Jakarta - Tujuan dari pengesahan Rancangan
Undang-Undang (RUU) Penilai adalah untuk memberikan payung hukum terhadap tugas
dan fungsi profesi penilai sebagai bagian dari pelayanan publik dan tata kelola
pemerintahan yang bai. Hal ini disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal kekayaan Negara (DJKN) Jawa Tengan dan DIY Tri Wahyuningsih
Retno Mulyani saat acara Konsultasi Publik RUU tentang Penilai yang
dilaksanakan pada Rabu, (29/3) di aula Gedung Keuangan Negara Semarang II.
“Dengan
penilai yang kompeten, profesional, serta independen tidak hanya berdampak
kepada insan penilai Indonesia namun juga kepada masyarakat di dalam
melaksanakan aktifitas ekonominya,” ujar wanita yang akrab dipanggil Bu Ani ini.
Di
tempat yang sama, Direktur Penilaian DJKN Arik Hariyono dalam pidato
sambutannya menyampaikan tentang bagaimana RUU Penilai ini telah diinisiasi
sejak 13 tahun yang lalu.
“RUU
Penilai sudah kita perjuangkan selama kurang lebih 13 tahun, tentunya satu
rentang waktu yang tidak pendek. Jika hari ini kita hadir disini, ini adalah
satu rangkaian yang diamanahkan dalam undang-undang nomor 13 tahun 2022 terkait
perancangan sebuah undang-undang dimana konsultasi publik menjadi syarat utama,”
ujar Arik.
Ia
berharap jika RUU Penilai ini berhasil diresmikan adalah dapat memaksimalkan
tugas dan fungsi penilai sehingga mampu mengoptimalkan perekonomian terutama
kontribusi terhadap penambahan nilai laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP)
yang signifikan.
“Dalam
neraca yang dibuat oleh BPS (Badan Pusat Statistik-red) disebutkan delapan ribu
triliun, itu baru satu akun kayu saja. Bagaimana dengan kekayaan laut,
bagaimana dengan kekayaan tambang, dsb. LKPP audited kita pada semester satu
kurang lebih 11 ribu sekian triliun. Jadi bisa bayangkan betapa besarnya
potensi yang bisa kita optimalkan dengan disahkannya RUU Penilai ini,” tegasnya.
Sedangkan
Kepala Biro Hukum Pemprov Jawa Tengah Iwanuddin Iskandar selaku perwakilan
Gubernur Jawa Tengah turut menyampaikan harapannya agar hak-hak publik dapat
ditambahkan kedalam RUU Penilai.
“Harapan
kami selaku Pemprov Jateng agar dalam RUU Penilai ini ditambahkan aspek yang
berkaitan dengan hak-hak publik yang harus diakomodir dengan
indikator-indikator yang jelas,” ujarnya dalam menyampaikan pidato Gubernur
Jawa Tengah yang berhalangan hadir.
Menyoroti
dari aspek hubungan profesi penilai dengan kepentingan masyarakat, Kepala Pusat
Perencanaan Hukum Nasional BPHN Constantinus Kristomo menyampaikan pentingnya
ada pengesaan RUU Penilai untuk memberi kepastian hukum akan hal tersebut.
“Profesi
penilai adalah profesi yang banyak bersinggungan dengan kepentingan masyarakat.
Dengan adanya peraturan setingkat undang-undang yang mengatur profesi penilai,
maka penilai maupun masyarakat memperoleh kepastian dan perlindungan hukum,”
jelasnya.
Sedangkan
Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat DJKN Aloysius Yanis Dhaniarto menyampaikan
terdapat setidaknya tiga faktor yang menjadi latar belakang perlu dibentuknya
peraturan setingkat undang-undang yang mengatur tentang profesi penilai.
“Setidaknya
ada tiga hal urgensi kenapa undang-undang tentang penilai ini perlu ada.
Pertama adalah untuk mendukung optimalisasi penerimaan negara, yang kedua
adalah sebagai landasan bagi profesi penilai dalam memonetisasi kekayaan alam
di seluruh indonesia, urgensi yang ketiga yaitu kebutuhan kepastian dan
perlindungan hukum bagi penilai,” terangnya.
Kegiatan
utama konsultasi publik RUU tentang Penilai dipandu oleh Kepala Seksi
Standardisasi Penilaian Bisnis III Direktorat Penilaian, DJKN Darmawan Dwi
Atmoko dengan dua narasumber utama yakni Kepala Subdirektorat Standardisasi
Penilaian Bisnis, Direktorat Penilaian, DJKN Nafiantoro Agus Setiawan dan
Akademisi Universitas Sebelas Maret Dr. Agus Riwanto.
Kegiatan
yang dilaksanakan dalam konsultasi publik RUU tentang Penilai diantaranya
mempublikasikan kepada masyarakat mengenai RUU tentang Penilai dan menampung
masukan dan aspirasi masyarakat atas Rancangan Undang-Undang tentang Penilai
dalam rangka memenuhi partisipasi publik yang bermakna (meaningful
participation) sesuai UU No 12 Tahun 2022.
Kegiatan
konsultasi publik RUU tentang Penilai di Semarang kali ini merupakan konsultasi
publik RUU tentang Penilai ketiga yang dilaksanakan di tahun 2023 setelah
Denpasar dan Medan.