Jakarta
– Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN) berbagi pengalaman mengimplementasikan asuransi Barang
Milik Negara (BMN) kepada ASEAN Natural Disaster Research and Works Sharing
(ANDREWS) di Kantor Pusat DJKN pada Jumat (9/6). Kegiatan ini dihadiri oleh 10
perwakilan negara ASEAN yang tergabung dalam ASEAN insurance Council
(AIC).
Direktur
Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) mengatakan pihaknya sangat mendukung
negara-negara ASEAN dalam mengasuransikan aset publiknya sebagaimana yang
dilakukan Indonesia. Diasuransikannya aset publik di Indonesia didorong oleh
kebutuh Pemerintah dalam melindungi aset publik sedangkan di sisi lain
Pemerintah perlu mengalokasikan keuangan pada penanggulangan pandemi Covid-19.
Lebih
lanjut, Dirjen menjelaskan bahwa pelaksanaan asuransi aset publik di Indonesia dimulai
pada aset Pemerintah Pusat. Keberhasilan implementasi asuransi BMN di Indonesia
merupakan hasil dari dari kerjasama yang baik antara kementerian/lembaga negara,
konsorsium asuransi, dan berbagai pihak lainnya.
“The
data indicates that implementing asset insurance is a complex process. It
requires various strategies, collaborations, and support from multiple parties
such as Line Ministries, Insurance Associations, Public Asset Insurance
Consortium (Konsorsium Asuransi BMN/KABMN), and even other countries. These
collective efforts are essential to ensure the successful implementation of ABMN
as planned,” ujarnya.
Dirjen
berharap, pengalaman Indonesia dalam mengimplementasikan asuransi BMN ini dapat
memberikan inspirasi dalam mengembangkan pelaksanaan asuransi aset publik pada negara-negara
ASEAN.
Pada
kesempatan yang sama, Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara Encep
Sudarwan mengatakan bahwa saat ini Pemerintah sedang dalam proses perencanaan
untuk mengasuransikan aset infrastruktur. Sebagaimana asuransi aset Pemerintah sebelumnya,
asuransi aset infrastruktur juga akan dilakukan melalui konsorsium. Perusahaan
asuransi yang dapat bergabung dalam konsorsium harus memenuhi syarat diantaranya
memiliki ekuitas minimal Rp150 miliar, rasio risk-based capital (RBC)
minimal 120%, dan liquidity ratio minimal 100%. (es/dit)