Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Obligor BLBI Masih 'Licin'
N/a
Senin, 25 Januari 2010 pukul 08:01:13   |   868 kali

Jakarta (detikFinance Sabtu, 23/01/2010 15:50 WIB) - Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sudah terjadi lebih dari 10 tahun, namun sampai saat ini penyelesaian utang-utang BLBI yang jumlahnya triliunan rupiah masih juga belum rampung.

Bahkan sampai saat ini banyak obligor-obligor BLBI yang melenggang di luar negeri tanpa memperdulikan kewajibannya untuk membayar utang tersebut.

Kepala Biro Humas Kementerian Keuangan Harry Z. Soeratin menjelaskan di awal 2009 lalu, Kementerian Keuangan telah memanggil 7 obligor BLBI yang terbukti berutang kepada negara. Namun sampai awal 2010 ini masih banyak kendala yang dihadapi untuk penyelesaian seluruh kewajiban obligor BLBI.

Saat itu, para obligor tersebut diminta menandatangani Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (PKPS BLBI) terkait total nilai aset sitaan mereka yang hanya senilai Rp 170 miliar atau 7,4 % dari total tagihan utang mereka Rp 2,297 triliun.

Selain tujuh obligor yang penyelesaian utangnya menggunakan APU (Akta Pengakuan Utang) tersebut, diketahui ada dua obligor besar yang penyelesaian utangnya melalui MRNIA (Master of Refinancing and Note Issuance Agreement ), dari kewajiban utang sebesar Rp 11 Trilliun di mana sampai saat ini telah diselesaikan sebesar 0,78 % atau sebesar Rp 86 Miliar. Guna menutup seluruh kewajiban kedua obligor tersebut, sisa aset yang ada akan segera dilelang.

"Sampai awal tahun 2010, ada beberapa kendala dalam penyelesaian seluruh kewajiban obligor. Pertama, belum semua aset obligor dapat diselesaikan proses asset settlement -nya," ujar Harry dalam siaran pers yang dikutip detikFinance , Sabtu (23/1/2010).

Kendala kedua, lelang atas aset-aset para obligor telah dilaksanakan, namun tidak ada yang meminati aset-aset tersebut. Jika tidak ada peminat, tentu lelang dikatakan gagal dan PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara) tidak dapat memperoleh hasil lelangnya guna melunasi kewajiban obligor.

Kemudian kendala terakhir, adanya obligor yang non kooperatif dalam memenuhi kewajibannya sehingga menghambat proses asset settlement dan lelang. Tapi paling tidak, meskipun lelang terhambat atau hasil aset yang dilelang tidak mencukupi pelunasan kewajiban, beberapa obligor masih mempunyai sisa jaminan obligor yang ke depannya dapat dilelang.

Harry mengatakan, ke depan pemerintah akan melakukan langkah-langkah trengginas guna menyelesaikan kasus BLBI ini. Pemerintah akan konsisten dalam menyelesaikan kasus BLBI melalui Tim Bersama (terdiri atas Kepolisian, Kementerian Keuangan dan Jaksa Agung), terutama dalam mengejar para obligor yang non koperatif untuk segera memenuhi kewajibannya.

Kedua, Pemerintah akan terus mengusut adanya selisih biaya penyehatan perbankan versi data yang disampaikan Kementerian Keuangan dengan data dari BI untuk program BLBI sebesar Rp 3,2 trilliun. Ketiga, Pemerintah juga akan memberikan penjelasan yang lengkap mengenai perbedaan data tingkat pengembalian aset dari obligor PKPS (Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham) versi Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)  dengan versi BPK.

Guna memastikan proses penyelesaian BLBI, selain melaksanakan langkah-langkah di atas Pemerintah juga akan memperkuat instrumen hukum Paksa Badan agar dapat mendukung  pengejaran obligor non kooperatif.

"Pemerintah akan senantiasa berkomimen dalam penegakan hukum kasus BLBI dan KLBI, termasuk kasus yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (baik melalui putusan pengadilan, Inpres mengenai Surat Keterangan Lunas, ataupun mekanisme release and discharge ) yang sepatutnya dihormati demi menjunjung asas kepastian hukum," tutup Harry.

Wahyu Daniel (dnl/dnl)

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini