Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Rakernas Kementerian Keuangan 2012: “Opini Wajar Tanpa Pengecualian Bukanlah Status Akhir”
N/a
Senin, 17 September 2012 pukul 08:15:44   |   82 kali

Jakarta - Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diperoleh sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) pemerintah dalam pelaporan keuangan periode 2011 bukanlah status akhir. Opini itu sesungguhnya hanya mencakup bagian akhir dari siklus keuangan negara. Namun opini WTP seyogyanya digunakan sebagai bottomline, atau landasan awal untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan dan pelaporan keuangan. Hal itu disampaikan Wakil Presiden Boediono saat membuka Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kementerian Keuangan 2012 di Gedung Dhanapala, Jalan Juanda, Jakarta, Selasa 11 September 2012. Acara yang mengambil tema Peningkatan Kualitas Pengelolaan Keuangan Pemerintah dalam Rangka Mewujudkan Laporan Keuangan Pemerintah Tahun 2012 Dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian ini dihadiri oleh menteri/pimpinan lembaga atau wakil menteri, anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), gubernur/bupati/walikota, sekretaris jenderal/sekretaris utama, aparat pengawasan internal pemerintah, kepala biro keuangan/biro umum K/L, lembaga internasional, dan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. Salah satu tujuan penyelenggaraan Rakernas ini adalah menyatukan pemahaman atas temuan audit BPK RI dan mengambil tindakan yang tepat untuk menyelesaikan temuan audit tersebut.

Wapres Boediono membuka sambutannya dengan memberikan gambaran tentang betapa pentingnya keuangan negara bagi suatu bangsa dan negara. Menurut Boediono, keuangan negara erat sekali kaitannya dengan nasib negara. “Kalau saya katakan saudara-saudara pengelola keuangan negara telah mengelola dengan baik, saya namakan anda negarawan. Tapi kalau anda tidak mengelola dg baik, apalagi menggerogoti, artinya bukan negarawan," kata Wapres.

Wapres mengatakan, ia mengikuti perkembangan perbaikan kualitas pengelolaan keuangan negara dari waktu ke waktu dan merasakan adanya perbaikan dari tahun ke tahun. Target yang dibuat pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah pada 2014 semua kementerian dan lembaga telah berhasil mencapai opini WTP atau 100 persen. Saat ini, sudah 67 kementerian/lembaga mendapat opini WTP dari total jumlah 80 institusi, sedangkan untuk pemerintah daerah, target yang ingin dicapai adalah 60 persen, atau sekitar 300-an dari 500-an lembaga pemerintahan daerah. "Jadi, masih banyak yang harus kita kejar. Rakernas seperti ini membuat kita terus memperbaiki komitmen dan inisiatif kita untuk meningkatkan kualitas pengelolaan negara karena kita semua punya kepentingan di situ," kata Wapres. Sebagai penutup pidatonya, Wapres berpesan agar K/L yang telah mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian dihimbau untuk terus melanjutkan perbaikan dan peningkatan kualitas pengelolaan keuangan negara.

     

Dalam kesempatan itu Wapres Boediono menyaksikan penyerahan  secara simbolis 67 anugerah WTP atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (kota, kabupaten dan provinsi) dan 67 anugerah WTP untuk 67 K/L dengan didampingi oleh perwakilan dari Mahkamah Konstitusi dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.

Rakernas kelima yang telah diselenggarakan Kementerian Keuangan ini dilanjutkan dengan pidato dari Menteri Keuangan Agus D. W. Martowardojo. Terkaiti soal aset, Agus mengatakan total aset negara per 31 Desember 2011 mencapai Rp3.023,44 triliun atau meningkat 24,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Rp2.423,69 triliun). Nilai aset tersebut masih dapat bertambah lagi karena masih ada aset  milik K/L berupa bendungan dan jembatan serta jalan umum yang belum ditertibkan. Jika hal ini dapat ditertibkan dan diinventarisasi serta dinilai, Agus yakin nilai aset akan meningkat. Proses inventarisasi dan penilaian aset negara penting dilakukan agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran atas status kepemilikan dan nilai suatu bangunan atau tanah milik K/L. "Inventarisasi perlu dilakukan oleh Kementerian Lembaga yang bersangkutan untuk meyakinkan tanahnya dalam kondisi clean and clear dan dalam kendali dari Kementerian Lembaga tersebut," ujarnya.

     

Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) Hadiyanto turut menjadi narasumber acara tahunan itu. Dalam paparannya, Hadiyanto mengatakan ada dua temuan BPK RI atas LKPP 2011 terkait aset tetap, yaitu masih terdapat kelemahan dalam pencatatan dan penatausahaan aset tetap K/L dan pelaksanaan inventarisasi dan penilaian aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang tidak berdasarkan dokumen yang valid. Hal ini bukan hanya tanggung jawab dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) semata, tetapi juga merupakan tugas untuk seluruh K/L, khususnya K/L yang telah menerima laporan. “Kalau kita lihat dari kelemahan pencatatan dan penatausahaan tersebut, ada yang harus kita akui memang sebagai kelemahan dari proses pencatatan dan penatausahaan, tetapi ada juga yang disebabkan karena K/L belum merespon rekomendasi dari BPK,” ujar Dirjen. Menurut Hadiyanto, beberapa kelemahan proses pencatatan dan penatausahaan aset disebabkan karena dokumen kepemilikan aset yang belum memadai atau letak geografis aset yang sulit dijangkau untuk dilakukan penilaian.

Menindaklanjuti temuan BPK tersebut, DJKN selaku instansi di lingkungan Kementerian Keuangan yang menangani soal aset telah menyiapkan beberapa langkah/strategi penanganan. Dirjen KN menjelaskan satu per satu strategi tindak lanjut BPK secara gamblang. Menurut Hadiyanto langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyusun tindak lanjut temuan BPK dengan cara mengklarifikasi apakah temuan tersebut benar-benar faktual dengan disertai rekomendasi dari BPK. Selain itu, menyamakan persepsi dengan cara mengadakan rapat tripartit (BPK, K/L, dan pengelola barang) juga diperlukan, agar tidak terjadi kesalahpahaman sehingga tidak menjadi temuan kembali di tahun berikutnya. Selanjutnya, notulensi dari rapat tripartit dijadikan sebagai acuan untuk menerapkan timeline penanganan temuan BPK dengan tetap mempertimbangkan anggaran yang tersedia.

“Setelah menyusun rencana tindak lanjut BPK, langkah selanjutnya adalah memastikan bahwa rencana tersebut memang benar-benar acceptable oleh BPK,” ujar pria alumnus Universitas Padjajaran di sela-sela paparannya. Oleh karena itu, Dirjen KN menyarankan agar K/L senantiasa melakukan konsultasi dengan BPK atas permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan tindak lanjut dengan tidak lupa mengantisipasi berbagai macam kendala dan hambatan yang terjadi.

Membangun kepedulian terhadap pengelolaan barang milik Negara (BMN) merupakan langkah ketiga yang disarankan Dirjen KN kepada semua perwakilan K/L yang hadir, khususnya bagi K/L yang pengelolaan BMN-nya berdampak signifikan terhadap LKPP. “Maksud dari pengelolaan di sini bukan hanya terkait penatausahaan aset saja, tetapi juga menyangkut pemanfaatan aset,“ ujar Hadiyanto. Dirjen KN melanjutkan, fokus penanganan aset bukan hanya yang menjadi temuan BPK saja, tetapi juga perlu mengidentifikasi hal-hal yang dapat menjadi potensi temuan BPK ke depan. Potensi temuan BPK dapat diantisipasi dengan melibatkan pengawas fungsional maupun internal, seperti Inspektorat Jenderal. “DJKN siap memberikan asistensi, monitoring dan evaluasi secara aktif dan terus menerus terkait pengelolaan BMN kepada K/L,” ujar pria yang menjabat sebagai Dirjen KN sejak 27 Oktober 2006.

     

Terkait dengan formulasi kebijakan, DJKN telah menyusun beberapa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sesuai dengan rekomendasi BPK. “PMK tersebut bukan hanya rekomendasi BPK semata, tetapi juga merupakan bagian integral dari pengelolaan aset,” terang Dirjen KN.

Hadiyanto menuturkan temuan atas BPK hendaknya dapat menjadi motivasi bagi K/L agar senantiasa melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas laporan keuangan secara terus menerus. Selain itu, sinergi antar K/L sangat penting dilakukan dengan cara menyamakan persepsi dan membangun komitmen bersama untuk menyelesaikan rekomendasi temuan BPK terlebih dahulu, kemudian bersama-sama melaksanakan suatu kebijakan dan mengadakan pertemuan periodik untuk memantau progress penyelesaian temuan BPK. “Dengan bekerja secara sinergi, output yang akan kita hasilkan akan lebih baik dan optimal,” ujar pria yang mendapat gelar doktor pada Juli 2012 lalu.

Setelah paparan dari Dirjen KN, acara dilanjutkan dengan paparan dari pejabat eselon I lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan. Rakernas hari pertama ditutup dengan sesi tanya jawab dari para peserta yang hadir. (Dimas/Risma-Humas DJKN)

     

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini