Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Becky Tumewu: Komunikasi Tak Sekedar Kata-Kata
Eka Wahyu Yuliasari
Kamis, 17 September 2020 pukul 11:10:54   |   626 kali

Jakarta - Sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), tentu saja kesan yang diinginkan ketika pertama kali bertemu stakeholders adalah bahwa ASN tersebut merupakan seorang profesional yang dapat dipercaya. Kesan baik inilah yang menjadi pintu awal untuk memiliki komunikasi yang baik dengan stakeholders. Hal tersebut disampaikan oleh Becky Tumewu, seorang fasilitator dan salah satu pendiri Talkinc, dalam acara Webinar Business Etiquette Communication Skill and Understanding Multi Generation Characteristic pada Rabu (16/9). Webinar tersebut merupakan bagian dari rangkaian perayaan Hari Ulang Tahun DJKN ke-14 dan diselenggarakan secara daring melalui video teleconference zoom.us dan ditayangkan secara live melalui kanal Youtube DJKN.

We have to build up relationship first to be able to communicate,” ujar Becky. Dalam komunikasi, menurutnya, ada dua hal yang disampaikan yaitu pesan dan kesan. Penerima informasi cenderung akan bersedia mendengar pesan yang disampaikan apabila ada rasa ketertarikan atas kesan yang diberikan oleh pengirim. Bahkan menurut Becky, kesan ini berpengaruh sebanyak 90% dalam hal cara berkomunikasi. 

“Pesan atau kata-kata sebanyak 10%, sementara kesan terdiri dari suara 20% serta visual yaitu penampilan dan bahasa tubuh sebanyak 70%,” jelasnya. Agar suatu informasi dapat lebih mengena ke audiens, kata-kata tersebut perlu didukung oleh penampilan, ekpresi suara, ekspresi wajah, maupun bahasa tubuh lainnya yang sesuai. Aspek-aspek dasar komunikasi inilah yang harus dipahami oleh pegawai DJKN sebelum menerapkannya ke dalam etiket bisnis di pekerjaannya.

Bagi institusi seperti DJKN, etiket bisnis adalah cara atau bagaimana perilaku pegawai dalam menjalin hubungan yang baik dengan organisasi, atasan, rekan kerja, ataupun stakeholders lainnya. Di dalam etiket bisnis tersebut, menurut presenter TV ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan. “Pertama adalah manners atau perilaku baik yang mencerminkan sikap positif. Kedua adalah respects atau menghargai pihak-pihak yang ada. Ketiga adalah courtesy atau mengikuti aturan yang ada sehingga mengutamakan kesopanan dalam hubungan bisnis,” terangnya. 

Mengikuti perkembangan kondisi saat ini, dirinya juga menyampaikan tantangan komunikasi berupa kesenjangan generasi yang menjadi masalah baru di dunia kerja. “Dalam dunia kerja kita saat ini ada empat angkatan generasi sekaligus yaitu Baby Boomer, Gen X, Milenial atau Gen Y, dan Gen Z. Dan dari keempat generasi tersebut menanganinya pun harus dengan cara berbeda,” ungkapnya. Kesenjangan tersebut berakar dari perbedaan karakter, pola pikir, dan cara pandang yang disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya adalah perubahan jaman dan perkembangan teknologi. Terakhir, dirinya mengungkap sebuah qoute yang menarik terkait dengan profesionalisme yakni, professional is not a label you give yourself. It’s e description you hope others will apply to you.

Sebelumnya, hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Ditjen Kekayaan Negara Dedy Syarif Usman saat membuka acara webinar yang diikuti lebih dari 750 peserta ini. Cara pegawai dalam bertindak atau berinteraksi menjadi semakin penting ketika DJKN dihadapkan pada fakta bahwa terhitung pada bulan Agustus 2020, jumlah pegawai DJKN mencapai 4.045 pegawai dan terdiri dari generasi yang sangat beragam. 

“Ini tidak mudah, mungkin kita (atasan-red) bermaksud baik, atau sebaliknya bawahan bermaksud baik. Namun karena komunikasi yang kurang pas, kadang-kadang menimbulkan misunderstanding,” kata Dedy. Gaya komunikasi boomer, lanjutnya, cenderung lebih kaku dan formal. Sebaliknya, pegawai gen Z terbiasa dengan cara komunikasi yang kasual, informal, dan santai. Diversitas generasi ini akan menjadi penghalang di kemudian hari apabila tidak dikelola dengan baik oleh organisasi. Diperlukan satu etiket bisnis untuk mempertemukan dan menyamakan interaksi antar generasi tersebut. 

Merespons hal tersebut, Becky berpendapat bahwa untuk membangun hubungan yang harmonis dibutuhkan upaya bersama belajar mengenali generasi apa yang sedang dihadapi, seperti apa generasi ini, dan bagaimana membangun komunikasi antar generasi yang berbeda-beda. Kuncinya adalah adanya respek dan empati. 

Let’s build the bridge, dari senior pada para junior, demikian juga sebaliknya. Jangan baper,” sarannya.  Generasi junior cenderung kurang suka mendengar cerita yang panjang apalagi yang tidak menarik bagi mereka. Generasi senior bisa berempati mencoba mengerti hal tersebut dengan memberikan arahan yang singkat, padat, dan jelas. 

Sebaliknya, aktris yang juga penyanyi ini menyarankan untuk generasi junior agar mereka lebih sering memberikan salam untuk menghormati generasi senior. Untuk mengimbangi para senior yang suka bicara panjang dan ingin tahu perkembangan pekerjaan, generasi junior juga perlu belajar menjadi active listener dan lebih sering berkonsultasi dengan para senior. 

“Selayaknya interaksi, kedua belah pihak harus bersedia mengubah sikap,” tegas Becky. Ia berharap komunikasi yang baik lintas generasi ini tidak hanya dalam hal interaksi sebagai sesama manusia saja. Dalam skema yang lebih besar, diharapkan juga penerapannya dalam etiket bisnis di berbagai level lingkungan profesional sebagai ASN guna mencapai tujuan yang lebih tinggi, yakni tujuan Kementerian Keuangan. (lia/humas DJKN)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini