Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) bekerja sama
dengan JOUSKA menyelenggarakan seminar Perencanaan Keuangan Dalam Rangka
Pencegahan Korupsi pada Rabu (30/5) di Aula DJKN. Narasumber utama pada acara
ini adalah Aakar Abyasa Fidzuno, CEO & founder
dari JOUSKA Independent Financial Adviser.
Saat membuka acara, Sekretaris DJKN
Dodi Iskandar menyampaikan bahwa pegawai Kementerian Keuangan pada umumnya
sering kesulitan menghadapi “godaan” dalam mengatur keuangan pribadi karena
menganggap penghasilan yang dimiliki sudah tinggi sehingga bisa digunakan untuk
menambah konsumsi. Akibatnya, uang tanpa disadari habis begitu saja tanpa
sempat dialokasikan untuk tabungan atau investasi lainnya. Apabila hal ini
berlarut-larut, maka penghasil sebesar apapun tidak akan cukup dalam memenuhi
kebutuhan hidup, dan hal ini berpotensi mengakibatkan seorang pegawai melakukan
penyimpangan keuangan di tempat kerja. Oleh karena itu, menurut Dodi, kemampuan
manajemen keuangan sangat penting untuk dimiliki pegawai agar dapat hidup
sejahtera dengan penghasilan yang dimiliki.
Aakar mengawali seminar dengan
cerita singkat mengenai latar belakang didirikannya JOUSKA Indonesia, suatu
perusahaan yang bergerak di bidang independent
financial adviser. Bermula dari tahun 2009 saat membantu merapikan
portofolio investasi seorang pengusaha, Aakar belajar banyak mengenai seluk
beluk pengelolaan keuangan pribadi. Selama menjalani pekerjaan ini selama
kurang lebih empat tahun, Aakar banyak menjumpai klien yang walaupun memiliki
banyak uang, tetapi kesulitan untuk mengelolanya secara baik dan berujung pada
habisnya uang dalam waktu singkat. Berbekal pendidikan yang ditempuhnya di Universitas
Ma Chung Malang serta pengalamannya selama menjadi financial adviser pribadi, Aakar mendirikan suatu perusahaan konsultan
yang bertujuan untuk memberi pemahaman dan pengetahuan bagaimana cara mengelola
keuangan secara cerdas dengan penghasilan yang dimiliki.
Menurut Aakar, permasalahan pokok
yang mengakibatkan kebanyakan orang tidak mampu mengatur keuangannya dengan
baik adalah adanya pembenaran diri sendiri (denial)
terhadap gaya hidup yang boros. Saat penghasilan meningkat, seorang pegawai
cenderung mengubah pola hidupnya, dan merasa bahwa perilaku konsumtif tersebut
adalah hal yang wajar. Perilaku middle
income trap inilah yang mengakibatkan seseorang yang meskipun sudah
memiliki penghasilan besar tetapi tidak memiliki tabungan ataupun aset.
Selanjutnya bapak dua anak ini
menjelaskan basic triangle untuk
mengetahui bila kita terjebak dalam middle
income trap. Basic
triangle ini terdiri dari current
financial statment, goals, dan risk profile.
Dengan menyeimbangkan ketiga hal ini, pegawai dapat mencapai tujuan finansial yang
sesuai dengan kondisi keuangan dan profil risiko masing-masing tanpa terjebak
dalam pola hidup boros.
Pada sesi tanya jawab, saat
ditanya mengenai persentase penghasilan yang ideal untuk investasi, Aakar menjawab
“persentase is the biggest mistake in
personal finance. Persentase ini yang membuat orang masuk ke middle income trap”, ujarnya. Menurut
Aakar, yang seharusnya dijadikan acuan adalah standar biaya hidup wajar. Sisa penghasilan
yang tidak dikonsumsi seharusnya diinvestasikan. Selain itu, Aakar sangat menganjurkan
untuk memiliki paling tidak satu jenis instrumen investasi, karena investasi akan
sangat membantu kondisi finansial di masa depan. Bagi yang baru akan memulai beinvestasi,
Aakar menyarankan untuk memilih instrumen investasi dasar berupa saham atau
obligasi. (hinji/corin/arum/faza - editor: melli)