Purwokerto – Dalam
mengawal digitalisasi proses bisnis dan budaya organisasi, Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN) terus berupaya meningkatkan integritas dan
profesionalisme jajarannya. Hal ini dilakukan salah satunya melalui diskusi mengenai
integritas antara para peserta Rakernas DJKN 2019 dengan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) pada Kamis (25/7) di Purwokerto.
Dalam paparannya, Direktur
Gratifikasi KPK Syarief Hidayat menyampaikan bahwa Corruption Perceptions
Index (CPI) Negara Indonesia untuk tahun 2018 adalah 38 (dari nilai
maksimal 100), sementara target yang ditetapkan KPK adalah sebesar 45. Sebagai
informasi, CPI yang diraih oleh beberapa negara Asia Tenggara lain telah jauh
melampaui CPI Indonesia. Syarief mencontohkan Malaysia yang memperoleh CPI 47,
Brunei Darusalam memperoleh CPI 62, dan Singapura yang mencapai 85.
“Kita cuma diberikan angka 38. Penyumbang
(nilai) terkecil adalah penegakan hukum yang nilainya 20, dan penerapan
demokrasi yang nilainya 30”, terang Syarief.
Syarief juga mengungkapkan
beberapa hal yang diusulkan KPK untuk mendukung pemberantasan korupsi seperti mengusulkan
peningkatan alokasi anggaran pemerintah untuk partai politik, dan pembatasan
transaksi tunai. Selain itu, lanjut Syarief, KPK juga banyak membidik laporan
harta kekayaan yang disampaikan oleh pejabat negara dan daerah.
Merangkum materi yang disampaikan
Syarief, moderator diskusi, Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
Gorontalo Diana Setiastanti menekankan bahwa aparat negara harus menghilangkan
kebiasaan-kebiasaan yang memicu tindak korupsi seperti mahar politik dan
akrobatik anggaran. Selain itu, aparat negara juga dituntut untuk paham mengenai
gratifikasi dan suap. “Kita harus mencoba menanamkan pada diri kita bahwa
sebagai ASN, kita selalu diawasi, diantaranya melalui Laporan Harta Kekayaan PPATK
dan LHKPN,” pungkas Diana. (mel/son/anggit/brilly)