Jakarta - Salah satu bidang tugas Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sebagai pengelola kekayaan negara adalah
mengelola Barang Milik Negara (BMN) yang berasal dari aset Hulu Minyak dan Gas
Bumi (Hulu Migas) atau aset eks Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). “Aset hulu
migas tersebut harus dikelola dan dimanfaatkan dengan optimal untuk tujuan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” ujar Direktur Hukum dan Humas Tri
Wahyuningsih Retno Mulyani saat membuka Forum Grup Discussion Peraturan Perundangan
Tahun 2018 dengan tema “Optimalisasi Tata Kelola BMN yang Berasal dari Aset
Hulu Migas” yang diselenggarakan Direktorat Hukum dan Humas pada Selasa, (15/5)
di Kantor Pusat DJKN, Jakarta.
Direktur Hukum dan Humas menyampaikan dengan bertransformasinya
peran DJKN dari asset administrator menjadi
asset manager yang salah satu
perannya sebagai revenue center penerimaan negara, maka BMN Hulu Migas memiliki
nilai strategis bagi kepentingan penerimaan negara. “Berdasarkan hal tersebut, maka
BMN Hulu Migas perlu dimanfaatkan secara optimal,” ujarnya.
Namun, dirinya juga mengakui bahwa penerimaan negara yang
berasal dari optimalisasi BMN Hulu Migas masih rendah, sehingga diperlukan
upaya penggalian potensi penerimaan atas pengelolaan BMN dalam bentuk lain. Ia
menegaskan FGD ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pejabat maupun pegawai
DJKN terkait optimalisasi BMN yang berasal dari aset Hulu Migas sekaligus
memperoleh masukan dan pertimbangan terkait skema pengelolaan yang paling
optimal guna penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan
BMN Hulu Migas.
Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-Lain
(DNKNL) DJKN Purnama T. Sianturi menyampaikan
FGD ini dapat menambah kajian regulasi yang diperlukan guna mendukung
pengelolaan aset yang berasal dari BMN Hulu Migas yang lebih optimal. Purnama juga
menyoroti pentingnya interkoneksi data BMN antara unit yaitu KKKS, Satuan Kerja
Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Kementerian
ESDM dan DJKN. “Perlu kebijakan berupa sanksi kepada KKKS jika ada pembiaran
pemanfaatan BMN oleh pihak lain,” ujarnya.
Terkait BMN KKKS terminasi, ia mengharapkan pencatatan yang benar terhadap BMN KKKS yang akan dikembalikan kepada pemerintah dan memastikan tata kelola BMN di hulu migas berjalan lebih baik.
Di tempat yang sama, Kepala Pusat Pengelolaan Barang Milik
Negara (PPBMN) Kementerian ESDM Susyanto mengatakan SKK Migas dalam prespektif
investasi di bidang migas yang pengadaan peralatannya akan menjadi BMN. Hal ini
dengan pertimbangan bahwa seluruh kekayaan alam adalah milik negara dan
pengelolaanya oleh negara. Sedangkan perubahan skema cost recovery menjadi grosssplit
bertujuan untuk efisiensi yang seluruh barang tersebut diadakan dan dibiayai
oleh kontraktor seluruhnya akan menjadi BMN. “Sedangkan intensif yang diterima kontraktor
yaitu pajak masuk/impor,” ungkapnya.
Susyanto menjelaskan dalam terminasi KKKS, kegiatan
pengelolaan BMN tidak berhenti, namun kewajiban pengelolaan terus berjalan
sampai penghapusan BMN. Dirinya juga juga mengharapkan penataan aset yang masih
digunakan oleh kontraktor lain perlu dilakukan penataausahaan.
Menanggapi hal ini, Kepala Divisi Formalitas SKK Migas Didik
Sasono Setyadi menyampaikan kepatuhan pencatatan aset berupa tanah telah
diterapkan konsep yang terintegrasi, dimulai dari pengajuan pengadaan tanah
oleh KKKS yang disampaikan kepada ESDM dan DJKN. “Pengadaan tanah tersebut
memerlukan dukungan BPN, sehingga pencatatan aset agar sinergi dengan data pada
BPN,” ujarnya.
Kepala Divisi Pengelolaan Aset SKK Migas Achmad Riad mengatakan
permasalahan pengelolaan aset KKKS pada pencatatan aset mulai dari pengadaan
sampai dengan penghapusan telah dilakukan oleh SKK Migas. Namun, terminasi KKKS
terdapat deathstock yang memerlukan
perhatian karena KKKS cenderung mengadakan barang lebih banyak dari kebutuhan
sehingga mengakibatkan deathstock
Selain itu, pengelolaan aset KKKS atas kontrak reservoar/produksi minyak bukan pada
kontrak atas pengunaan BMN, SKK Migas menjaga bagian pemerintah lebih banyak
dari bagian KKKS dalam grossplit.
Terkait perlunya penggunaan sewa BMN, Kepala Divisi Akuntansi
Aset SKK Migas Desti Melanti mengutarakan perlu tidaknya penyesuaian besaran
sewa harus memperhatikan pelaku sektor hulu migas karena variabel grosssplit tidak memperhitungkan biaya
sewa BMN. Selain itu, perlu ada cara optimalisasi BMN tanpa membuat negara
berpikir ulang terkait pembagian sharing
persentasi dengan KKKS, atau membuat negara mencari sumber baru untuk dapat
mengcover biaya sewa dalam kajian keekonomisan KKKS dengan tujuan memberikan
kepastian hukum bagi investor.
Selain narasumber dari DJKN, Kementerian ESDM dan SKK
Migas, FGD ini juga menghadirkan narasumber dari Inspektorat Jenderal IV
Kementerian Keuangan Elman Ritonga yang dihadiri oleh Kepala Kanwil DJKN Riau,
Sumatra Barat dan Kepulauan Riau Tugas Agus Priyo Waluyo, Kepala Kanwil DJKN DKI
Jakarta Hady Purnomo, Kepala Kanwil Kalimantan Timur dan Utara Surya Hadi serta
diikuti oleh segenap pejabat dan pegawai DJKN. (Tim Humas)