Ngawi – Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN) melakukan pilot project
penilaian Sumber Daya Alam (SDA) berupa hutan produksi yang dikelola oleh Kesatuan
Pemangkuan Hutan (KPH) Ngawi selama lima hari mulai Senin-Jumat,(2-6/4) di Ngawi Jawa Timur.
Dalam melakukan penilaian, tim penilai Direktorat Penilaian DJKN yang berjumlah lima orang ini, didampingi
oleh beberapa personil dari KPH Ngawi untuk terjun langsung ke hutan yang sebagian
besar tanamannya merupakan pohon jati. Sebelumnya, tim penilai diterima oleh Kepala/Administratur
KPH Ngawi Heru Kunarwanto dan Kepala Perencanaan Hutan Wilayah (KPHW) Perum
Perhutani Madiun Teguh Jati Waluyo.
Dalam briefing dengan jajaran KPH Ngawi, Kepala Subdirektorat Standarisasi Penilaian
Bisnis dan SDA Direktorat Penilaian DJKN Muhamad
Nahdi mengatakan salah satu jenis kekayaan negara yang saat ini belum dihitung
dan bahkan kadang dilupakan itu adalah kekayaan negara berupa SDA. Oleh karena
itu, Menteri Keuangan meminta agar DJKN sebagai unit di Kementerian Keuangan
yang mempunyai salah satu tugas menilai dan mengelola kekayaan negara untuk mendata dan menilai kekayaan negara SDA yang
ada di Indonesia.
Muhamad Nahdi juga menyampaikan penilaian
SDA ini dilakukan agar kekayaan
negara tersebut tidak habis bahkan seharusnya bertambah. “Jangan sampai kekayaan negara kita yang berupa sumber
daya alam habis. Kalau bisa seharusnya malah bertambah,” ujarnya mengutip kata-kata Menteri Keuangan.
Ia menjelaskan penilaian SDA ini
juga dalam rangka mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal, penatausahaan
dan pengamanan kekayaan negara yang akuntabel, yang sejalan dengan rencana strategis
DJKN Kementerian Keuangan tahun 2015 – 2019.
Kegiatan penilaian SDA diharapkan
akan mendukung terkonsolidasinya laporan potensi fiskal SDA yang direncanakan
akan terbentuk pada tahun 2023. Dengan cakupan dan banyaknya SDA yang akan
dinilai, maka perlu dilakukan upaya penilaian secara berkelanjutan yang
berujung pada tercapainya laporan potensi fiskal SDA pada tahun yang
ditentukan.
Untuk melakukan penilaian SDA
berupa hutan produksi ini, lanjutnya, nilai potensi tidak hanya kayu saja tapi
ada manfaat lainnya seperti manfaat wisata, hidrologi dan lain sebagainya. “Potensi
lainnya inilah yang coba kami tangkap. Kita pingin tahu bagaimana proses bisnis
inventarisasi kayu jati,” ungkap Nahdi. Selain penilaian sumber daya hutan produksi di KPH Ngawi, rencananya DJKN
juga akan melakukan penilaian sumber daya hutan di KPH Kebonharjo, KPH Cepu, dan KPH Bogor.
Menanggapi hal ini, Kepala KPH
Ngawi Heru Kunaryanto menyatakan KPH Ngawi beserta jajarannya siap membantu
DJKN dalam melakukan penilaian hutan baik dari potensi produk kayu maupun
potensi lainnya. “Demi menjaga dan melestarikan kekayaan negara, KPH Ngawi siap
membantu,” ujarnya. Di tempat yang sama, KPHW Madiun Teguh Jati Waluyo
menyampaikan Perum Perhutani wilayah Madiun terdiri dari empat KPH yakni KPH
Ngawi, KPH Saradan, KPH Lawu DS, dan KPH Madiun. Saat ini, Perhutani sedang
menyusun buku Rencana Pengelolaan Kawasan Hutan (RPKH) yang akan launching
pada 1 Januari 2019.
Ia merasa sangat bersyukur ada
pemikiran dari DJKN Kemenkeu untuk penilaian sumber daya alam berupa hutan yang
dikelola Perum Perhutani. Dari penilaian ini, nantinya dapat diketahui nilai
potensinya bahkan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan penurunan potensi hutan
sehingga dapat dicari jalan keluarnya. “Apa yang sudah kami kerjakan ternyata diikuti
perkembangannya oleh pemerintah. Jadi, sebab penurunan potensi hutan harus
diketahui tidak hanya perkembangannya saja tapi diketahui juga apa sebabnya
sehingga kami harapkan setelah tahu penyebabnya dapat dicarikan jalan keluarnya
supaya ada pencegahan,” ujarnya.
Lebih lanjut, dirinya menegaskan
hutan di Jawa ini pagarnya hanyalah pagar kelola sosial dimana semua masyarakat
dapat masuk dan mengakses hutan sehingga bagaimana regulasi mengatur agar tidak
terjadi penurunan potensi hutan ini. Dengan adanya kerja sama dengan DJKN ini, Perum Perhutani
sebagai petugas lapangan berharap DJKN dapat mengkajinya sehingga Perhutani yakin
suatu saat akan mendapatkan manfaat dari kelestarian hutan.
Usai briefing, tim penilai menuju ke hutan jati di area BKPH Kedunggalar yang didampingi oleh KPHW Madiun, Wakil Kepala KPH Ngawi dan beberapa petugas lapangan KPH Ngawi. Sebelum melakukan penghitungan, tim penilai DJKN dan KPH Ngawi menentukan tempat plot pengukuran. Tim Penilai pun menuju hutan untuk melakukan penailaian dengan mengambil sampel beberapa plot. Setelah itu, penilai melihat potensi manfaat hidrologi hutan. Selain potensi hidrologi, penilai juga memetakan potensi wisata yakni monumen Gubernur Jawa Timur pertama R.M Suryo yang terletak di wilayah BPKH Kedunggalar. Potensi wisata tersebut, selain ada monument bersejarah juga terdapat rest area dan terdapat taman yang didalamnya dihuni puluhan rusa. Usai melihat potensi wisata, tim penilai beralih ke persemaian kucur KPH Ngawi yang berada di Desa Sidolaju Kecamatan Widodaren, Ngawi.
Sampai berita ini ditulis,
penilaian hutan produksi masih berlangsung. Sebagai informasi, sumber daya hutan merupakan
sumber daya alam yang sangat penting bagi Indonesia. Hutan memiliki banyak
fungsi, antara lain: fungsi produksi, fungsi perlindungan dan fungsi
konservasi. Hutan produksi sesuai dengan fungsinya bertujuan sebagai penghasil
kayu dan hasil hutan lainnya. Manfaat hutan produksi tidak hanya dinikmati oleh
pemegang ijin pengusahaan hutan namun juga masyarakat sekitar hutan tersebut. Nilai atas sumber daya hutan
merupakan salah satu acuan dalam pengelolaan hutan lestari terutama dalam
kegiatan perencanaan. Nilai sumber daya hutan dapat juga dijadikan acuan dalam
pengenaan pajak dan pungutan lainnya. (Humas DJKN/pon/007)