Komite
IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Rapat Dengar
Pendapat (RDP) dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri di
Gedung DPD RI, Senin (18/09).
Rapat
yang dipimpin oleh Fernando Sinaga, senator dari Provinsi Kalimantan Utara ini,
membahas topik Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Mewakili Kementerian
Keuangan, Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara (PKKN) Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Encep Sudarwan memaparkan
perkembangan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN)/Daerah (BMD) sampai saat
ini.
Encep
mengatakan, nilai BMN pada tahun 2019 mengalami lompatan yang besar. “Pada
tahun 2017 sampai 2019, kami lakukan revaluasi BMN. Kami melakukan inventarisasi
dan penilaian kembali BMN tersebut”, ungkapnya menjelaskan mengapa terjadi
lompatan nilai BMN. Terdapat kenaikan nilai asset tetap berupa tanah dan
bangunan Rp4 ribuan triliun yang awalnya Rp2 ribuan triliun, atau naik
menjadi Rp6 ribuan triliun.
Dalam
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2022 audited yang mendapat opini
Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK, tercatat nilai BMN sebesar Rp6.729,88
triliun di mana nilai BMN berupa tanah mendominasi sebesar Rp4.417,29 triliun.
Hal
yang penting dalam pengelolaan BMN adalah memahami siklus pengelolaan BMN. Encep
mengingatkan, perencananaan adalah tahap yang paling penting dalam siklus pengelolaan
BMN. “Ada istilah kalau kita gagal merencanakan sama dengan merencanakan
kegagalan”, katanya.
Dalam
pengelolaan BMN, lanjutnya, dikenal ada penggunaan dan pemanfaatan BMN. “Penggunaan
BMN itu ditujukan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi pemerintah”,
jelasnya.
“Pemanfaatan
BMN, seandainya ada aset yang idle atau tidak optimum, kitab bisa melakukan
pemanfaatan, sehingga menghasilkan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)”, lanjut
Encep.
Menurut
Encep, keuntungan negara dari pemanfaatan BMN tidak saja hanya berupa PNBP (revenue),
namun juga ada cost efficiency karena tidak ada lagi biaya pemeliharaan,
biaya renovasi, dan sebagainya. “Di luar itu ada economic benefits, ada
penyerapan tenaga kerja, penerimaan pajak, penciptaan lapangan kerja, dan
terciptanya value creation wilayah setempat”, tambahnya.
Pengelolaan
BMN/D saat ini, ungkap Encep, perlu dilakukan perubahan mindset atau
paradigma baru. “Ada istilah Administrator dan Asset Manager”, sebut
Encep.
Dalam
pengelolaan BMN di K/L dan Pemerintah Daerah, sebagai administrator ada program
3T, yaitu tertib administrasi, tertib fisik, dan tertib hukum. “Kalau yang 3T
ini sudah terlaksana dengan baik, kita ingin naik kelas”, harap Encep.
Dengan naik kelas, Encep berharap aset BMN/D dapat digunakan atau dimanfaatkan sebaik mungkin (highest and best use). Dari pemanfaatan tersebut dapat menjadi revenue center yang menghasilkan PNBP dan peningkatan penerimaan pajak lainnya. “Selain itu, ada cost efficiency di mana pemerintah tidak mengeluarkan biaya pemeliharaan dan sebagainya, bahkan gedung-gedung yang dibangun akan menjadi milik negara”, tutup Encep menjelaskan konsep dan apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah melalui DJKN dalam mengelola BMN. (na)