Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Waspada Dampak COVID-19, Pemerintah Antisipasi Alokasi Anggaran hingga 2022
Esti Retnowati
Kamis, 23 April 2020 pukul 16:56:22   |   1556 kali

Jakarta - Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan bahwa penangangan dampak Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) tidak dipandang oleh pemerintah sebagai suatu antisipasi jangka pendek, melainkan sebagai sesuatu yang dapat dilanjutkan hingga tahun 2022. “Ini (COVID-19.red) bukan hal yang biasa, ini betul-betul extraordinary. Penanganan ini bukan hanya kita arahkan ke 2020, tetapi juga 2021, dan kemungkinan bisa ke 2022,” kata Askolani dalam acara livestreaming Bincang Pagi Kementerian Keuangan dengan tema “Strategi APBN di Tengah Bencana COVID19 dan Risiko Resesi Ekonomi Global” pada Selasa (21/4).

Menurut Askolani, kunci dari penanganan dampak pandemi COVID-19 di Indonesia terletak pada penguatan sektor kesehatan dan pembatasan penyebaran. Oleh karena itu, dalam penyusunan RAPBN 2021 yang akan disampaikan pemerintah ke DPR pada bulan Mei mendatang, penanganan COVID-19 diproyeksikan secara jangka panjang dalam bentuk kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal melalui reformasi di bidang kesehatan, pendidikan, dan social safety net atau jaring pengaman sosial. 

Penanganan COVID-19 secara jangka panjang ini, papar Askolani, juga dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020. Pada Perppu ini, target defisit APBN 2020 terhadap Penerimaan Domestik Bruto (PDB) dinaikkan menjadi 5,07% untuk memberikan ruang bagi tambahan belanja atau pembiayaan terkait penanganan dampak COVID-19 di masyarakat dan dunia usaha. Angka ini diharapkan untuk dapat dikendalikan secara bertahap hingga kembali ke level 3% pada tahun 2023.

Ekonom senior dan mantan Menteri Keuangan Chatib Basri yang turut menjadi narasumber pada acara tersebut, menyampaikan dukungannya terhadap langkah antisipasi jangka panjang yang diambil pemerintah demi mempertahankan fokus pada bidang kesehatan, bantuan sosial, dan keberlanjutan aktivitas usaha. Ia menilai, salah satu opsi yang dapat dilakukan adalah pengalihan anggaran yang eksekusinya dapat ditunda. “Direktorat Jenderal Anggaran bersama eselon I lain di Kemenkeu harus melakukan realokasi anggaran. Misal belanja modal fisik, dapat ditunda. Tapi, ini butuh komitmen dari kementerian/lembaga,”ujarnya. 

Selain itu, Chatib juga menyatakan bahwa kebijakan yang diambil pemerintah saat ini berbeda dengan krisis keuangan global pada tahun 2008. Kini, Indonesia dan dunia mengalami kombinasi dari demand dan supply shock. “Kalau kebijakan fiskal tradisional yang diterapkan, yang terjadi output dan harga-harga akan naik karena mendorong permintaan di saat produksi turun. Risikonya inflasi akan naik,” pungkasnya. (nf/humas djkn)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini