Jakarta
– Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN) menyelenggarakan webinar Akuntansi Piutang Negara bertajuk
Dukungan Akuntansi dalam Pengelolaan Piutang Negara dan Crash Program
Keringanan Utang secara virtual. Webinar yang dilaksanakan pada Senin (3/5/21),
dihadiri oleh sekitar 730 peserta yang berasal dari Perkumpulan Jurusita dan
Pemeriksa Piutang Negara (PJPPN), perwakilan Kementerian/Lembaga, internal Kementerian
Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dosen PKN STAN berikut seluruh
civitas akademika. Pembahasan terkait prinsip akuntansi dalam kerangka
ketentuan dasar pada program keringan utang dijelaskan oleh narasumber dari pihak
akademisi yakni Dosen PKN STAN Prayudi Nugroho dan dari pihak praktisi sekaligus
penyusun kebijakan akuntansi pemerintahan pada Direktorat APK-DJPB, Hesti
Pratiwi. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada perwakilan Kementerian/Lembaga
dan seluruh pihak terkait mengenai prinsip-prinsip akuntansi sesuai ketentuan
dalam Standar Akuntansi Pemerintah termasuk transaksi lunas dengan keringanan
dalam konteks Crash Program Keringanan Utang.
“Misalnya jumlah
hutang yang diserahkan oleh K/L dan PPA BUN ke PUPN/KPKNL adalah sebesar Rp11
juta. Dengan adanya PMK 15 maka debitor cukup membayar kurang lebih Rp2 juta
saja. Degan demikian ada keringanan sebesar Rp9 juta. Bagaimana perlakuan
akuntansinya agar pada laporan keuangan piutang tersebut menjadi Rp0 (lunas)? Untuk itulah,
dalam acara ini saya berharap para narasumber bisa memberikan pemahaman yang
komprehensif sehingga seluruh K/L dan BUN mempunyai pemahaman yang sama,” tutur Direktur Jenderal Kekayaan
Negara Rionald Silaban saat membuka webinar.
Pada kesempatan itu, ia
juga mengungkapkan apresiasinya kepada seluruh peserta yang hadir karena telah
turut berkontribusi dalam menyukseskan program keringanan utang. “Terkait
dengan pelaksanaan Crash Program Keringanan Utang sesuai PMK 15, saya telah
mendapatkan informasi yang positif, yaitu telah lebih dari 300 debitor yang
telah mengajukan permohonan keringanan, dan lebih dari 50 persen diantaranya
telah melunasinya. Kita berharap bahwa akan lebih banyak lagi permohonan keringanan
di bulan-bulan mendatang,”
ujar Dirjen.
Crash Program merupakan
program keringanan utang yang disusun berdasarkan amanat pasal 39 Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2020 tentang APBN T.A. 2021. Amanat Undang-Undang tersebut secara
formal telah dilaksanakan dengan diterbitkannya PMK 15 Tahun 2021. Selain merupakan amanat UU APBN, kebijakan Crash Program
Keringanan Utang sesuai PMK 15 juga dilatarbelakngi oleh berbagai faktor,
diantaranya keinginan untuk memperbaiki tata kelola piutang termasuk penurunan
tingkat penyisihan di LKPP, sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap debitor
kecil di era pandemi covid-19, dan turut mendukung program pemulihan
ekonomi nasional (PEN).
Direktur
Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain Lukman Effendi mengatakan bahwa
hanya debitur kecil tertentu yang berhak mendapatkan crash program keringanan
utang, yaitu debitur yang diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) per
tanggal 31 Desember 2020. “Debitur dengan kriteria, pertama, debitur pelaku
UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah –red) dengan pagu sampai dengan Rp5 miliar,
kedua, debitur penerima KPR-RS/RSS (Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah
Sangat Sederhana –red) dengan pagu sampai dengan Rp100 juta, dan ketiga debitor
lainnya dengan sisa kewajiban sampai dengan Rp1 miliar,” ungkap Lukman. (er)