Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN) menjelaskan manfaat optimalisasi aset bagi negara dalam acara Economic
Callenges yang ditayangkan di Metro TV pada Selasa (20/11). Adapun yang
bertindak sebagai pembicara untuk menjelaskan kegiatan optimalisasi aset negara
di Indonesia adalah Direktur Jenderal kekayaan Negara (Dirjen KN) Isa
Rachmatarwata yang memberikan penjelasannya melalui rekaman video serta Direktur
Utama Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Rahayu Puspasari yang hadir langsung
dalam acara.
Mengawali diskusi, pembawa acara
menjelaskan bahwa besarnya aset negara diyakini dapat menjadi harapan baru bagi
perekonomian. Revaluasi nilai barang milik negara (BMN) diperkirakan mencapai
Rp8.000 triliun rupiah ini berpotensi menjadi alternative pembiayaan
pembangunan ditengah terbatasnya ruang fiskal, bahkan berpotensi menjadi sumber
penerimaan baru bagi negara.
Terkait hal tersebut, Direktur Jenderal
Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata melalui tayangan wawancaranya menjelaskan
bahwa aset negara dalam hal ini BMN diperoleh/diadakan adalah untuk digunakan
dalam kegiatan operasional pemerintahan atau untuk pelayanan kepada masyarakat.
“Dalam hal berlebih, aset ini juga bisa menjadi
sumber penerimaan negara karena bisa disewakan, bisa dikerjasamakan, bisa
digunakan untuk infrastruktur yang tentu memberikan penerimaan – penerimaan baru
kepada negara,” ujarnya.
Lebih lanjut, dalam diskusi yang juga dihadiri
Direktur Utama Waskita Realty Tukijo, Guru Besar Universitas Indonesia (UI)
Rhenald Khasali, serta Direktur Eksekutif Center
for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, Dirjen KN
menambahkan bahwa dalam hal pembiayaan, aset dapat digunakan sebagai underlying Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN). “Dalam hal belanja pun, aset bisa menghasilkan penghematan jika
dimanfaatkan secara optimal,” tambahnya.
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Direktur
Utama LMAN saat ditanya mengenai kesulitan dalam melakukan pemanfaatan BMN. “Kita
perlu ada dalam pemahaman yang sama bahwa sebenarnya aset negara secara nature pertama kali diadakan untuk
mendukung operasional pemerintah. Itu yang disebut mandatory function,” ungkap wanita yang akrab disapa Puspa ini.
Puspa kemudian menjelaskan bahwa seiring
berjalannya waktu, aset pemerintah mengalami perubahan jumlah dan kemudian
muncul surplus aset sehingga aset menjadi under
utilize atau idle. “Kita bicara (optimalisasi
-red) hanya pada aset – aset yang surplus, yang jika dibiarkan akan banyak opportunity yang hilang baik secara finansial
maupun sosial ,” ucapnya.
Puspa menambahkan bahwa untuk melakukan
optimalisasi aset khususnya aset properti yang dikelola oleh LMAN, dibutuhkan keahlian
di bidang properti dimana hal tersebut bukan merupakan keahlian aparatur negara
pada umumnya. Selain itu regulasi di yang ada tidak cukup cepat mengikuti dinamika
yang ada di dunia properti.
Terkait hal tersebut, Guru Besar UI
Rhenald Kasali memberikan pandangannya bahwa untuk melakukan optimalisasi aset
negara diperlukan organisasi besar yang berbasiskan tehnologi. “Saran saya,
LMAN membentuk suatu platform yang mempertemukan antara mereka yang membutuhkan
(aset -red) dengan kita yang mempunyai (aset -red),” ungkapnya.
Selanjutnya, dalam memberikan gambaran optimalisasi
aset di BUMN, Direktur Utama Waskita Karya Realty Tukijo menjelaskan bahwa Waskita
Karya Realty merupakan anak perusahaan PT. Waskita Karya yang kegiatan
bisnisnya melakukan optimalisasi aset – aset milik perusahaan dibawah holding
PT. Waskita Karya maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang lain. Adapun total
aset yang dikelola hingga saat ini mencapai Rp2,3 triliun dalam bentuk tanah dan
bangunan, yang Rp500 miliar diantaranya merupakan aset dari holding PT Waskita
Karya.
Ia menjelaskan sudah ada beberapa hotel
yang berlokasi di makassar, di bandung, dan di Jakarta yang berasal dari kegiatan
optimalisasi aset. “Adapun mekanismenya sendiri adalah bisa dengan inbreng, atau dengan pola kerja sama
bagi hasil,” jelasnya.
Adapun Direktur Eksekutif CITA Yustinus
Prastowo mengapresiasi perubahan paradigma yang ada di pemerintah. “Sekarang
kita apresiasi, sudah ada progress dalam paradigma, dulunya administratif legalistik,
sekarang sudah berorientasi pada utilisasi,” ujarnya.
Menurut Yustinus, yang dibutuhkan agar
optimalisasi aset berjalan maksimal adalah kecepatan mulai dari kegiatan administratif,
valuasi, hingga pengambilan keputusan. Selain itu, menurutnya, kewenangan
terkait pengelolaan aset perlu diintegrasikan sehingga pengelola barang bisa
bekerja lebih cepat dan lebih pasti.
Lebih lanjut Yustinus mengungkapkan
bahwa pemerintah perlu segera untuk membuat grand
design optimalisasi aset, karena penggunaan hutang sebagai alternatif
pembiayaan selalu menimbulkan kontroversi. “Manajemen aset ini akan menjadi alternatif
yang bagus menurut saya,” pungkasnya. (Ferdi – Ajip/ Humas DJKN)