Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Pengusaha Batubara Masih Utang Rp 700 Miliar
N/a
Rabu, 11 Februari 2009 pukul 20:34:03   |   717 kali

Jakarta (detikFinance, Rabu, 04/02/2009 12:24 WIB) - Hasil audit BPKP tentang kewajiban pengusaha batubara menunjukkan adanya kekurangan sekitar Rp 700 miliar yang belum disetor ke pemerintah. Pemerintah tengah mengkaji mekanisme pembayaran kekurangan tersebut, apakah secara bruto atau netto.

Demikian disampaikan Dirjen Kekayaan Negera Depkeu Hadianto di Gedung DPR/MPR, Selasa (4/2/2009).

"Kalau menggunakan hasil audit BPKP ada selisih Rp 700 miliar. Terus sekarang sedang diteliti oleh Departemen Keuangan terkait dua hal (mekanisme pembayarannya)," katanya.

Mekanisme pertama, adalah penyelesaian secara set off atau netto. Jadi kewajiban pemerintah langsung dikurangi kewajiban pengusaha, dan pengusaha tinggal membayarkan sisa kekurangannya.

"Langsung di-set of dan di netto sehingga selisihnya saja yang masuk ke kas negara. Itu alternatif pertama," katanya.

Alternatif kedua adalah dengan mekanisme bruto seperti biasa. Pengusaha bayar penuh ke negara dan negara juga bayar penuh ke pengusaha.

"Jadi bruto, bayar dulu semua utang masing-masing pihak misalnya Rp 7 triliun, kemudian pemerintah melalui mekanisme reimbursement dikembalikan ke pengusaha senilai itu. Ujung-ujungnya kalau kalau di-netto-kan juga segitu, Rp 700 miliar," katanya.

Kedua alternatif tersebut merupakan rekomendasi BPKP. Namun pemerintah harus melihat mana cara yang terbaik dari sisi governance.

"BPKP tidak menyarankan sebaiknya yang mana. Jadi pemerintah harus lihat lagi dari sisi governance-nya mana yang terbaik, karena APBN kita kan tidak mengenal netto sehingga harus bruto. Tetapi kontrak itu menyebutkan adanya reimbursement. Proses reimbursement sudah berlarut tidak dilakukan sehingga kontraktor menahan karena kira-kira sudah menjadi hak dia," katanya.
Wahyu Daniel
(lih/qom)

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini