting dalam persiapan penyusunan rencana strategis (renstra) DJKN tahun 2015-2019 mendatang. Peserta pelatihan diharapkan dapat melakukan pemetaan tantangan dan dinamika yang direfleksikan dalam pengukuran-pengukuran dan timeline untuk kemudian diinternalisasikan ke dalam renstra.

Pelatihan yang bertema “Enhancing the Strategy Management System towards obtaining breakthrough results” ini diawali dengan materi yang disampaikan Mario Montino, narasumber dari The Palladium Group. Ia menyampaikan berbagai kesalahan persepsi dalam penerapan BSC di Indonesia, termasuk di Kementerian Keuangan dan DJKN, antara lain: pertama, BSC dianggap sebagai beban tambahan dan sebagian besar organisasi tidak merasakan manfaatnya. Kedua, organisasi merasa cukup dengan hanya memiliki sistem manajemen KPI dan ketiga, organisasi merasa sistem manajemen strategi dengan BSC hanya meliputi strategi map dengan KPI-nya. Menyikapi hal tersebut, The Palladium Group menerangkan bahwa kesuksesan yang dramatis memerlukan strategi yang matang dan eksekusi yang tepat. Dengan kata lain jika sebuah organisasi memiliki strategi yang salah dan eksekusi yang tidak tepat maka bencanalah yang akan diperoleh.

Dalam perencanaan strategi, sering terjadi kesalahan memprediksikan masa depan hanya dengan berbasiskan kepada masa lalu. Dampaknya, tidak ada antisipasi yang disiapkan atas kondisi-kondisi dapat mengganggu eksekusi strategi. Menjawab masalah tersebut, The Palladium Group merekomendasikan untuk merubah perencanaan strategi dari metode forecast menjadi metode scenario, yaitu metode perencanaan strategi dengan menentukan key drive masa depan yang di luar kebiasaan dan menyiapkan skenario untuk menghadapi kondisi tersebut lengkap dengan semua risiko mengikuti. Key drive ini dapat di-update kapanpun ada informasi baru. Contoh key drive yang dapat digunakan antara lain bencana alam, perang dan sebagainya.

Di dalam mengeksekusi strategi, organisasi sering mengalami kesulitan karena kurang kapabilitas untuk mengelola strategi. Organisasi cenderung memiliki visi dan strategi yang tidak jelas, struktur organisasi yang kurang selaras, perencananan dan proses yang terpisah serta ketidakmampuan menguji dan mengadaptasi kinerja. Untuk mengatasi hal ini diperlukan peran pimpinan untuk menjalankan strategy monitoring dan learning. Strategy monitoring dan learning sendiri merupakan alat yang kritis bagi sebuah organisasi untuk mengetahui kapan strategi atau elemen di dalamnya sudah tidak relevan lagi. Pimpinan mengakomodasi penyelesaian masalah dalam rapat pembahasan strategi. Selain itu rapat tersebut juga harus menjadi forum pengambilan keputusan final, bukan rapat yang menghasilkan kesimpulan “agar dibahas kembali”. Rapat pembahasan strategi ke depan diharapkan berfokus pada isu strategis dan pembelajaran bukan membahas kinerja masa lampau. 

Untuk memastikan keberhasilan strategi, organisasi memerlukan office of strategy management (OSM)/manajer kinerja yang memastikan dan menyokong strategi dari fase pengembangan sampai ke tahap eksekusi. OSM menjalankan fungsi merumuskan strategi, memastikan semua proses terhubung dengan strategi, memfasilitasi perubahan dan pembelajaran strategis, serta mengawal eksekusi dan pengelolaan strategi. Posisi OSM yang terbaik dalam struktur organisasi adalah langsung di bawah top leader atau di bawah sub organisasi tapi memiliki akses langsung ke top leader. Selain itu, menurut The Palladium Group, OSM juga membutuhkan personel dengan kompetensi visioner, resilient tinggi, memiliki kemampuan kepemimpinan yang tinggi, dipercaya top leader, multi-tasking, serba bisa, dapat menjadi pemikir, dapat mengawal keberhasilan eksekusi strategi di periode kritis, bukan diktator, mudah menyesuaikan diri, dan obyektif.

Manajer kinerja juga harus memperhatikan proses cascading dan alignment agar dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan bukan hanya ditentukan oleh bagian tertentu. Semua pihak dalam organisasi harus mengetahui dengan jelas strategi yang telah ditetapkan dan mengetahui sasaran setiap individu yang harus dicapai. Sehingga organisasi dapat berkembang dengan dukungan semua pihak di dalamnya. (mli/johan)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini