Jakarta - Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak
wilayah dengan risiko tinggi terhadap bencana alam, diantaranya banjir, cuaca
ekstrim, gempa bumi dan tsunami. Menurut The World Risk Index tahun 2019,
Indonesia berada pada peringkat 37 dari 180 negara paling rentan bencana.
Sampai tanggal 18 Mei 2020, tercatat jumlah kejadian bencana sebanyak 1.296
kejadian dengan dampak kerusakan diantaranya 331 fasilitas pendidikan, 396
fasilitas peribadatan, 32 fasilitas kesehatan, 58 kantor dan 181 jembatan. Hal
ini diungkapkan Direktur Barang Milik Negara (BMN) DJKN Encep Sudarwan saat
talkshow secara daring bertajuk Asuransi Barang Milik Negara sebagai langkah
pengamanan aset negara yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan
Keuangan (BPPK) pada Senin (22/09).
Dalam paparannya,
Direktur BMN menjelaskan bahwa rata-rata kerugian pertahun akibat bencana pada
tahun 2000-2016 adalah Rp22,8 triliun, sedangkan rata-rata dana kontingensi
tahunan pada tahun 2005-2017 sebesar Rp3,1 triliun. Dari data itu terlihat
kesenjangan pembiayaan(financing gap) antara nilai kerugian dan dana
kontingensi sebesar Rp19,75 triliun. “Oleh karena itu, kita mengasuransikan
BMN,” ujarnya. Pengasuransian BMN penting dilakukan untuk mengcover dengan
cepat kerugian akibat bencana alam maupun non alam.
Dalam mengasuransikan
BMN, Encep mengatakan bahwa aset tersebut harus memenuhi ketiga syarat, yakni
tertib administrasi, fisik, dan hukum. Saat ini, pemerintah memfokuskan
pengasuransian BMN pada gedung kantor, fasilitas pendidikan dan fasilitas
kesehatan. Ia mencatat, terhadap ketiga jenis BMN tersebut yang dapat
diasuransikan berjumlah 58.038 unit gedung kantor dengan nilai 128,4 triliun,
5.549 unit bangunan fasilitas kesehatan senilai Rp17,6 triliun dan 38.193 unit
bangunan fasilitas pendidikan senilai Rp41,6 triliun.
Mempertimbangkan
besarnya nilai BMN yang diasuransikan, ujarnya, maka dibuat konsorsium asuransi
BMN yang diinisiasi oleh Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI). Konsorsium
itu beranggotakan 50 perusahaan asuransi umum dan 6 perusahaan reasuransi
dengan kapasitas risiko sebesar Rp1,4 triliun. Adapun penerbit polis asuransi
ini yakni PT Asuransi Jasa Indonesia, sedangkan yang bertindak sebagai
administrator adalah PT Reasuransi Maipark Indonesia. Syarat keanggotaan
konsorsium yakni memiliki modal sendiri minimal Rp150 miliar, Risk Based
Capital (RBC) minimal 120% dan rasio likuiditas minimal 100%.
Lebih lanjut, ia
mengungkapkan bahwa saat ini instansi pemerintah yang telah mengasuransikan BMN
adalah Kementerian Keuangan. Pada saat terjadi bencana banjir tanggal 1 Januari
2020 dan tanggal 23-25 Februari 2020 di Jakarta, Kementerian Keuangan juga
telah mengajukan klaim asuransi terhadap beberapa bangunannya yang terdampak
dengan total klaim masing-masing Rp345,46 juta dan Rp242,89 juta.
Encep juga mengatakan bahwa selanjutnya pemerintah akan memperluas cakupan aset BMN yang dapat diasuransikan oleh instansi pemerintah. “Tidak hanya berupa gedung/bangunan. Next step, kita juga akan mengasuransikan BMN Infrastruktur dan kendaraan,” pungkasnya. (es)