Jakarta
– Sebagaimana dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
(LKPP) Tahun 2019, revaluasi meningkatkan nilai aset secara signifikan mencapai
56,8 persen dari total nilai aset yang mencapai Rp10.467 triliun. Jumlah aset yang
begitu besar ibarat raksasa yang akan mengangkat menuju kesejahteraan yang
lebih tinggi. “Demi sepenuhnya membangunkan potensi raksasa aset negara, kita
harus mengandalkan kepiawaian para pengelolanya atau pawangnya, para manajer
aset,” ujar Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) Isa Rachmatarwata
saat menyampaikan keynote speech pada acara Kemenkeu Corpu
Talk Episode 25 yang digagas atas kerja sama Badan Pendidikan dan Pelatihan
Keuangan (BPPK) dan DJKN dan diselenggarakan secara virtual melalui kanal
youtube BPPK RI pada Kamis (25/02).
Isa menegaskan bahwa
tujuan utama revaluasi itu bukanlah meningkatkan nilai aset, melainkan
bagaimana dengan nilai yang besar, aset tersebut bekerja untuk membantu terjaganya
stabilitas APBN, terutama di masa penuh tekanan seperti saat ini. “Apakah
raksasa itu hanya akan tidur, atau bangun dan bekerja untuk kita, semuanya
kembali kepada kita sendiri!” kata Isa.
Meskipun demikian, Isa
mengakui bahwa membangunkan raksasa besar memang bukan suatu tugas yang mudah.
Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) adalah suatu siklus yang panjang mulai
dari perencanaan kebutuhan, penggunaan dan pemanfaatan, pengamanan,
penatausahaan, hingga pengawasan dan pengendalian. “Seorang manajer aset harus
memastikan pengelolaan aset sudah tertib hukum, tertib administrasi, dan juga
penggunaan dan pemanfaatannya memenuhi kaidah highest and best
use di tiap tahapannya”, jelas Dirjen KN tersebut.
Selama ini, lanjut Isa,
akun aset selalu menjadi penentu opini Laporan Keuangan Pemerintah yang diaudit
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Meskipun LLKPP Tahun 2019 mendapatkan opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK, masih ada sejumlah isu seputar
pengelolaan BMN yang perlu segera dimitigasi. Hal yang sama terjadi dalam
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). “Hasil pemeriksaan LKPD Tahun 2019
juga masih ditandai dengan sejumlah temuan terkait pengelolaan BMD (Barang
Milik Daerah-red),” ujarnya.
Kondisi-kondisi tersebut
yang dikombinasikan dengan meningkatnya nilai BMN/BMD membuat kebutuhan
organisasi akan sumber daya manusia pengelola BMN/BMD yang andal dan
profesional semakin meningkat pula. “Untuk menjawab kebutuhan tersebut,
disusunlah kebijakan pembentukan Jabatan Fungsional Penata Laksana Barang untuk
menjawab tantangan pengelolaan aset yang semakin kompleks,” jelasnya.
Senada dengan yang
disampaikan oleh Dirjen KN, Direktur Barang Milik Negara Encep Sudarwan
menyampaikan tiga alasan pengelolaan aset ini perlu mendapat perhatian.
Pertama, BMN adalah pendukung utama layanan publik/tugas dan fungsi
pemerintahan. Kedua, nilai BMN yang tinggi sehingga perlu diurus dan dikelola
dengan baik. “Dan ketiga, 60% aset dalam neraca adalah BMN sehingga menentukan
sekali opini hasil pemeriksaan,” tegasnya.
Encep berharap dengan
adanya jabatan fungsional penata laksana barang, pengurusan dan pengelolaan BMN
dapat menjadi lebih baik sebagaimana maksud dan tujuan pembentukan jabatan
fungsional. “Kita ingin ada pengembangan karir fungsional ini, pengelolaan BMN
menjadi optimum, orangnya profesional, dan kinerjanya bagus,” pungkas Encep.
(lia-humasDJKN)