Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Modernisasi Lelang
N/a
Rabu, 25 September 2013 pukul 12:26:04   |   843 kali

Denpasar – Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) terus mengupayakan modernisasi dalam pelaksanaan lelang guna mendorong lebih banyak masyarakat menggunakan lelang sebagai sarana jual-beli. Modernisasi tersebut dilaksanakan dalam bentuk penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 106/PMK.06/2013 sebagai perubahan atas PMK Nomor 93/PMK.6/2010 tentang Pelaksanaan Lelang.

Terbitnya PMK tersebut dilatarbelakangi empat hal, antara lain adanya beberapa pengaturan untuk mengatasi kendala dalam lelang Hak Tanggungan terkait adanya guguatan pihak lain, modernisasi lelang dengan membuka penawaran tertulis melalui email, tromol pos, dan internet; menjadikan garansi bank sebagai jaminan penawaran lelang; dan upaya optimalisasi pelayanan lelang dengan meniadakan dispensasi tempat pelaksanaan lelang.

Terkait perubahan tersebut, DJKN perlu melakukan sosialisasi agar para pengguna jasa dan para pemangku kepentingan lelang dapat memahami kebijakan terbaru di bidang lelang yang dilakukan di Medan, Bandung, Surabaya, dan Denpasar.

Sosialisasi di Denpasar diadakan di Hotel Grand Inna Sanur pada 19 September 2013. Dalam Sambutannya, Kepala Kanwil DJKN Bali dan Nusa Tenggara Etto Sunaryanto berharap agar pelaksanaan sosialisasi berjalan dengan lancar. Narasumber yang berkesempatan hadir saat itu berasal dari kantor pusat DJKN antara lain Direktur Hukum dan Informasi Tavianto Noegroho, Kepala Subdirektorat Bina Lelang II Ida Novianti dan Kepala Seksi Bantuan Hukum II Sumarsono. 

Salah satu topik hangat yang mengemuka pada sesi tanya jawab ialah isu perlindungan terhadap pembeli lelang. Wayan Laya, seorang peserta dari balai lelang sempat menanyakan perlindungan terhadap pembeli lelang.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Tavianto Noegroho menyampaikan bahwa objek lelang dijual dalam konsisi as is atau apa adanya bersama dengan risiko-risiko yang ada di dalamnya. Ia juga menyampaikan bahwa risiko-risiko ini mestinya telah diketahui dan dipahami sepenuhnya oleh para calon pembeli lelang dalam proses annwizjing. Dengan demikian, setelah ditetapkan sebagai pemenang, maka seorang pembeli menjadi pengemban risiko objek lelang yang telah dimenangkannya dalam pelelangan.

Sebagai tambahan informasi, perlindungan juga dilakukan terhadap debitur yang barangnya akan dilelang dalam lelang eksekusi Hak Tanggungan.Bahwa penentuan nilai limit harus didasarkan pada laporan penilaian penilai independen, apabila diperkirakan obyek lelang memiliki nilai limit yang akan ditetapkan mempunyai nilai minimum sebesar Rp300 juta.

Selain itu, Tavianto juga menekankan pentingnya pembentukan Prosedur Layanan Standar/Standar Operating Procedure (SOP) internal untuk menentukan nilai limit yang nantinya berguna untuk dijadikan sebagai pedoman dalam penentuan nilai limit atas barang-barang milik institusi yang bersangkutan yang akan dilakukan penjualan secara lelang. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi institusi yang bersangkutan, apabila terdapat permasalahan hukum yang timbul di kemudian hari atas pelaksanaan lelang dimaksud.(tj/edit dwi)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini