Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Pemerintah Tagih Piutang Rp55 Triliun
N/a
Jum'at, 07 Mei 2010 pukul 15:35:51   |   644 kali

Jakarta (detikFinance Jumat, 07/05/2010 09:57 WIB) - Pemerintah memperhitungkan adanya potensi penerimaan negara sekitar Rp 55 triliun yang berasal dari penagihan piutang negara. Piutang terbesar dibukukan oleh sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pengelolaan aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara pelantikan pejabat eselon II DJKN di Gedung Kementerian Keuangan, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Kamis (6/5/2010) petang.
 
"Sekarang ini negara memiliki Rp55 triliun piutang negara yang bisa kita tagihkan. Kalau DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) bisa lebih efektif dan efisien, maka kita bisa collect  sebagai penerimaan negara dan masuk dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat( LKPP)," ungkapnya.

Untuk itu, Sri Mulyani meminta kinerja penagihan piutang negara dan pelelangan aset eks BPPN dilakukan secara efisien dan hati-hati serta tepat dalam memahami risiko operasional. Hal ini disebabkan sektor tersebut rentan akan terjadinya kejahatan pidana berupa kolusi dan korupsi antara aparat penagih dengan peserta lelang.

"Kegiatan ini bahkan bisa memunculkan kejahatan atau pidana. Ini kritis, bisa memunculkan kolusi antara aparat dengan peserta lelang. Jadi mohon jadikan ini indikator. Tolong tidak koruptif dan bersih," tegasnya.

Terkait kinerja Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Sri Mulyani menyinggung masalah inventarisasi dan penilaian (IP) barang milik negara (BMN). Idealnya, IP BMN sudah tuntas dilakukan pada akhir Maret 2010, tetapi hingga Mei DJKN belum bisa menuntaskannya.

"Sekarang sudah Mei ya? Saya sengaja menanyakan supaya Pak Dirjen (Kekayaan Negara Hadiyanto) tahu kalau sekarang sudah Mei. Kalau seluruh aset BMN sudah diinventarisasi dan dibukukan pada hari ini, maka neraca RI akan semakin baik. Aset kita melonjak sangat tinggi," sindirnya.

Sindiran itu rupanya ditanggapi Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto sebagai tantangan. Dia menyatakan saat ini tinggal 3 kementerian/lembaga (K/L) yang belum menyelesaikan IP asetnya, yakni Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Keuangan.

"Kementerian Keuangan tinggal 0,3% lagi. Itu karena persoalan dokumentasi dan segala macam. Kemudian Kementerian Pertahanan, itu agak banyak ya baru 78%. Tapi itu karena SIMAK (Sistem Manajemen Akutansi) BMN yang sedikit berbeda," ujarnya.

Sedangkan menanggapi piutang negara Rp 55 triliun tersebut, Hadiyanto menjelaskan jumlah tersebut merupakan outstanding (total) piutang yang berasal dari penyerahan piutang BUMN dan pengelolaan aset milik obligor eks Bank Dalam Likuidasi (BDL) BPPN.

"Sekarang berapa besar kita bisa recover? Itu tergantung pada kualitas aset yang jadi jaminan atau underlying asset (aset dasar penjaminan) dari piutang itu. Jadi misalnya ada satu obligor punya utang sebesar hampir Rp 1 triliun, underlying asetnya belum tentu sebesar itu. Bisa jadi lebih kecil," ujarnya.

Untuk tahun ini, lanjut Hadiyanto, target penagihan piutang negara mencapai Rp350 triliun. Penagihan terbesar berasal dari piutang BUMN.

Berdasarkan data dari situs DJKN, total aset negara per 20 April sebesar Rp706,22 triliun atau mengalami koreksi Rp383,68 triliun dari posisi awal pada 2007 sebesar Rp322,54 triliun. Sementara total piutang negara per 31 Maret mencapai Rp62,18 triliun yang terdiri dari piutang perbankan Rp33% atau Rp25,5 triliun dan piutang non-perbankan 67% atau Rp41,68 triliun.


Ramdhania El Hida (nia/qom)

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini