Jakarta – Media mainstream, kanal informasi
yang cukup menjadi pilihan masyarakat dalam mencari informasi terkini terkait
berbagai kebijakan Pemerintah, termasuk berbagai kebijakan yang dilakukan
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu. Becky Tumewu, fasilitator
dan juga salah satu founder TALKinc berbagi pengalamannya secara daring dalam
menghadapi media kepada para pejabat eselon II di lingkungan DJKN pada Senin
(02/11).
Dirinya
menyebutkan bahwa, dalam menghadapi media, seorang pembicara atau narasumber (spokeperson) perlu mengenal
karakteristik dari media itu sendiri. Hal ini akan memudahkan spokeperson menjawab berbagai pertanyaan
wartawan dengan baik. Umumnya, karakteristik media adalah kritis, mampu membuat
berita dari berbagai angle, serta menyukai berita yang eksklusif dan
sensasional.
Oleh
karena itu, Becky mengatakan bahwa saat menghadapi media, hal yang perlu diperhatikan
adalah tetap tenang, bersikap profesional dan tetap menyampaikan informasi
faktual. Selain itu, apabila informasi yang ditanyakan wartawan belum atau
tidak perlu dipublikasikan, maka spokeperson tidak perlu menyampaikan informasi
tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa dalam memberikan jawaban kepada wartawan, spokeperson harus menguasai informasi,
data dan materi yang dibutuhkan terkait topik yang disampaikan. “Jangan sampai
Anda berbicara tidak berdasarkan data dan fakta,” ujarnya.
Terkait
informasi yang perlu dan tidak untuk dipublikasikan, Becky menambahkan bahwa spokeperson
harus selalu mengasumsikan semua aktifitas komunikasinya selalu direkam oleh
wartawan. “Apabila Anda berasumsi bahwa pembicaraan Anda direkam, Anda akan
sangat berhati-hati dengan apapun itu yang anda sampaikan,” ungkapnya.
Selain
itu, Becky juga memberikan strategi berkomunikasi yang efektif. Menurutnya
komunikasi dikatakan efektif apabila pesan yang disampaikan sama dengan pesan
yang diterima. Sedangkan pesan itu sendiri disebutkannya tidak berdiri sendiri,
melainkan berdampingan dengan kesan. “Kita berkomunikasi dengan tiga hal, yaitu
dengan kata-kata, suara dan visual. Visual di dalamnya ada total look dan body language,”
ujarnya.
Bahasa
tubuh dan penampilan, lanjut Becky, termasuk dalam aspek komunikasi karena dari
kedua hal tersebutlan kesan penyampai pesan terbentuk pada lawan bicara. Oleh karena
itu penting bagi penyampai pesan untuk memperhatikan penampilannya. Penampilan
yang baik dan profesional menunjukkan rasa hormat dan apresiasi pembicara
kepada lawan bicaranya. “Memang penampilan bukan segala-galanya, tapi seringkali
penampilanlah yang membukakan pintu
kesempatan untuk kita,” ungkapnya.
Untuk
mengemas informasi agar pesan tersampaikan dengan baik, rapi, lugas dan jelas, maka
seorang pembicara perlu mempersiapkan struktur pesan, yaitu pembukaan (opening), batang tubuh (isi/content) dan penutup (closing). Adapun proporsi dari ketiga
bagian tersebut yakni 10% opening,
70% content dan 20% closing. “(Apabila) durasi ngomong 10 menit, opening hanya boleh satu menit,” tegas Becky.
Dalam opening, ujarnya, setiap pembicara perlu
menyampaikan empat hal yakni greetings,
introduction, storytelling dan interaction.
Adapun dalam menyampaikan isi (content)
pesan, seorang pembicara perlu memperhatikan flow of mind. Flow of mind
adalah alur berpikir yang bisa dipakai untuk dijadikan alat dalam mengatur atau
menertibkan berbagai gagasan yang akan disampaikan seorang pembicara. Alur
berpikir tersebut terdiri dari pertama menentukan pesan atau topik yang akan
disampaikan, kedua memaparkan informasi terkait topik pembahasan, ketiga
menyampaikan tujuan komunikasi atau pesan kepada audiens. Sedangkan penutup (closing) terdiri dari rangkuman (summary), kesimpulan (recap) dan penekanan pesan (punchline). (humasDJKN)