Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Tantangan Pengelolaan Aset ke Depan Akan Semakin Kompleks, Menarik dan Menantang
N/a
Kamis, 06 Maret 2014 pukul 08:44:40   |   3165 kali

Jakarta – “Jika kita lihat pengelolaan BMN (Barang Milik Negara-red), belum optimal sepenuhnya karena masih dalam konteks birokrasi sebagai satu pejabat publik yang harus memutus kelolaan BMN. Hal ini berarti belum adanya pemanfaatan aset secara optimal berdasarkan pada aset-aset komersial tetapi pada tanggung jawab hukum sebagai pengelola BMN. Harus ada institusi yang bisa mengelola BMN lebih baik lagi. Institusi itu konon adalah Badan Layanan Umum (BLU),” kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara Hadianto saat membuka Seminar Peraturan Perundangan dengan tema “Aspek Legal dan Pembentukan Peraturan Perundangan dalam Rangka Pendirian Badan Layanan Umum untuk Optimalisasi Pengelolaan Kekayaan Negara yang diselenggarakan Direktorat Hukum dan Humas pada 5 Maret 2014 di Hotel Millenium, Jakarta.

Acara yang berlangsung mulai 5-7 Maret 2014 ini dihadiri oleh  Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Para Direktur, Tenaga Pengkaji, Kepala Kantor Wilayah DJKN Jakarta, Jawa Barat, pejabat eselon III dan IV Kantor Pusat DJKN serta kantor vertikal DJKN di wilayah Jabodetabek, Bandung, dan Banten. Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto menyambut baik seminar ini, karena bukan saja topiknya sesuatu yang baru tetapi juga memang sangat kindly dengan tatanan baru DJKN yang bertugas antara lain mengelola aset negara melalui fungsi aset negara.

Lebih lanjut Hadiyanto menjelaskan bahwa jika melihat tugas dan fungsi dari DJKN selama ini, ada peralihan atau  transformasi dari fungsi aset administratur ke aset manajer. “Perubahan paradigma dari penatausahaan aset negara ke dalam pengelolaan atau menjadi aset manajer memerlukan banyak requirement atau prasyarat yang memungkinkan fungsi aset manajer ini bisa berjalan dengan baik,” tuturnya.

Sebagaimana halnya suatu organisasi, lanjutnya, prasyarat itu sebetulnya dapat dengan mudah dipahami. Prasyarat legal ini menjadi penting karena merupakan landasan suatu kegiatan organisasi. Jika legalnya tidak tepat atau belum memadai maka upaya untuk melaksanakan satu atau dua fungsi yang menjadi tupoksi kita tidak bisa dilaksanakan dengan optimal. Secara institusional, idealnya satu pelaksanaan fungsi itu harus sudah ditetapkan, diberi fungsi secara institusional. “Jadi tidak bisa satu kegiatan tupoksi dikerjakan beramai-ramai sehingga menjadi tidak fokus. Secara institusional harus bisa fokus pada mandat legal tadi,” ungkap Hadiyanto.

Yang ketiga, ia menjelaskan terkait dengan bisnis model. Bisnis model erat kaitannya dengan Standard Operating Procedure (SOP) atau bisnis proses dari institusi yang sudah memiliki basis. Jika tidak punya bisnis model, maka organisasi dalam menjalankan tusi, tata kelolanya akan tidak baik sehingga bisnis proses itu menjadi penting bagi efektifitas tercapainya suatu tujuan organisasi. Keempat, berkaitan dengan kapasitas human capital atau sumber daya manusia (SDM). “Apakah kita punya SDM yang mempunyai kemampuan dan kapasitas dalam melaksanakan tugas atau fungsi tadi karena jika kita sudah punya legal basic, kelembagaannya, bisnis proses akan berjalan dengan baik,” ujarnya.

Yang terakhir, menurutnya, prasarana infrastruktur yang memungkinkan suatu fungsi itu berjalan harus juga memadai karena jika punya perencanaan yang besar, semangat yang besar, SOP-nya juga bagus. Namun, tapi jika tidak punya modal, khususnya untuk BLU ini  tidak bisa mengambil fungsi-fungsi yang harus dijalankan.
“Tantangan pengelolaan aset negara ini dari waktu ke waktu semakin kompleks, semakin menarik dan semakin menantang. Kita harus memastikan bahwa kompleksitas dari dinamika pengelolaan aset di kementerian/lembaga maupun di DJKN, benar-benar menjadi tantangan besar bagi kita,” ujarnya bersemangat. Tantangan ke depan pengelolaan asset akan menjadi tantangan pengelolaan aset milik negara sesungguhnya harus di lihat dalam konteks yang lebih utuh tidak hanya BMN. Jadi, ketika berbicara kekayaan negara, itu berbicara dalam arti yang sangat luas.

Terkait fungsi asset management, menurutnya, sebagian besar fungsi asset management itu sudah dilaksanakan oleh Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi (PKNSI). Direktorat PKNSI menjalankan tugasnya sebagai layanan kepada masyarakat berdasarkan kewajiban hukum sebagai pengelola barang tetapi belum terlalu mendalam mengenai aset-aset fiskal, aspek komersial, aspek finansial maupun dari perspektif aset manajemen.

Ketentuan terkait BLU itu cukup memadai baik di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006. Ia berharap agar BLU yang akan dibentuk harus sesuai dengan tujuan pengelolaan BMN secara optimal. Lebih lanjut Dirjen Kekayaan Negara menjelaskan bahwa BLU ini sebenarnya, di beberapa negara bukan sesuatu yang asing yang dapat diambil benchmark yaitu di Australia, Korea, Singapura, Kanada. “Benchmarking BLU penting agar kita punya referensi best praticise,” pungkasnya.

Dalam seminar ini akan dibahas materi-materi mengenai BLU yang akan disampaikan oleh praktisi maupun akademisi antara lain, Direktur Pembangunan dan Pengembangan Usaha BLU Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno Pardiman, Kepala Devisi Keuangan dan Umum Pusat Investasi Pemerintah Hari Kuncoro, Plt. Direktur Pengelolaan Keuangan BLU Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Djoko Hendratto, dan Pakar Hukum Universitas Indonesia Dr. Dian Puji N Simatupang. (fitri/bend-humas)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini