Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) bersama instansi terkait, seperti Kementerian/Lembaga, Kantor Pertanahan, dan Pengadilan harus melakukan upaya bersama berdasarkan kewenangan masing-masing dalam penanganan perkara, khususnya menyikapi adanya gugatan Barang Milik Negara (BMN). Hal ini ditegaskan Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat, Tri Wahyuningsih Retno Mulyani saat membuka Fokus Group Discussion (FGD), "Persamaan Persepsi Konsep Pengguna dan Pengelola BMN berupa Tanah berdasarkan Hukum Keuangan Negara Dikaitkan dengan Kepemilikan Tanah Berdasarkan Hukum Pertanahan" pada Selasa (28/11) di aula Kanwil DJKN DKI Jakarta.
Adapun permasalahan
dalam penanganan perkara ini, Direktur Hukum dan Humas
merinci beberapa hal antara lain, kurangnya alat bukti kepemilikan yang menjadi
kendala dalam pembuktian, pengertian pengelola dan pengguna BMN sebagai legal standing dalam gugatan perkara
BMN, dan pelaksanaan putusan yang menghukum/membatalkan
kepemilikan BMN, baik putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun Pengadilan
Negeri serta kedudukan hukum atas hak kepemilikan BMN. “Jika seluruh instansi
melakukan upaya bersama sesuai kewenangan masing-masing maka DJKN mampu
mewujudkan prinsip 3T pengelolan BMN, yakni tertib administrasi, tertib fisik
dan tertib hukum,” ujarnya.
FGD ini menghadirkan
beberapa narasumber yang berkompeten di bidangnya antara lain, Ahli Hukum
Keuangan Negara yang juga sebagai Ketua Tim Penyusun Undang-Undang Keuangan
Negara Siswo Sujanto, Sekretaris Direktorat Jenderal
Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional Allen Saputra, dan Ketua Pengadilan Negeri
Tebo Jambi Ricky Ferdinan.
Ahli Hukum Keuangan Negara
Siswo Sujanto menyampaikan materi tentang aspek kepemilikan dalam pengelolaan
aset negara menurut UU Bidang Keuangan
Negara. Ia mengatakan terdapat perbedaan persepsi
kepemilikan BMN khususnya tanah pada Hukum Pertanahan dan Hukum Keuangan
Negara. Siswo menjelaskan bahwa menurut
Hukum Keuangan Negara,
pengelola BMN dalam hal
ini Menteri Keuangan adalah pemilik BMN sedangkan menurut Hukum
Pertanahan, pemilik tanah
adalah nama yang
tercantum
dalam sertifikat Ahli
Keuangan Negara ini
menggambarkan mengenai hirarki dalam
berfikir mengenai hokum
dimana awalnya adalah
filosofi kemudian kaidah/sitem kemudian norma
baru setelah itu
ada ketentuan.
Mantan
Sesditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan ini juga
menjelaskan mengenai pengelolaan Keuangan
Negara didominasi oleh
adanya legitimasi terhadap kegiatan pemerintah yaitu begitu diterima/ditetapkan harus dilaksanakan.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Kekayaan
Negara
merupakan unsur
utama dalam Keuangan
Negara.
Sekretaris Ditjen Pengadaan Tanah Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Allen Saputra menjelaskan beberapa hal terkait perolehan tanah aset BMN/BMD
berdasarkan pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan BMN/BMD yakni melalui pembelian atas beban APBN/APBD,
hibah/sumbangan, pelaksanaan perjanjian/kontrak, putusan pengadilan yang inkracht dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Allen juga menjelaskan beberapa hal
terkait Hukum Pertanahan diantaranya,bentuk-bentuk
hak kepemilikan
era kolonial, kepemilikan pribumi atas
Hak Eigendom semasa
zaman Hindia Belanda, Hak atas tanah
milik adat,
pluralistis
hukum tanah
dan bentuk-bentuk hak
setelah adanya UU
Pokok
Agraria.
Sedangkan Ketua Pengadilan Negeri Tebo Jambi Ricky Ferdinan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan gugatan pihak ketiga atau derden verzet di Pengadilan. Dalam praktek beracara di muka pengadilan selain perkara gugatan maupun perkara permohonan sering dijumpai gugatan perlawanan pihak ketiga. “Perlawanan pihak ketiga ini pada prinsipnya adalah gugatan perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga yang sejak semula tidak menjadi pihak dalam perkara yang sedang dipersengketakan oleh penggugat dengan tergugat di pengadilan. Namun, kemudian tiba-tiba yang bersangkutan merasa terserang kepentingan dan kepemilikannya,” ujarnya menjelaskan.
Ia
memaparkan perlawanan pihak ketiga
ini ada dua
macam yakni, pertama perlawanan terhadap sita
jaminan (conservatoir beslag) yang
penyelesaiannya melalui intervensi tussenkomst/pelawan berhadapan dengan penggugat dan tergugat karena proses perkara masih
berjalan dan belum
diputus oleh majelis hakim. Kedua, perlawanan terhadap sita eksekusi (eksekutorial beslag) yang
penyelesaiannya melalui derden verzet/bantahan karena
perkara telah diputus
oleh pengadilan dan
telah berkekuatan hukum
tetap dan perkara
mau dieksekusi maka
secara otomatis sita
jaminan berubah menjadi
sita eksekusi.
Ricky juga menjelaskan secara komprehensif mengenai dasar hukum derden verzet, alasan-alasan diajukan, syarat mengajukan, dan proses penerimaan perkara gugatan. (Humas007)