Depok – Saat ini Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN) sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelelangan untuk
mengganti Vendu Reglement dengan memperluas ruanglingkup lelang dan menyesuaikan
kondisi-kondisi terkini. RUU ini, ke depan selain mengatur lelang penjualan
juga akan mengatur lelang pembelian. “Dalam hal RUU Pelelangan yang mengatur
lelang penjualan dan lelang pembelian, maka sesuai konseptual harus
memperhatikan tiga hal penting guna menghindari konflik,” papar Ahli Hukum
Keuangan Publik Universitas Indonesia Dr. Dian
Puji Nugraha Simatupang, S.H., M.H saat menyampaikan
pandangan hukumnya dalam Uji Publik RUU Pelelangan pada Rabu, (27/3) di Balai Sidang
Djokosotono Fakultas Hukum UI, Depok Jawa Barat.
Tiga hal pokok yang perlu diperhatikan, lanjutnya, meliputi
pertama pengaturan wewenang, kedua pengaturan syarat & prosedur dan
terakhir pengaturan norma subtansi. Dian Puji Nugraha menjelaskan pengaturan
wewenang agar ditelaah secara vertikal maupun horisontal peraturan
perundang-undangan yang mengatur wewenang publik dalam lelang penjualan dan
pembelian, badan/pejabat mana yang mempunyai wewenang publik mengatur dan
menetapkan serta badan privat yang berhak melakukan lelang dengan tujuan
tertentu.
Sedangkan terkait pengaturan syarat dan prosedur, ia
mengatakan harus ditelusuri kepastian dalam penentuan syarat dan prosedur
lelang baik yang diselenggarakan badan/pejabat publik maupun badan perdata yang
melaksanakan lelang.
”Ini diatur dalam format apa, dan dengan mendasarkan pada
ketentuan mana, dalam hal terjadi pelanggaran/penyimpangan ketentuan sanksi
diatur berpedoman pada apa?,” ujarnya. Ia juga menyampaikan hal pokok ketiga yakni
pengaturan norma subtansi. Ini berkaitan dengan objek lelang apa saja baik yang
diselenggarakan badan/pejabat publik atau badan perdata.
Ketua Bidang Studi Hukum Administasi Negara FH UI ini
mengusulkan dalam RUU ini agar Menteri Keuangan berperan sebagai pemegang
pengelolaan pelelangan seperti Menkeu sebagai pengelola Barang Milik Negara
(BMN). “Jadi, nantinya PMK (Peraturan Menteri Keuangan-red) dapat mengatur kementerian/lembaga
maupun instansi lain yang berkaitan dengan pelelangan,” urainya.
Di tempat yang sama, Ahli Hukum Telematika FH UI Dr Edmon
Makarim S.Kom, SH, LLM mengatakan ketika lelang dilaksanakan secara elektronik,
maka diperlukan kejelasan bagaimana proses menyeluruh dari lelang mulai dari penentuan
pemenang lelang, risalah lelang sebagai akte autentik, serta perlindungan dan
keamanan yang dapat diatur dalam lelang yang dilaksanakan secara elektronik.
“Kesiapan untuk Industry 4.0 dan Society 5.0 secara teknis
membutuhkan kepastian keamanan informasi untuk memastikan informasi yang
autentik sehingga sistem elektronik dapat mengolah informasi tersebut
sebagaimana mestinya,” ujarnya.
Selain itu, Dosen Inti Penelitian Cyber Law FH UI ini juga menekankan bahwa sistem lelang secara
elektronik harus memenuhi syarat akuntabilitas sistem elektronik dan merupakan
tanggung jawab hukum penyelenggara serta memerlukan e-sign dengan sertifikat dari CA/CSP yang berinduk kepada Government Root CA. “Menuju Industry 4.0
dan Society 5.0 tidak berarti melupakan kewaspadaan terhadap amanat konstitusi
untuk menjaga kedaulatan negara termasuk melindungi semua data strategis dalam
lelang,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Lelang Lukman Effendi memaparkan draft
naskah RUU Pelelangan mulai dari definisi lelang, fakta terkait sejarah dan
ketentuan lelang, latar belakang RUU Lelang, jenis-jenis lelang serta perluasan
objek lelang. Selain itu, Ia juga menjelaskan mengenai institusi regulator,
operator lelang, bagaimana perlindungan hukumnya, akta lelang, organisasi
profesi lelang serta sanksi pelanggaran lelang.
Uji Publik ini dihadiri oleh Dekan FH UI, Kepala Kanwil
DJKN DKI Jakarta, Kepala Kanwil DJKN Banten, Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL) wilayah Jakarta, Kepala KPKNL Tangerang I dan II, Bogor, dan
Serang serta diikuti oleh civitas akademika FH UI dengan moderator Diki Zainal Abidin. (Bnz/uun-Humas DJKN)