Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
yang diwakili oleh Kepala Subdirektorat Pengelolaan Kekayaan Negara II
Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi (PKNSI) Soeparjanto
menjadi narasumber dalam diskusi santai bersama Media yang diprakarsai oleh
Forum Komunikasi Wartawan Ekonomi Makro (FORKEM) terkait pengelolaan
aset negara khususnya pengelolaan aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN) pada Rabu, (6/12) di Gedung Ali Wardana Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
Jakarta Pusat.
Kasubdit PKN II Soeparjanto memaparkan sekilas sejarah
DJKN, tugas dan fungsi Direktorat PKNSI DJKN, profil dan pengelolaan aset
secara umum dan posisi aset eks BPPN dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
(LKPP) serta hasil pengelolaan aset tersebut dari tahun 2007-2016. “Dasar pengelolahan aset eks BPPN sesuai Keputusan
Presiden Nomor 15 tahun 2004 tentang Pengakhiran tugas dan pembubaran BPPN.
Dengan dibubarkannya BPPN, maka kekayaan BPPN menjadi kekayaan negara,”
terangnya.
Seluruh aset tersebut, lanjutnya, dikelola oleh kantor
vertikal DJKN yakni Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta
I, II dan V. Hasil pengelolaan aset eks BPPN akan dikembalikan kepada negara
sebagai cost recovery. Selain itu,
pengelolaan aset eks BPPN mempunyai tantangan-tantangan yang harus dihadapi
oleh DJKN seperti pencapaian target Hasil Pengelolaan Aset (HPA), dokumen dan
kepemilikan yang bermasalah, kondisi fisik aset, dan maslah terkait hukum,
peraturan dan kebijakan.
Ia juga menjelaskan untuk pengelolaan lebih lanjut aset
eks BPPN, pada tahun 2004 Kementerian Keuangan membentuk Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yaitu PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) untuk mengelola aset tersebut.
Aset yang statusnya free and clear
dilakukan serah terima pengelolahan ke PT PPA. Namun kontrak dengan PT PPA
berakhir pada tahun 2009 sehingga pengelolahan dikembalikan ke Kementerian
Keuangan untuk ditangani DJKN. “Total aset dari eks BPPN dan eks PPA sebanyak
76 triliun. Aset tersebut termasuk aset Kredit, tagihan, properti, inventaris,
surat berharga, dan dokumen aset,” jelasnya.
Soeparjanto juga menyampaikan bahwa saat ini DJKN mulai melakukan
paradigma baru terkait penyelesaian terkait aset eks BPPN khususnya terkait aset properti dengan tidak
menggunakan mekanisme penjualan melalui lelang tapi lebih kepada kerja sama
pemanfaatan. “Contohnya ada aset potensial di suatu pulau. Kita tidak lagi
menjual asetnya tapi lebih kepada kerja sama pemanfaatan aset tersebut,” terangnya.
Lebih lanjut, ia menguraikan saat ini DJKN mengelola
4000an aset properti di seluruh Indonesia berupa tanah kosong, tanah dan
bangunan, perkebunan, ruko dan lain-lain. Dari ribuan aset tersebut, DJKN
mengupayakan penyelesaian dengan berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN), kanwil, KPKNL dan penelitian, penelusuran
aset-aset yang menjadi jaminan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS). “Ada
juga MoU (Memorandum of Understanding-red)
antara Kementerian Keuangan dengan Bank Indonesia untuk penyelesaian 90 aset
eks BPPN yang terkait dengan hak tanggungan BI,” jelas Soeparjanto.
Narasumber lainnya dari Pakar Ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Piter
Abdullah Redjalam yang dalam paparannya menjelaskan secara singkat sejarah krisis
ekonomi tahun 1998, pembentukan BPPN dan sistem keuangan saat itu. “Salah satu
cara untuk menyehatkan perbankan yaitu dengan mengembalikan kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan itu. Bank itu bisa hidup dari suku bunga kredit,
maka dari itu bank membutuhkan nasabah yang percaya terhadap bank tersebut,”
ujar Piter.
Piter juga menjelaskan pengertian kekayaan negara dan pengelolaan
aset negara. “Pengelolaan aset itu merupakan pemanfaatan oleh negara atau oleh
pihak lain yang ditunjuk oleh negara sesuai undang-undang dan ditujukan untuk
kesejahteraan rakyat,” ujarnya. Ia juga mendukung upaya pemerintah saat itu
untuk proses penyelesaian aset-aset tersebut.
Menanggapi pertanyaan wartawan tentang masalah ini, Peter
menegaskan pemerintah selama ini tidak diam saja namun berupaya agar Indonesia
dapat keluar dari krisis dan dapat dikatakan berhasil.
Diskusi ini dikuti oleh puluhan wartawan yang tergabung
dalam FORKEM baik wartawan media cetak, elektronik maupun online. Acara ini
menarik untuk dibahas oleh FORKEM karena selama ini mereka tidak mendapatkan
informasi yang jelas terkait proses pengelolaan aset eks BPPN. Dengan hadirnya
DJKN sebagai salah satu narasumber diharapkan informasi dapat dijelaskan secara
komprehensif dan mengurangi berita yang selama ini simpang siur.
Dengan adanya diskusi ini diharapkan pengelolaan aset eks
BPPN dan eks PPA dapat diketahui secara jelas dan terbuka oleh masyarakat. Aset
yang dikelola diharapkan juga semakin optimal sehingga terwujudnya efektifitas
penggunaan BMN mampu mendorong cost
saving, dan meningkatnya pemanfaatan BMN. (Humas DJKN/007/Ghrena)