Bogor – Guna mewujudkan Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP) yang andal khususnya terkait pelaksanaan pengendalian intern
atas pelaporan keuangan pemerintah pusat, sebanyak 29 Aparatur Sipil Negara Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) mengikuti Pelatihan Pengendalian Internal atas
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (PIPK) di Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Anggaran dan Perbendaharaan (Pusdiklat AP) Bogor, yang secara resmi dibuka pada
Senin (27/08).
Pada sambutan pembukanya, Kepala Pusdiklat AP Iqbal Islami
menyampaikan bahwa secara garis besar terdapat tiga tahap dalam pengelolaan keuangan
negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yaitu tahap
perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. “Khusus untuk pelatihan PIPK maka
fokusnya pada tahap pelaporan, yaitu bagaimana menyusun laporan keuangan
pemerintah pusat dengan baik,” terangnya.
Iqbal menambahkan bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) yang
kompeten menjadi faktor sentral guna melaksanakan ketiga tahapan pengelolaan keuangan
negara atau APBN tersebut.
Menurutnya, unsur kompetensi sendiri terdiri dari
pengetahuan, keahlian dan perilaku. “Untuk pengetahuan salah satu proses
peningkatannya adalah dengan melalui pelatihan yang diikuti kali ini, sedangkan
keahlian diasah melalui penerapan pengetahuan dalam melaksanakan pekerjaan dan
perilaku adalah memastikan bahwa apa yang kita lakukan telah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan,” jelasnya.
Oleh karenanya, dirinya menegaskan bahwa peningkatan
kompetensi tidak hanya cukup ditingkatkan melalui pelatihan yang diikuti,
tetapi juga bagaimana para peserta diklat memiliki motivasi untuk menerapkan
pengetahuan yang telah didapat dalam pelatihan ini.
Pelatihan PIPK sendiri terdiri dari 45 jam pelatihan yang
akan berlangsung dari 27 – 31 Agustus 2018, dengan pengajar yang berasal dari
widyaiswara di Pusdiklat AP maupun tim pengajar dari Inspektorat Jenderal
(Itjen) Kementerian Keuangan.
Pada sesi ceramah current
issue, Auditor Madya Inspektorat VII Itjen Kementerian Keuangan Dedhi
Suharto menyampaikan bahwa latar belakang dilaksanakannya PIPK adalah amanat
dari Undang-Undang nomor 1 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa LKPP harus disusun
berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai.
“Pada praktiknya, atas Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat
memang dilakukan reviu. Namun reviu hanya memberikan keyakinan yang terbatas
bahwa LKPP disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah karena reviu
tidak mencakup pengujian atas pengendalian internal,” terangnya.
Dedhi menjelaskan bahwa atas kedua hal tersebut, pada
akhirnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan rekomendasi kepada
Kementerian Keuangan untuk dapat melakukan Control
Self Assessment (CSA) atas penyusunan LKPP.
“Rekomendasi dari BPK tersebut ditindaklanjuti oleh
Kementerian Keuangan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 14
Tahun 2017 tentang Pedoman Penerapan, Penilaian dan Reviu Pengendalian Intern
atas Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat dengan tujuan untuk memberikan
keyakinan yang memadai bahwa pelaporan keuangan disusun dengan pengendalian
intern yang memadai,” terangnya.
Tantangan besar dihadapi Kementerian Keuangan atas
terbitnya PMK Nomor 14/PMK.05/2017 ini mengingat PIPK pada wajib diterapkan
oleh setiap entitas akuntansi dan entitas pelaporan penyusun LKPP.
“Terdapat kurang lebih 24 ribu entitas akuntansi dalam
penyusunan LKPP, sehingga beberapa hal perlu dipertimbangkan mulai dari cost-benefit penerapan PIPK, penerapan
PIPK berdasarkan risiko, dan penyempurnaan PMK Nomor 14/PMK.05/2017 yang harus
dapat mengakomodir hal tersebut,” ujarnya.
Terlepas dari hal tersebut, Dedhi menjelaskan bahwa
Kementerian Keuangan harus menjadi role
model dalam pelaksanaan PIPK sehingga pelatihan ini merupakan salah satu
langkah awal guna mewujudkan PIPK sesuai dengan amanat peraturan perundangan. (Pon/Yat-Humas
DJKN)