Jakarta – Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi merupakan
salah satu penggerak perekonomian nasional. Sebagai dukungan pemerintah
terhadap perkembangan bisnis indstri
hulu migas, pada akhir tahun 2020, pemerintah menetapkan peraturan menteri
keuangan (PMK) 140/2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Hulu Migas.
Salah satu poin yang diatur di dalamnya yakni reposisi subjek pengelola aset
barang milik negara (BMN) sebagai upaya simplifikasi proses birokrasi pemanfaatan
BMN oleh kontraktor. Hal ini diungkapkan Direktur Piutang Negara dan Kekayaan
Negara Lain-lain (PNKNL), Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Lukman
Efendi saat media briefing secara virtual pada Jumat (29/5).
Selain itu, dalam
proses pengelolaan BMN juga di atur di dalamnya terkait terminasi atau
berakhirnya masa kontrak operator yang menjalankan bisnis hulu migas di suatu
wilayah kerja. Pendataan BMN sebelum berakhirnya kontrak sangat penting, agar
adanya kejelasan aset berganti operator. “Peran BMN ini menjadi penting, karena
operator menjalankan bisnisnya dengan menggunakan BMN, (sehingga –red) awal-awal
harusnya mereka (operator pengganti -red) sudah tau dan biaya-biaya yang harus
mereka keluarkan,“ ujar Lukman.
Saat ini
tercatat jumlah Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) yang melaksanakan bisnis
hulu migas sebanyak 213 kontraktor dengan rincian sebanyak 88 operator dalam
tahap eksplorasi, 99 operator dalam tahap eksploitasi dan 26 lainnya telah
masuk masa terminasi. Pada tahun 2021, terdapat tiga KKKS dalam masa terminasi
yakni Wilayah Kerja Bentu Segat, Rokan, dan Selat Panjang.
“Sebelum
mereka terminasi harusnya datanya (BMN –red) sudah lengkap, semua sudah siap
diserahterimakan dan sudah bisa dihitung berapa BMN yang dibebankan pada
kontraktor yang baru, apakah nanti masuk ke dalam signature bonus, bagian dari
lifting atau jika tidak dalam bentuk uang bisa berupa manfaat ekonomi,”
jelasnya.
KKKS yang
telah terminasi wajib menyerahkan seluruh BMN yang digunakan kepada Pemerintah.
Adapun BMN dimaksud adalah semua barang yang berasal dari pelaksanaan kontrak
kerja sama antara Kontraktor dengan Pemerintah termasuk yang berasal dari
Kontrak Karya/Contract of Work (CoW) dalam pelaksanaan kegiatan usaha
hulu migas.
Lebih lanjut, Lukman menjelaskan terkait prinsip
penyerahan BMN hulu migas dalam rangka terminasi, yakni penyerahan BMN dilakukan
paling lambat 2 tahun sebelum kontrak berakhir, dimulai dari usulan KKKS kepada
SKK Migas/Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), usulan SKK
Migas/BPMA kepada pengguna barang, dan usulan pengguna barang kepada pengelola
barang. Sebelum jangka waktu kontrak berakhir/terminasi, Kontraktor lama harus
memenuhi kewajiban pengelolaan BMN Hulu Migas, antara lain penyelesaian
sertipikasi, IP, tindak lanjut BMN rusak berat/tidak ditemukan, tindak lanjut
pemanfaatan BMN oleh pihak lain.
Selanjutnya, SKK Migas/BPMA dan KESDM bersama-sama
melakukan pemeriksaan administrasi dan fisik BMN yang diserahkan dalam rangka
terminasi. Dalam hal telah terdapat Kontraktor Penerus/Kontraktor Alih Kelola
yang ditunjuk oleh KESDM, Pengguna Barang dapat mengikutsertakan Kontraktor
Alih Kelola dalam pelaksanaan penelitian administrasi dan/atau pemeriksaan
fisik tersebut. Kontraktor Alih Kelola harus memahami seluruh BMN yang
diserahterimakan, termasuk biaya terkait yang harus dikeluarkan. Kewajiban
pengelolaan BMN Hulu Migas yang diserahkan dilanjutkan oleh Kontraktor Alih
Kelola.
Wilayah Kerja Blok
Rokan
Wilayah Kerja Blok Rokan merupakan salah satu wilayah kerja PT Chevron Pacific Indonesia yang akan terminasi/berakhir kontrak kerja samanya pada 8 Agustus 2021. Wilayah kerja Blok Rokan seluas 626.000 Ha tersebut meliputi lima kabupaten yakni Siak, Bengkalis, Rokan Hilir, Rokan Hulu, dan Kampar. Tercatat pada LKPP 2019, BMN hulu migas Blok Rokan sebesar 20% (Rp97,78 triliun) dari total nilai BMN KKKS Nasional, berupa tanah senilai Rp71,74 miliar, harta benda modal senilai Rp96,08 triliun, harta benda inventaris senilai Rp15,94 miliar dan material persediaan senilai Rp1,6 triliun. (er/bas)