Jakarta (22/11/2017) – Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) menyelenggarakan seminar scholarship coaching and mentoring. Seminar yang berlangsung di Gedung Syafrudin Prawiranegara Kantor Pusat DJKN bertujuan untuk mempersiapkan pegawai mendapatkan beasiswa studi lanjut.
Narasumber seminar adalah Eko Prasetyo, Tenaga Pengaji Orientasi Kekayaan Negara, sekaligus coach seminar. Sebelum memulai materi, pria yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) itu meminta seluruh peserta seminar untuk mengkaji kembali tujuan peserta sebelum memilih jurusan dan universitas sebagai program studi lanjut mereka. “Mari kita luruskan niat kita, semoga goals kita untuk mendapatkan beasiswa bisa tercapai”, ujarnya.
Peluang untuk
belajar ke luar negeri sangat terbuka lebar, khususnya negara-negara di Eropa.
Hal itu disebabkan oleh faktor demografis dimana penduduk dalam usia produktif
di negara-negara tersebut semakin sedikit, sehingga mereka harus "mengimpor" mahasiswa dari negara lain.
Peluang yang besar juga diberikan kepada generasi muda yang ingin melanjutkan
studi dengan beasiswa. Disebutkan bahwa beasiswa Stuned mengirim 80 mahasiswa
ke luar negeri per tahunnya, Chavening mengirimkan 80 mahasiswa per tahun,
Fullbright mengirim 50 sampai 100 mahasiswa per tahun, AAS mengirim 200 sampai
400 mahasiswa per tahun, dan kuota terbesar dipegang oleh LPDP, mengirim 1.000
sampai 5.000 mahasiswa setiap tahunnya, bahkan targetnya tahun 2020, LPDP ingin
mengirim 30.000 mahasiswa.
Meskipun peluangnya
sangat besar, beasiswa LPDP lebih dikhususkan kepada anak muda, karena LPDP memberikan
syarat batasan umur 35 tahun untuk program Magister dan 42 tahun untuk program
Doktoral. Sedangkan beasiswa lainnya, seperti: Stuned; Chavening; AAS; dan
Fullbright tidak memberikan syarat batasan umur kepada applicants-nya.
Lebih lanjut lagi,
Eko Prasetyo menjelaskan bahwa banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam
memilih program studi lanjut. Peserta diminta untuk menggali potensi diri,
minat dan bakatnya masing-masing, karena sejatinya program studi lanjut itu untuk memperkuat core compentency seseorang, “studi
lanjut itu mempertegas spesialisasi seseorang agar menjadi ahli di bidangnya”
ucapnya. “Anda ingin dikenal sebagai ahli apa? Pertimbangkan keunikan dan
spesifikasi. Semakin unik, semakin langka, semakin dibutuhkan”, lanjutnya.
Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara merupakan organisasi yang tugas dan fungsinya bervariasi. Hal itu
merupakan suatu tantangan organisasi yang kompleks karena DJKN membutuhkan orang-orang dengan skill yang spesifik dan
beragam. “DJKN itu menuntut kompleksitas, karena tugasnya yang banyak dan
berbeda antara satu direktorat dengan direktorat lainnya”, ujar Eko. Diharapkan
ke depannya, DJKN diisi oleh orang-orang yang kompeten dan spesifik pada
bidangnya masing-masing.
Selain itu, studi
lanjut juga dapat mengembangkan network seseorang yang kemudian berguna
dalam peningkatan karir. “Dengan melanjutkan studi ke luar negeri, kita bisa
bertemu dan bermitra dengan profesor terbaik dunia dan bisa mengakses hasil
risetnya. Network ini juga akan
berguna saat kita menjadi orang nanti.”
Di akhir acara, Eko Prasetyo menekankan untuk tidak menunda-nunda rencana studi lanjut. “Belum tentu tahun depan sebuah kebijakan itu sustainable, selagi ada kesempatan, mengapa tidak kita ambil kesempatan itu”, terangnya. "Untuk membulatkan tekad sekolah di luar negeri, besok para peserta yang belum mempunyai paspor, diharapkan mulai mengurus paspor", selorohnya.