Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Pengamat: Penyelesaian Kasus BLBI Diluar Pidana Harus Jelas
N/a
Senin, 01 Desember 2008 pukul 11:45:54   |   4352 kali

Jakarta, (RoL-02 April 2008) - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki mengatakan penyelesaian kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di luar pidana yaitu melalui perdata harus jelas dan transparan.
"Penyelesaian di luar pidana bisa efektif. Hanya saja ukurannya harus jelas, berapa hutang mereka dan penyelesaiannya seperti apa. Harus jelas," katanya, di Jakarta, Rabu, di sela-sela acara publikasi Bung Hatta Anti Corruption Award.

Menurut dia, sebaiknya pemerintah mengumumkan kepada masyarakat berapa hutang para obligor, siapa saja yang telah mengembalikan dan berapa besarannya.

"Sebelumnya, obligor mendapat Surat Keterangan Lunas (SKL) namun tidak transparan mereka membayar berapa dan nilai hutangnya. Pengembalian hutang juga sangat kecil hanya 9 persen saat itu," ujarnya.

Ia mengatakan mengapresiasi upaya pemerintah untuk menangani obligor BLBI melalui dua jalur yakni penanganan masalah keperdataan melalui panitia urusan piutang negara (PUPN) dan penanganan masalah pidana melalui kejaksaan dan/atau kepolisian.

"Hanya saja saya khawatir tidak dapat dilaksanakan mengingat sebelumnya ada upaya paksa badan yang tidak dilakukan. Pemerintah seharusnya dari dulu tegas terhadap obligor nakal," ujarnya.

Sebelumnya, dalam rapat Paripurna DPR (1/2), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membacakan jawaban Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait penyelesaian BLBI.

Menkeu di antaranya mengatakan, delapan obligor yang koperatif tetapi belum menyelesaikan kewajibannya, akan ditangani oleh Menkeu melalui PUPN.

PUPN akan melakukan serangkaian tindakan pengurusan piutang negara sesuai dengan UU Nomor 49 Tahun 1960 tentang PUPN dan peraturan pelaksanaannya.

Langkah-langkah yang dilakukan antara lain tindakan pencegahan bepergian keluar negeri terhadap para obligor, penelusuran aset, pemblokiran aset obligor beserta penguasaan dan pengamanannya, dan penilaian terhadap aset obligor.

Selanjutnya akan dilakukan pelaksanaan eksekusi atas harta kekayaan obligor yang tidak menyelesaikan kewajiban dan penjualan serta pelelangan aset secara transparan dan akuntabel.

"Pemerintah sudah membentuk tim untuk mengefektifkan upaya penagihan termasuk dengan menerapkan paksa badan," kata Menkeu.

Sementara itu terhadap 12 obligor yaitu pemegang saham pengendali (PSP) Bank Deka, Bank Central Dagang, Bank Orient, Bank Dewa Rutji, Bank Arya Panduarta, Bank Metropolitan, Bank Surya Perkasa, Bank Bahari, Bank Tata, Bank Umum Servitia, dan Bank Aken, akan diserahkan ke Depkeu (cq PUPN) karena dari hasil penyidikan tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi atau perbankan.

Satu obligor, yaitu PSP Bank Aspak telah divonis pidana dan telah dieksekusi. Obligor PSP Bank Dharmala telah diserahkan kepada tim pemberesan BPPN dan sedang didalami Tim Bersama," jelas Menkeu.

Ia juga menyebutkan, tehadap dua obligor yaitu PSP Bank Intan dan Bank Namura saat ini sedang dalam proses penyidikan.

Tidak Relevan
Sementara itu, mengenai pengajuan Hak Angket sejumlah anggota DPR untuk menyelesaikan kasus BLBI, Teten menilai tidak relevan.

"Saya tidak terlalu melihat relevansi. Itu hanya untuk mendorong Presiden saja untuk menangani ini," katanya.

Penanganan kasus BLBI berada di "tangan" pemerintah, sehingga sebaiknya segera melakukan tindakan nyata.
"Kalau masih bergulat di DPR, menurut saya tidak relevan," katanya. antara/abi
 

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini