Jakarta - Mewujudkan misi pengurusan piutang
negara yang efektif efisien dan akuntabel, Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN) mengadakan seminar hukum
bertajuk Transformasi Pengurusan Piutang Negara Menjadi Pengelolaan Piutang Negara
Untuk Mewujudkan Tata Kelola Piutang Negara Yang Lebih Baik. Seminar hukum
dibuka oleh Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat DJKN Tri Wahyuningsih Retno
Mulyani pada Rabu 11 Oktober 2017 di Jakarta.
Dalam sambutannya Ani mengatakan Berdasarkan UU
No.49 Prp. Tahun 1960 dan Peraturan Menteri Keuangan No.240/PMK.06/2016,
pengurusan piutang negara masih terbatas pada upaya penagihan, untuk itu DJKN
perlu segera melakukan transformasi Pengurusan Piutang Negara menjadi
Pengelolaan Piutang Negara (State
Receivables Management).
Selanjutnya Ani mengatakan tujuan seminar ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai struktur pengelolaan piutang negara yang efektif, efisien, dan akuntabel, mendapatkan pandangan hukum terkait pengelolaan piutang negara, dan mendapatkan kerangka awal dalam penyusunan regulasi terkait pengelolaan piutang negara.
Pengurusan piutang negara tidak terbatas pada penyelesaian untuk mengbalikan uang negara, namun dalam pengurusan piutang negara tersebut juga menyimpan potensi penerimaan negara yang besar, tidak hanya melalui biaya administrasi (biad) namun juga melalui pengelolaan jaminan-jaminan utang tersebut. Demikian Ani menjelaskan.
Transformasi dari Pengurusan ke Pengelolaan
Kepala Subdit Sistem Akuntansi Direktorat
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Dwinanto
mengatakan sistem akuntansi dan pelaporan piutang negara pada K/L harus sama
persepsinya dengan sistem pencatatan dan pelaporan piutang yang ada pada
pengelola piutang. Pengakuan piutang
sangat terkait dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)-nya, untuk itu dibutuhkan komitmen yang kuat dari para pihak
untuk menatausahakan dan pencatatan akuntansi piutang negara.
Lebih lanjut Dwinanto menjelaskan beberapa manfaat yang didapat dari pencatatan piutang berbasis akrual yang pertama dari sisi pengamanan yaitu diamankan dan disajikan secara akuntabel. “Ketika pos pos disajikan secara wajar bisa dijadikan acuan pengambilan kebijakan, Next step dari tercapainya opini Wajar Tanpa Pengecualian” ujarnya.
Konsultan Hukum Bisnis Gunawan Widjaja mengatakan dalam pengurusan piutang secara umum terdapat hak tagih yang merupakan benda bergerak yang tidak bertubuh yang dijamin dalam pasal 1131 KUHPerdata dan dapat dialihkan kepemilikannya. Jenis hak tagih tersebut dapat diklasifikasikan menjadi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, ada agunan atau tanpa agunan dan berdasarkan kualitas piutang.
Untuk Pengelolaan jangka pendek, Gunawan menjelaskan piutang tersebut dapat ditagih agar dibayar. “Jika tidak dibayar bisa dilakukan eksekusi, dialihkan dengan dijual “with recourse or without recourse” atau melalui subrogasi dan terakhir kepailitan atau PKPU,” ujarnya. Sedangkan untuk jangka menengah dan panjang jika tidak dibayar, selain langkah di atas dapat juga melalui Novasi secara Objektif atau Subjektif, Debt to Equity Swap, Asset Securitization. Demikian Gunawan menjelaskan.
Lebih lanjut menurut Gunawan pengelolaan piutang dapat dikelola sendiri, dikerjasamakan dengan pihak ketiga tanpa pengalihan piutang (Sharing Risk), dan dialihkan kepada pihak ketiga (pengalihan risiko). Pengalihan pihak ketiga sendiri memerlukan penilaian piutang yang dilakukan dengan metode future cash flow analysis.
Seminar berlangsung
selama dua hari dengan mengundang beberapa narasumber berkompeten lainnya dari
Direktorat Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain (PNKNL), Badan
Pemeriksa Keuangan, dan Direktorat Sistem Manajemen Investasi Direktorat
Jenderal Perbendaharaan. Turut hadir dalam seminar tersebut Kepala Kanwil DJKN
DKI Jakarta Hady Purnomo, Kepala Kanwil DJKN Banten Teddy Sandriadi.