Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Direktorat Penilaian Lakukan Studi Lapangan Penilaian Hutan Produksi
N/a
Selasa, 25 September 2012 pukul 09:13:43   |   1203 kali

Purwakarta – Direktorat Penilaian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) melakukan studi lapangan/field trip penilaian hutan produksi pada 18-21 September 2012 di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta yang merupakan konsesi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.

Studi lapangan ini dilakukan oleh Tim Direktorat Penilaian yang dipimpin oleh Kepala Seksi Penilaian Sumber Daya Alam I Ahmad Fauzi dengan narasumber praktisi sekaligus dosen Fakultas Kehutanan Intitus Teknologi Bandung (ITB) Ichsan Suwandi dan Sofiatin dan didampingi oleh tim dari KPH Purwakarta. Field trip yang dilaksanakan selama empat hari ini dan dilaksanakan di beberapa lokasi antara lain Kelas Perusahaan (KP) Jati, KP Mahoni, KP Pinus, dan KP Mangrove serta dilakukan sebagai dasar dalam penyusunan buku pedoman penilaian hutan produksi.

Kepala Seksi Penilaian Sumber Daya Alam I Ahmad Fauzi mengatakan studi terhadap empat hutan produksi ini untuk mendapatkan informasi terkait dengan hutan produksi pada KPH Purwakarta antara lain, letak, luas, perincian peruntukan, pembagian kawasan hutan produksi, sebaran kelas perusahaan hutan produksi, dan target produksi. Selain itu, urainya, studi ini juga mencari informasi tentang data umum dan sebaran kelas umur hutan produksi, peredaran atau distribusi hasil produksi serta sistem silvikultur dalam pengelolaan hutan produksi.

      

Praktisi kehutanan dari ITB Ichsan Suwandi mengatakan dipilihnya KPH Purwakarta ini karena KPH Purwakarta merupakan KPH percontohan penelitian bagi akademisi, praktisi bahkan auditor karena lengkap dari segala sisi untuk jenis tanaman. Hari pertama, sebelum ke lokasi tim mendapatkan arahan dari Kepala Seksi Pengelolaan Sumber Daya Hutan (PSDH) KPH Purwakarta Mumuh mengenai wilayah kerja, sebaran KP, dan selayang pandang KPH Purwakarta.  Selanjutnya, tim menuju ke KP Jati, KP Kayu Putih dan KP Mahoni. Untuk KP jati dan Mahoni, Ichsan menjelaskan bahwa jati dan mahoni menggunakan penilaian hasil hutan berupa kayu, sedangkan untuk kayu putih penilaiannya menggunakan hasil hutan non kayu, yakni berupa daun kayu putih yang nantinya disuling dan diproduksi menjadi minyak kayu putih. Hawa udara yang panas dan kering karena musim kemarau di tengah hutan yang gersang tak menyurutkan tim kantor pusat melakukan penilaian. Secara bergantian, tim menghitung jumlah pohon, ketinggian, keliling jarak pohon secara melingkar dalam satu plot. “Kecelakaan kecil” beberapa kali dialami oleh tim dalam melakukan pengukuran dikarenakan banyaknya daun-daun yang jatuh di tanah sehingga licin jika diinjak serta kondisi tanah yang miring.  

      

Hari kedua, tim melakukan studi lapangan ke BKPH Tambakan  untuk melakukan penilaian hasil hutan fokusnya pada hasil hutan non kayu seperti getah pinus, hidrologi, dan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Field trip kedua ini dipandu oleh ahli sosial ekonomi kehutanan ITB Sofiatin. Sofiatin mengatakan tegakan pinus menghasilkan dua output yaitu kayu dan getah sebagai hasil utama yang akan dijadikan bahan campuran cat. Dua output tersebut bisa dihasilkan dalam periode waktu yang sama, sehingga meskipun memiliki keuntungan sosial, ekonomi, dan lingkungan, tetapi dampaknya dapat saling terkendala (trade off). Namun, pada satu sisi di mana produktivitas getah yang tinggi justru dapat mengurangi kualitas dan kuantitas kayu yang dihasilkan karena keduanya merupakan komoditi yang terintegrasi secara vertikal.

      

Mengenai penilaian manfaat hidrologis, ia menjelaskan penilaian hutan produksi pada dasarnya juga menggunakan metode yang sama dengan penilaian manfaat hidrologis untuk konsumsi rumah tangga, pertanian, maupun industri di hutan konservasi, yaitu metode biaya pengadaan sebagai modifikasi dari metode biaya perjalanan. Apabila  air  yang berasal dari hutan dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik misalnya, maka metodenya dapat menggunakan harga substitusi (dengan bahan bakar minyak/solar). Namun, lanjutnya, apabila air  yang berasal dari hutan dimanfaatkan untuk diolah menjadi air mineral dalam kemasan, maka nilai air setara dengan nilai air kemasan tersebut. Untuk manfaat hidrologi ini, tim penilai melakukan wawancara dengan masyarakat di sekitar hutan produksi di Subang.

Hari ketiga, tim akan melakukan penilaian Hutan Mangrove di BKPH Pamanukan yang akan melakukan penilaian wisata alam termasuk di dalamnya penangkaran buaya. Penilaian manfaat wisata alam di hutan produksi pada dasarnya menggunakan metode yang sama dengan penilaian manfaat wisata alam di hutan konservasi yaitu dengan menggunakan Travel Cost Method/metode biaya perjalanan. Sampai berita ini ditulis, studi lapangan masih berlangsung dan rencananya akan selesai di hari keempat dengan mengumpulkan dan menyelesaikan data-data sekunder di KPH Purwakarta. (Bend-Humas)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini