Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN), selaku unit eselon I Kementerian Keuangan yang berwenang dalam
penyusunan kebijakan terkait Penyertaan Modal Negara (PMN), optimis bahwa
realisasi PMN di tahun 2020 sesuai dengan target. Direktur Jenderal Kekayaan
Negara Isa Rachmatarwata mengatakan, proses diskusi untuk evaluasi pencairan PMN
sudah selesai, dan tinggal menunggu proses legislasi Peraturan Pemerintah (PP).
"Mudah-mudahan kami bisa menyelesaikannya sebelum akhir Desember dan bisa
direalisasikan," ujarnya dalam bincang media DJKN secara daring, Jumat
(20/11).
Isa menyatakan, hingga awal November, pemerintah telah menggelontorkan
Rp16,950 triliun dari total Rp45,051 triliun PMN ke Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dan lembaga. Angka Rp45,051 triliun tersebut terdiri dari PMN ke BUMN
dan lembaga yang dialokasikan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
2020 awal sejumlah Rp20,981 triliun, serta program Pemulihan Ekonomi Nasional
(PEN) yang ditetapkan mulai pertengahan tahun berjalan sebesar Rp24,070 triliun.
Adapun wujud PMN yang diberikan, lanjut Isa, terbagi secara tunai
Rp41,020 triliun dan nontunai Rp4,031 triliun. “PMN nontunai ini dapat berasal
dari konversi Piutang Negara pada BUMN (RDI/SLA, hutang dividen), Barang Milik Negara
(BMN), dan Bantuan Pemerintah yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS),” paparnya.
Melalui PMN nontunai, ia menjelaskan, pemerintah bermaksud untuk memperbaiki
struktur permodalan dan/atau meningkatkan kapasitas produksi BUMN, mendukung
pelaksanaan penugasan dari pemerintah, serta meningkatkan efektivitas
pengelolaan BMN.
Lebih lanjut, sebagai investasi pemerintah yang tercatat pada Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), setiap penggunaan dana serta tahapan proyek
yang berasal dari PMN senantiasa dimonitor secara saksama dan periodik. Sejak
tahun 2005 sampai dengan 2019, total nilai investasi pemerintah dalam bentuk
PMN secara kumulatif tercatat Rp233 triliun. Nominal ini terdiri dari PMN tunai
Rp215,7 triliun dan nontunai Rp17,3 triliun.
Namun, berbeda dengan investasi pada umumnya, perhitungan untung atau
rugi pada PMN tidak dilakukan dalam jangka pendek, dan tidak selalu secara
finansial. Isa memberi contoh pemberian PMN kepada PT Hutama Karya (Persero) yang
ditugaskan oleh pemerintah secara khusus untuk membangun Tol Lintas Sumatera. “Tol
kalau masih baru itu tidak akan memberikan penerimaan yang memadai untuk
pembangunnya. Tetapi kebutuhan untuk membangun jalan tol di Sumatera akan
menghasilkan manfaat luar biasa, antara lain peningkatan Produk Domestik Bruto
regional, akan menyerap tenaga kerja,” katanya. Ia pun mengungkapkan bahwa
proyek tersebut kini telah menyerap total 45 ribu tenaga kerja.
Oleh karena itu, Isa menegaskan bahwa setiap kebijakan PMN yang disusun,
baik tunai maupun nontunai, telah melalui kajian yang mendalam terhadap
pengaruh atau dampak terhadap hajat hidup masyarakat, eksposur terhadap sistem keuangan, peran calon penerima
investasi, kepemilikan pemerintah, serta total aset BUMN atau lembaga yang
bersangkutan. (nf/eh-humas DJKN)