Sepanjang tahun 2021 ini, Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan telah berhasil
menyelenggarakan kegiatan edukasi dan sosialisasi yang dinamakan dengan DJKN Goes
to Campus. Sesuai dengan penamaannya, kegiatan ini dilaksanakan dengan
menyasar civitas akademika dari perguruan-perguruan tinggi yang ada di seluruh
Indonesia. Kegiatan utama dari kegiatan ini tidak lain adalah untuk mengedukasi
dan mensosialisasikan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
serta dikaitkan dengan tema-tema pilihan yang menjadi tugas dan fungsi DJKN,
seperti lelang dan pengelolaan kekayaan negara/aset negara.
Kegiatan DJKN Goes to Campus
telah diselenggarakan dengan menggandeng kampus-kampus baik negeri maupun
swasta, sesuai dengan wilayah kerja masing-masing Kantor Wilayah DJKN maupun
KPKNL. Sekadar menyebutkan beberapa contoh, Kantor Wilayah DJKN Aceh
menyelenggarakan kegiatan ini kepada civitas akademika Universitas Syiah Kuala
Aceh[1], Kantor Wilayah DJKN DKI
Jakarta dengan audiens yang berasal dari Universitas Indonesia dan Universitas
Negeri Jakarta[2],
selanjutnya Kantor Wilayah DJKN Kalimantan Timur dan Utara juga
menyelenggarakan kegiatan ini kepada Universitas Balikpapan, Universitas
Mulawarman, Politeknik Negeri Samarinda, Universitas Trunajaya Bontang, dan
Universitas Borneo Tarakan[3], dan Kantor Wilayah DJKN
Papua, Papua Barat, dan Maluku yang menggandeng Universitas Pattimura Ambon[4].
Kegiatan DJKN Goes to Campus
tersebut tentunya memiliki arti yang sangat penting, namun demikian adakah
kiranya langkah-langkah yang dapat diambil oleh Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara untuk lebih mengoptimalkan kegiatan tersebut. Lebih jauh, bagaimanakah
kegiatan tersebut dapat memberikan dampak dalam penyelenggaraan pelayanan
publik oleh DJKN, mengingat bahwa KPKNL selaku instansi vertikal DJKN memiliki
tugas dan fungsi utama untuk menyelenggarakan pelayanan publik dalam bidang
lelang dan pengelolaan kekayaan negara.
Tulisan singkat ini berusaha untuk
menggagas sebuah agenda yang mungkin dapat dipertimbangkan oleh DJKN setelah
keberhasilannya menggandeng berbagai perguruan tinggi dalam pelaksanaan DJKN Goes
to Campus. Tentunya agenda ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik bagi pengguna jasa DJKN maupun stakeholders-nya.
Triple Helix dan Kontekstualisasinya untuk
Pelayanan Publik
Pada tahun 1996, Loet Leydesdorff dan
Henry Etzkowitz memperkenalkan tesis Triple Helix yang di dalamnya
menerangkan hubungan antara universitas-industri-pemerintahan dalam kerangka knowledge-based
economic[5].
Hingga saat ini tesis tersebut masih menjadi rujukan, utamanya dalam rangka
memacu kelahiran berbagai inovasi, dengan mekanisme pemerintah yang
memfasilitasi kolaborasi dunia usaha (industri) dengan dunia penelitian
(universitas)[6].
Pendapat lain menyatakan bahwa kunci pengembangan Triple helix adalah
meningkatkan sirkulasi antara universitas, industry dan pemerintah sebagai agen
pembangunan dan sebaliknya, tersumbatnya sirkulasi adalah indikasi kegagalan
masyarakat, keterbelakangan, ide-ide, dan inovasi[7].
Berdasarkan uraian singkat di atas,
maka akan dapat dipahami bahwa konsepsi triple helix pada hakikatnya
adalah bertujuan untuk mendukung dunia usaha atau industri. Dengan konstruksi
yang demikian maka konsepsi triple helix dilatarbelakangi oleh motif
ekonomi, sehingga peran pemerintah dan universitas adalah untuk “membantu”
dunia usaha atau industri. Oleh karenanya dalam tulisan ini, konsepsi triple
helix akan dikontekstualisasikan guna membangun kerangka hubungan yang pada
akhirnya dapat memberikan dampak pada peningkatan kualitas pelayanan publik.
Dengan tujuan sebagaimana disebutkan
sebelumnya, untuk kepentingan penulisan tulisan ini perlu dilakukan pemaknaan
bahwa peran masing-masing institusi konsep triple helix adalah
dititikberatkan pada Pemerintah. Pemerintah dipandang sebagai institusi yang
menyelenggarakan pelayanan publik, sehingga dalam konteks hubungan triple
helix Pemerintah memerlukan universitas maupun industri sebagai institusi
yang berpotensi berkontribusi dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan
publik.
Kontribusi universitas yang dimaksud
diantaranya adalah penelitian maupun produk pengetahuan lainnya yang dapat
menjadi dasar perumusan kebijakan dalam pelayanan publik atau knowledge
based policy. Sedangkan dunia usaha berperan dalam memberikan pengalaman
berdasarkan praktik bisnis yang telah dijalankannya yang berpotensi dapat direplikasi
atau dimodifikasi oleh berbagai instansi pemerintah yang menyelenggarakan
pelayanan publik.
Kontekstualisasi makna konsepsi triple
helix yang demikian kiranya tidak berlebihan mengingat bahwa implementasi
dari konsepsi tersebut dapat mengalami pergeseran. Sebuah studi menerangkan
bahwa implementasi konsep triple helix di wilayah Silicon Valley
mengalami pergeseran. Pemerintah Kota San Jose telah bergeser perannya dari
konsumen teknologi menjadi fasilitator dan perguruan tinggi menjadi tempat yang
lebih berfokus pada kelahiran wirausaha-nya sendiri[8]. Selain itu, model triple
helix yang “mengabdi” pada kepentingan pemerintah juga menjadi tren di
Cina, dimana universitas menjadi faktor penting dalam inovasi kebijakan
pemerintah.[9]
Prakondisi yang Mendukung
Setelah mengkontekstualisasi makna triple
helix sehingga dapat berkontribusi dalam peningkatan pelayanan publik, DJKN
kiranya perlu menyusun agenda strategis untuk hal tersebut. Momentum
pelaksanaan kegiatan DJKN Goes to Campus dapat dioptimalkan dengan
penyusunan agenda-agenda kolaboratif antara DJKN dengan kampus-kampus dalam
rangka peningkatan pelayanan publik sesuai makna konsepsi triple helix yang
telah dikontekstualisasikan tersebut. Agenda tersebut tentunya dirumuskan dengan
memperhatikan bahwa telah terdapat berbagai prakondisi yang dapat mendukung
terlaksananya agenda tersebut.
Pertama, hubungan dengan berbagai
perguruan tinggi telah terjalin. Sebagaimana menjadi fokus dalam tulisan ini,
terselenggaranya kegiatan DJKN Goes to Campus dapat menjadi indikasi
bahwa DJKN telah menjalin hubungan yang baik dengan berbagai perguruan tinggi.
Hubungan yang telah terjamin ini kiranya perlu ditingkatkan sehingga tidak
hanya menjadikan civitas akademika sebagai audiens dalam berbagai kegiatan.
Hubungan tersebut dapat ditingkatkan dengan menjalin adanya kerjasama
pengembangan atau penelitian terhadap berbagai hal berkaitan dengan tugas dan
fungsi DJKN dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik. Sebagai
contoh, DJKN dapat menjalin kerjasama dengan suatu perguruan tinggi dalam
rangka mengkaji sebuah kebijakan, sehingga kebijakan tersebut nantinya dapat
lahir dengan paradigma knowledge-based policy.
Kedua, Kementerian Keuangan telah
menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 283/KMK.011/2021 tentang
Implementasi Organisasi Pembelajar (Learning Organization) Di Lingkungan
Kementerian Keuangan (KMK 283/2011). Hadirnya KMK 283/2021 tersebut tentunya
akan mendorong semakin difasilitasinya proses pembelajaran bagi setiap pegawai
DJKN. Pada diktum Kesembilan disebutkan adanya model belajar dari orang lain,
yang tidak lain dalam konteks triple helix hal ini dapat diwujudkan
dengan belajar dari pihak universitas maupun industri. Setiap pegawai DJKN akan
semakin berpeluang untuk melakukan pembelajaran dengan institusi-institusi
tersebut dengan tujuan untuk melahirkan inovasi dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan publik.
Ketiga, model organisasi DJKN yang
memiliki instansi vertikal di seluruh Indonesia. KPKNL-KPKNL sebagai instansi
vertikal yang wilayah kerjanya mencakup seluruh Indonesia juga menjadi
prakondisi yang secara potensial dapat memperkuat implementasi konsep triple
helix bagi DJKN. Sebagaimana gambaran pelaksanaan DJKN Goes to Campus,
terlihat bahwa hampir seluruh KPKNL mampu menggandeng berbagai perguruan tinggi
di seluruh wilayah kerjanya masing-masing. Dengan prakondisi ini, selain
hubungan baik yang terjalin sebagaimana prakondisi sebelumnya, DJKN kiranya
dapat memacu setiap KPKNL untuk dapat melahirkan inovasi pelayanan publik
dengan terlebih dahulu melakukan kajian dengan perguruan-perguruan tinggi yang
terdapat pada wilayah kerjanya. Institusi perguruan tinggi sebagai pusat-pusat
keunggulan dapat menjadi mitra untuk meningkatkan kompetensi pegawai-pegawai
yang terdapat di KPKNL. Sebagai ilustrasi, jamak diketahui bahwa keterbatasan
kompetensi pegawai pada KPKNL telah menjadi faktor penghambat utama lahirnya
sebuah inovasi, terutama jika inovasi tersebut akan dituangkan dalam sebuah
program aplikasi perangkat lunak. Kiranya masalah ini dapat dicarikan solusi
jika KPKNL mampu menggandeng perguruan tinggi di wilayahnya yang memiliki
program studi teknik informatika untuk menuangkan inovasi tersebut dalam sebuah
program aplikasi.
Penutup
Meskipun dalam tulisan ini pembahasan
berkaitan dengan dunia usaha (industri) sebagai salah satu unsur dalam konsepsi
triple helix tidak dibahas secara memadai, Penulis berpendapat bahwa
DJKN dapat menjalin kemitraan dengan dunia usaha dalam rangka untuk
mempelajari, mereplikasi, atau bahkan memodifikasi model pelayanan yang
dilakukan oleh dunia usaha untuk kemudian diterapkan dalam pelayanan publik.
Dalam konteks ini, DJKN juga dapat mempertimbangkan model pengembangan inovasi
dengan paradigma open innovation, yang dapat bersifat saling melengkapi
dengan konsepsi triple helix.
Pada akhirnya, tanpa mengenyampingkan
berbagai nilai positif yang telah muncul dari penyelenggaraan kegiatan DJKN Goes
to Campus, kiranya tetap perlu dipikirkan langkah selanjutnya di mana dunia
kampus diposisikan sebagai mitra DJKN yang dapat memacu kelahiran berbagai
inovasi pelayanan publik. Sebagaimana tulisan ini, memposisikan dunia kampus
sebagai mitra tersebut dapat dikembangkan dalam kerangka konsepsi triple helix
yang maknanya dikontekstualisasikan dengan pelayanan publik. Demikian pula
kiranya kita tetap berharap bahwa kegiata DJKN Goes to Campus sebagai
sebuah kegiatan positif dapat terus terselenggara pada waktu-waktu yang akan
datang.
[1]
Diakses dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-lhokseumawe/baca-berita/24498/DJKN-Goes-To-Campus-APBN-dan-Pengelolaan-Kekayaan-Negara.html
[2]
Diakses dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-jakarta/baca-berita/25450/DJKN-Goes-To-Campus-UI-dan-UNJ-APBN-2021-Peran-dan-Fungsi-Lelang-oleh-Kanwil-DJKN-DKI-Jakarta.html
[3]
Diakses dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita/baca/25514/Kenalkan-APBN-2021-dan-Peran-DJKN-Kanwil-DJKN-Kaltimtara-Goes-to-Campus.html
[5]
Leydesdorff, Loet & Henry Etzkowitz, 1996, Emergence of a Triple Helix of
University-Industry-Government Relations, Science and Public Policy, 23
(1996), 279-86.
[7]
Asyhari & Wasitowati, 2015, Hubungan Triple Helix, Inovasi,
Keunggulan Bersaing dan Kinerja, 2nd Conference in Business,
Accounting, and Management UNISSULA, Vol. 2 No. 1 May 2015 (320-334).
[8] M.
Pique, Josep, et.al, 2018, Triple Helix and the evolution of ecosystems
of innovation: the case of Silicon Valley, diakses dari https://triplehelixjournal.springeropen.com/track/pdf/10.1186/s40604-018-0060-x.pdf
[9]
Abbas, Asad, et.al., 2019, University-government collaboration for the
generation and commercialization of new knowledge for use in industry, Journal
of Innovation & Knowledge, 4 (2019), 23-31.