Jakarta – Penulis sekaligus musisi muda yang digandrungi generasi
milenial, Fiersa Besari, tampil memukau di acara bedah buku DJKN dengan tajuk
“Arah Langkah di Mana Kami Berpijak”. Acara rutin ini diselenggarakan di Aula
DJKN lantai 5 Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) pada 19
September 2018 oleh unit layanan perpustakaan pada Subdit Humas DJKN.
Saat membuka kegiatan ini Direktur DJKN Isa Rachmatarwata berharap
kegiatan ini dapat memberikan manfaat bukan untuk pribadi tetapi untuk DJKN
juga. terutama untuk menyemangati para pegawai DJKN yang harus siap
menjalani penempatan di penjuru nusantara. “Saya berharap dari acara bedah buku
ini kalian bisa membuat organisasi ini menjadi lebih produktif, kreatif.
Inspirasi dari tokoh seperti Bung Fiersa yang memiliki pengalaman unik,
menghadapi pelbagai bentuk kesulitan dan kemudahan bisa menjadi penyemangat,”
pesan pria yang sering berkunjung ke daerah ini. Pak Isa, demikian akrab
disapa, menambahkan bahwa berdasarkan data statistik, hampir separuh pegawai
DJKN adalah generasi milenial, sehingga acara bedah buku yang terbuka untuk
umum ini mengundang tokoh yang menjadi influencer kawula
muda.
Buku Arah Langkah sendiri menceritakan tentang catatan kehidupan Fiersa Besari
yang melukiskan keindahan alam, budaya, dan manusia lewat teks dan foto.
Tidak hanya sisi posisitf , buku tersebut juga memberikan cerita lain tentang
kondisi negeri yang tidak selalu sebagus seperti di layar televisi. Penulis
yang suka dipanggil dengan panggilan Bung Fiersa ini menuturkan kisah
faktual perjalannya menyusuri pelosok tanah air. “Berbeda dengan novel
terdahulu yang lebih ke fiksi penokohonnya, buku ini berisi catatan perjalanan
yang sudah saya pernah lihat di Indonesia dan ingin saya bagi.”
Fiersa ingin memperkenalkan Indonesia bukan dari segi yang
teknis, namun lebih kepada realitas yang didapatkan. Setelah dibagi banyak
komentar dari pembaca yang menyatakan walaupun pernah ke suatu tempat tersebut,
ternyata mereka belum tahu bahwa di sekitar area tersebut ada destinasi yang
lebih menarik. Semakin ke pelosok semakin indah dan menarik . Bila menyusuri
Indonesia bukan cuma keindahan yang didapat, namun rasa humanis karena
orang-orangnya.
Menyinggung rendahnya tingkat literasi Indonesia yang rendah,
penulis yang mengelilingi Indonesia selama tujuh bulan ini terdorong untuk
mendirikan komunitas sosial. Komunitas Pecandu Buku adalah komunitas yang didirikannya
dan mendapat respon positif kaum muda.
Komunitas ini diawali dengan iseng. Dari hobinya
membaca buku, anak muda humoris ini ingin menularkannya dengan membuat
satu akun bernama “pecandu buku” untuk me-review buku-buku yang
sudah dibaca. Tidak disangka ternyata banyak yang suka hingga sahabatnya
memberikan ide untuk me-review buku ramai–ramai bersama orang yang
gemar membaca. Hingga sekarang anggota komunitas Pecandu Buku
berjumlah 500 orang yang tersebar di seluruh Indonesia, dan diikuti oleh
100.000 followers di Instagram .
Kenapa peduli literasi? Fiersa mengungkapkan bahwa membentuk
pemikiran anak muda Indonesia yaitu dengan membaca. “Saya rasa bangsa itu
dibentuk ketika anak mudanya mau membaca.” Dengan mencoba baca buku novel pun
itu sudah menstimulus imajinasi untuk berkembang. Mengutip Einstein, pemuda
kelahiran Bandung ini mengatakan, ”Ilmu pengetahuan membawamu mengenal A sampai
Z, imajinasi membawamu ke mana pun. Nah, bagaimana kita tahu mau menuju ke mana
apabila imajinasi kita kita tak beranjak ke mana-mana?,” tanya
pemuda lajang ini.
Diapun menyinggung bahwa tingkat literasi Indonesia rendah
dibanding negara lain, peringkat 60 dari 61. Rendahnya tingkat literasi
menyebabkan masyarakat mudah terpengaruh hoax dan tidak
mampu mengenali produk asli dan bajakan.
Menyiasati hal itu, Fiersa pun menjelaskan cara menarik minat masyarakat hingga anak muda untuk membaca buku. Pertama kali yang harus dilakukan semua pihak dan lembaga pendidikan adalah menghilangkan trauma terhadap buku. Trauma atau paranoid terhadap buku ini dihadapi oleh banyak anak muda termasuk Fiersa sendiri sewaktu dulu sekolah. Stigma melekat bahwa buku adalah hal yang membosankan dan hanya mengingatkan kita pada pelajaran sekolah yang berat dan serius.
Setelah menanamkan rasa bahwa membaca adalah hal yang
menyenangkan, baru bisa dilakukan langkah selanjutnya, seperti pengadaan
perpustakaan jalanan, membaca buku bersama, serta acara-acara literasi seperti
bedah buku ini.
Ketika ditanya peserta bagaimana Bung mulai menulis? Pemuda yang
ketika bicara selalu bersemangat ini punya tips. “Mulailah menulis arah langkah
kalian sendiri, dengan kacamata kalian, dengan pengalaman kalian.” Setiap kejadian yang ditulis, 5 -10 tahun ke depan tulisan-tulisan itu seperti mesin waktu yang akan
memanggil memori kita. Catatan kecil itu akan mengembalikan ingatan
tentang kejadian, siapa saja yang ditemui, suasana apa yang kita rasakan dan
sebagainya. “Catatan catatan kecil saya dulu menjadi harta karun yang sangat
berharga bagi saya,” ungkap pria yang menempatkan Ibundanya sebagai orang yang
paling berharga dari apapun.
Sebagai klimaks acara, sebuah lagu yang belum pernah dirilis, secara live dipersembahkan khusus untuk sobatKaen yang hadir.
(Tim Humas)