Jakarta - Bedah Buku Architecture of
Love dan diskusi work-life balance dengan narasumber
Ika Natassa serta Sosialisasi tentang Pengarusutamaan Gender oleh Kepala Biro
Perencanaan dan Keuangan, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Chalimah
Pudjihastuti, diselenggarakan pada Rabu (08/11).
Kegiatan di Aula Gedung DJKN lantai 5 Selatan ini,
semakin memeriahkan hari kedua Pekan Transformasi, setelah sebelumnya cerita
Transformasi bersama Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Isa Rachmatarwata.
Ika Natassa yang merupakan salah seorang novelis
terkemuka di Indonesia mengungkapkan cerita-cerita di balik penulisan
novel architecture of love dan musing (perenungan)
yang Ia lakukan selama menyusun novelnya tersebut. Wanita yang akrab disapa Ika
ini menuturkan bahwa hobinya dalam menulis diawali dengan hobinya dalam
membaca, “karena dengan membaca kita dapat merasakan hal yang tidak kita lihat
secara langsung. Dengan membaca kita dapat merasakan Spanyol melalui imajinasi
kita tanpa harus secara langsung untuk datang ke sana,” terangnya.
Wanita yang juga berprofesi sebagai bankir di
Bank Mandiri ini menuturkan bahwa aktivitas menulis Ia lakukan di sela-sela
aktivitasnya sebagai bankir, terutama dilakukan pada malam hari maupun
ketika weekend. “Intinya saya menganggap bahwa menulis itu selain
pekerjaan yang menghasilkan, juga merupakan sebuah hobi yang mengasyikan,”
ujarnya. Ika menuturkan bahwa kerjasama yang Ia lakukan dengan penerbit buku
menyepakati bahwa tidak ada deadline dalam setiap penulisan
buku yang Ia lakukan, sehingga tidak ada paksaan untuk menyelesaikannya
sesegera mungkin.
Ika beranggapan bahwa multitasking merupakan
sebuah omong kosong belaka, “Kita tidak bisa melakukan berbagai hal dalam satu
waktu, yang bisa kita lakukan adalah mempartisi ide. Isi kepala kita
pilah-pilah untuk memikirkan satu per satu hal yang harus kita pikirkan,”
terangnya.
Novelis bergenre metropop ini menuturkan bahwa
transformasi itu berawal dari sebuah ide atau gagasan yang hebat. “Namun, ide
tersebut akan sia-sia jika disimpan sendiri, ide tersebut harus dikomunikasikan
kepada orang lain,” ujarnya.
Ika memberikan pesan bahwa kemajuan itu tidak
diatur dan ditentukan oleh orang lain, tapi oleh diri kita sendiri. Oleh
karenanya dalam karya-karyanya Ika seringkali menanamkan semangat kepada para
pemuda dengan budaya. “Bahwa pekerjaan yang kita lakukan adalah untuk legacy atau
nama baik kita, sehingga kita tidak akan melakukan apa-apa lagi selain
melakukan yang terbaik dalam pekerjaan tersebut,” tuturnya.
Setelah sesi bedah buku dan diskusi
terkait work-life balance, acara dilanjutkan dengan diskusi
mengenai pengarusutamaan gender yang dibawakan oleh Chalimah Pudjihastuti.
Wanita yang akrab disapa Iim ini menjelaskan
bahwa sampai dengan saat ini banyak masyarakat yang masih rancu dalam memahami
konsep gender. “Gender itu bukan hanya terkait jenis kelamin dan urusan yang
berkaitan dengan memprioritaskan perempuan, tetapi gender merupakan perbedaan
peran serta tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dikonstruksikan
oleh masyarakat dan bersifat dinamis,” terangnya.
Iim memberikan contoh bahwa pekerjaan tertentu
dianggap hanya untuk laki-laki atau hanya untuk perempuan, sehingga hal ini
berpengaruh pada mutasi, promosi, bahkan pada pola pengembangan pegawai serta
hak untuk memperoleh akses dan manfaat dari suatu kebijakan. “stereotype seperti
itulah yang bisa dihilangkan dengan pengarusutamaan gender (PUG),” ujarnya.
“Hal yang dilakukan dalam PUG adalah memastikan
isu gender tersebut terintegrasi dalam kegiatan pembangunan melalui kebijakan
dan program yang memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan
dan laki-laki terhadap seluruh aspek kehidupan,” terang Iim.
Sebagai bentuk keseriusan dalam penerapan PUG di
Kementerian Keuangan, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan melalui Biro
Perencanaan dan Keuangan mulai tahun depan akan menyelenggarakan Lomba PUG
tidak hanya untuk unit vertikal di eselon I yang ditunjuk, tetapi akan
dilombakan antar seluruh eselon I di Kementerian Keuangan.
(Humas DJKN)