Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Direktur Hukum dan Humas: DJKN dan Instansi terkait Harus Lakukan Upaya Bersama dalam Penanganan Perkara
Hendrawan Yudie Susanto
Rabu, 29 November 2017 pukul 19:09:10   |   867 kali

Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) bersama instansi terkait, seperti Kementerian/Lembaga, Kantor Pertanahan, dan Pengadilan harus melakukan upaya bersama berdasarkan kewenangan masing-masing dalam penanganan perkara, khususnya menyikapi adanya gugatan Barang Milik Negara (BMN).  Hal ini ditegaskan Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat, Tri Wahyuningsih Retno Mulyani saat membuka Fokus Group Discussion (FGD), "Persamaan Persepsi Konsep Pengguna dan Pengelola BMN berupa Tanah berdasarkan Hukum Keuangan Negara Dikaitkan dengan Kepemilikan Tanah Berdasarkan Hukum Pertanahan" pada Selasa (28/11) di aula Kanwil DJKN DKI Jakarta.

Adapun permasalahan dalam penanganan perkara ini, Direktur Hukum dan Humas merinci beberapa hal antara lain, kurangnya alat bukti kepemilikan yang menjadi kendala dalam pembuktian, pengertian pengelola dan pengguna BMN sebagai legal standing dalam gugatan perkara BMN, dan pelaksanaan putusan yang menghukum/membatalkan kepemilikan BMN, baik putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun Pengadilan Negeri serta kedudukan hukum atas hak kepemilikan BMN. “Jika seluruh instansi melakukan upaya bersama sesuai kewenangan masing-masing maka DJKN mampu mewujudkan prinsip 3T pengelolan BMN, yakni tertib administrasi, tertib fisik dan tertib hukum,” ujarnya.

FGD ini menghadirkan beberapa narasumber yang berkompeten di bidangnya antara lain, Ahli Hukum Keuangan Negara yang juga sebagai Ketua Tim Penyusun Undang-Undang Keuangan Negara Siswo Sujanto, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Allen Saputra, dan Ketua Pengadilan Negeri Tebo Jambi Ricky Ferdinan.

Ahli Hukum Keuangan Negara Siswo Sujanto menyampaikan materi tentang aspek kepemilikan dalam pengelolaan aset negara menurut UU Bidang Keuangan Negara. Ia mengatakan terdapat perbedaan persepsi kepemilikan BMN khususnya tanah pada Hukum Pertanahan dan Hukum Keuangan Negara. Siswo menjelaskan bahwa menurut Hukum Keuangan Negara, pengelola BMN dalam hal ini Menteri Keuangan adalah pemilik BMN sedangkan menurut Hukum Pertanahan, pemilik tanah adalah nama yang tercantum dalam sertifikat Ahli Keuangan Negara ini menggambarkan mengenai hirarki dalam berfikir mengenai hokum dimana awalnya adalah filosofi kemudian kaidah/sitem kemudian norma baru setelah itu ada ketentuan.

Mantan Sesditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan ini juga menjelaskan mengenai pengelolaan Keuangan Negara didominasi oleh adanya legitimasi terhadap kegiatan pemerintah yaitu begitu diterima/ditetapkan harus dilaksanakan. Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Kekayaan Negara merupakan unsur utama dalam Keuangan Negara.

Sekretaris Ditjen Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Allen Saputra menjelaskan beberapa hal terkait perolehan tanah aset BMN/BMD berdasarkan pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN/BMD yakni melalui pembelian atas beban APBN/APBD, hibah/sumbangan, pelaksanaan perjanjian/kontrak, putusan pengadilan yang inkracht dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Allen juga menjelaskan beberapa hal terkait Hukum Pertanahan diantaranya,bentuk-bentuk hak kepemilikan era kolonial, kepemilikan pribumi atas Hak Eigendom semasa zaman Hindia Belanda, Hak atas tanah milik adat, pluralistis hukum tanah dan bentuk-bentuk hak setelah adanya UU Pokok Agraria.

Sedangkan Ketua Pengadilan Negeri Tebo Jambi Ricky Ferdinan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan gugatan pihak ketiga atau derden verzet di Pengadilan. Dalam praktek beracara di muka pengadilan selain perkara gugatan maupun perkara permohonan sering dijumpai gugatan perlawanan pihak ketiga. “Perlawanan pihak ketiga ini pada prinsipnya adalah gugatan perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga yang sejak semula tidak menjadi pihak dalam perkara yang sedang dipersengketakan oleh penggugat dengan tergugat di pengadilan. Namun, kemudian tiba-tiba yang bersangkutan merasa terserang kepentingan dan kepemilikannya,” ujarnya menjelaskan.

Ia memaparkan perlawanan pihak ketiga ini ada dua macam yakni, pertama perlawanan terhadap sita jaminan (conservatoir beslag) yang penyelesaiannya melalui intervensi tussenkomst/pelawan berhadapan dengan penggugat dan tergugat karena proses perkara masih berjalan dan belum diputus oleh majelis hakim. Kedua, perlawanan terhadap sita eksekusi (eksekutorial beslag) yang penyelesaiannya melalui derden verzet/bantahan karena perkara telah diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap dan perkara mau dieksekusi maka secara otomatis sita jaminan berubah menjadi sita eksekusi.

Ricky juga menjelaskan secara komprehensif mengenai dasar hukum derden verzet, alasan-alasan diajukan, syarat mengajukan, dan proses penerimaan perkara gugatan. (Humas007)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini