Yogyakarta
- Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) menggelar workshop Metode
Penggalian Potensi Fiskal Sumber Daya Alam (SDA) di Aula Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta, Kamis (15/8). Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada (FEB-UGM) Eko Suwardi mengatakan LKPP
yang disusun saat ini, belum mencantumkan nilai terkait dengan SDA. Salah satu
penyebabnya adalah dalam Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) prinsip dasar
pengungkapan pada laporan keuangan adalah objectivity, measurable
(terukur), veriable (terverifikasi), reliable (handal), sehingga
untuk dapat mencantumkan nilai SDA tersebut, memerlukan upaya cukup besar.
“Namun bukan tidak mungkin, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, hal yang sebelumnya sulit akan menjadi lebih mudah,” ujarnya.
Selanjutnya,
Eko memaparkan bahwa jika ditinjau dari urgensinya, penyusunan neraca SDA
merupakan langkah yang sangat penting untuk ditempuh, sebagaimana yang telah
dilakukan negara-negara lain di dunia seperti Kanada, Perancis, dan Norwegia
yang bahkan telah merintis hal tersebut sejak tahun 1970. “Satu hal yang harus
diperhatikan dalam penyusunan neraca SDA adalah kesamaan pemahaman dan persepsi
antara Pemerintah, Stakeholder, dan Auditor (BPK),” pungkasnya.
Terkait
pencantuman nilai SDA ini, Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara
Lain-lain (PNKNL) Dodi Iskandar menyampaikan bahwa hal ini merupakan amanat
dari Badan Pemeriksa Keuangan-Republik Indonesia (BPK-RI) berdasarkan hasil review
pelaksanaan transparansi fiskal tahun 2018. Hasil review tersebut
menyebutkan bahwa pemerintah perlu mencantumkan perkiraan tahunan volume dan
nilai aset Sumber Daya Alam (SDA), volume dan nilai penjualan tahun sebelumnya,
serta pendapatan fiskal dari pengelolaan SDA dalam Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP).
Lebih
lanjut Dodi menjelaskan bahwa hal tersebut sejalan dengan ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan
Hidup, bahwa terkait penyusunan neraca SDA dilaksanakan oleh instansi yang
memiliki tugas pemerintahan di bidang statistik yaitu Badan Pusat Statistik
(BPS), dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan instansi yang memiliki tugas
pemerintahan di bidang keuangan yaitu Kementerian Keuangan.
Dalam
hal penyusunan neraca SDA ini, Direktur Neraca Produksi BPS Setianto
menyampaikan terkait ‘Capaian Implementasi SEAA dalam SISNERLING Indonesia’. Ia
mengatakan bahwa Sistem Neraca Lingkungan-Ekonomi Indonesia (SISNERLING) merupakan
salah satu publikasi BPS yang disusun untuk memberikan gambaran mengenai
ketersediaan dan peranan sumber daya alam dalam aktivitas-aktivitas ekonomi. SISNERLING
yang dikembangkan oleh BPS sejak tahun 1990 telah merujuk pada panduan
internasional yaitu System of Environtmental-Economic Accounting (SEAA).
Dalam panduan tersebut Neraca SDA dan Lingkungan Hidup terdiri atas empat unsur
yaitu Neraca Aset, Neraca Arus, Neraca Aktivitas Lingkungan, dan Neraca
Ekosistem.
Pada
workshop itu, Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada
Masyarakat, Kerja Sama, dan Alumni Amirullah Setya Hardi dan dosen Fakultas
Ekonomi Bisnis Evi Noor Afifah juga menyampaikan materi terkait ‘Penyempurnaan
Modul Analisis Potensi Pengeluaran Negara dari Sektor SDA’. Topik yang
disampaikan berkaitan erat dengan pengukuran potensi penerimaan dan pengeluaran
negara dari sektor SDA.
Workshop ini
diikuti oleh 20 peserta dari lingkungan Kementerian Keuangan, yakni Direktorat
PNKNL, Direktorat Penilaian, Tenaga Pengkaji Restrukturisasi Privatisasi dan
Efektivitas KND, KPKNL Yogyakarta, dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Dengan
dilaksanakannya kegiatan ini, diharapkan penyusunan neraca SDA akan terlaksana
dengan baik. (soni/ferdi)