Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Pemerintah Kembali Hadirkan Dua Saksi Ahli dalam Uji Materiil UU Keuangan Negara
N/a
Selasa, 08 Oktober 2013 pukul 15:56:07   |   1291 kali

Jakarta – Pemerintah kembali menghadirkan dua saksi ahli yakni Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra dan Pakar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar untuk bersaksi di persidangan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Permohonan Uji Materiil Nomor 48/PUU-XI/2013 dan Nomor 62/PUU-XI/2013 pada 8 Oktober 2013 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta.

 

Persidangan ini telah dilakukan sebanyak delapan kali dimana pemerintah telah menghadirkan dari berbagai bidang ilmu yang dapat bermanfaat bagi Mahkamah Konstitusi untuk mengambil keputusan atas permohonan uji materiil UU Keuangan Negara yang diajukan oleh para pemohon dari Center for Strategic Studies Univrsity of Indonesia (CSSUI) Universitas Indonesia, Jakarta.

 

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra mengatakan bahwa kekayaan negara harus dikuasai oleh negara karena rakyat memberikan mandat kepada negara untuk mengusasi dan mengelolanya sehingga dapat memberikan kesejahteraak rakyat secara maksimal. “Sesuai dengan paham kesejahteraan, negara memikul konsekuensi untuk mensejahterakan rakyat,” tegasnya.

 

Lebih lanjut, ia mengatakan tujuan pendirian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu konsekuensi logis dari perwujudan tujuan bernegara, yakni untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang berkenaan dengan penguasaan negara dalam cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak sehingga sudah selayaknya jika BUMN tidak hanya difungsikan sebagai unit ekonomi yang melaksanakan fungsi profit semata, akan tetapi diharuskan pula melaksanakan fungsi sosial.

 

BUMN, lanjut Saldi, tidak hanya melaksanakan fungsi komersial tetapi melaksanakan juga fungsi sosial sehingga menjadikan BUMN mempunyai sifat yang khas, dengan mengemban salah satu misi pelayanan kepentingan umum. Oleh karena itu, dirinya menegaskan penguasaan cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dilakukan oleh negara dan hanyalah untuk tujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

 

Di tempat yang sama, Pakar Hukum Pidana UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan kekayaan negara yang dipisahkan dimaknai pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan modal BUMN, yang selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip bisnis korporasi yang sehat dan efisien untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

“Jadi, kekayaan yang dipisahkan pada BUMN adalah dipisahkan dari pencatatan APBN dan dipisah dari sistem pengelolaan APBN.” ujarnya.  Ia juga menegaskan bahwa APBN harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Berdasarkan fakta pengelolaan terhadap pertanggungjawaban penyertaan modal negara yang telah dilaksanakan bahwa pendapatan bagian laba pemerintah dari BUMN disetor ke kas negara sebagai pendapatan APBN dan kekayaan bersih BUMN yang menjadi hak pemerintah harus dicatat sebagai aset negara. Sedangkan pendapatan BUMN tidak dicatat sebagai pendapatan APBN, demikian juga pengeluaran BUMN tidak dicatat sebagai pengeluaran APBN.

 

Sebelumnya, komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan pernyataan tertulis yang dibacakan oleh Biro Hukum KPK. KPK mengatakan bahwa salah satu penggunaan penyertaan modal negara adalah untuk BMN dan ini merupakan kekayaan negara dipisahkan. Secara langsung, ataupun tidak langsung operasional BUMN tetap menggunakan dana dari APBN.

 

BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Apabila BUMN merugi, namun sudah sesuai dengan prinsip good corporate governance, maka hal tersebut bukan termasuk kerugian negara.

 

Kerugian negara yang terjadi, lanjutnya, harus terjadi secara pasti baru dikatakan kerugian negara. Bukti yang bersifat institusional yang menyatakan hal menegani kerugian negara akan lebih meyakinkan daripada yang bersifat personal. Oleh karena itu, KPK berpendapat bahwa BPK berwenang memeriksa keuangan BUMN karena PMN berasal dari APBN. (bend-humas)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini