Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Penyelesaian Piutang bermasalah PT. BRI Tbk Yogyakarta
N/a
Jum'at, 25 Juni 2010 pukul 14:08:57   |   1847 kali

    

Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta, Ischak Ismail mengundang Pimpinan Wilayah PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI). Tbk Yogyakarta dengan seluruh Pimpinan Cabang PT. BRI. Tbk di wilayah kerja KPKNL Yogyakarta untuk sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 64/PMK.06/2010 tentang Penyelesaian Piutang Bermasalah pada Badan Usaha Milik Negara di Bidang Usaha Perbankan sekaligus rekonsiliasi saldo piutang negara penyerahan sebelum keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor: 33 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah dan membicarakan penyelesaian piutang bermasalah  pada tanggal 8 Mei 2010 di Auditorium KPKNL Yogyakarta.

Sosialisasi ini disambut baik oleh jajaran PT. BRI sehingga diharapkan terjalin hubungan kerja sama yang lebih erat, sehingga dapat meningkatkan penyelesaian kredit bermasalah (outstanding) terutama penyerahan dari PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Hal ini  diutarakan oleh Wakil dari Kanwil PT. BRI Yogyakarta, FX Junanto bahwa masih terdapat friksi tentang ketentuan hapus tagih dengan berbagai ketentuan terkait. Junanto menjelaskan bahwa dalam ketentuan intern PT. BRI yaitu Surat Edaran Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia Nomor: 9/2008 bahwa hapus tagih terhadap piutang yang terdapat di PT. BRI harus memenuhi tiga kriteria yaitu: kredit yang diserahkan ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan telah terbit Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT), kredit yang  terdapat di wilayah Timor Timur (dulu) sekarang Timor Leste dan kredit-kredit yang terkena bencana alam.

Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.06/2010 disampaikan oleh Kepala KPKNL Yogyakarta, Ischak Ismail yang menjelaskan bahwa ruang lingkup penyelesaian piutang bermasalah dalam PMK ini mencakup piutang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang perbankan yang telah dikategorikan sebagai piutang bermasalah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa piutang bermasalah meliputi piutang yang pengurusannya tidak diserahkan maupun yang sudah diserahkan kepada PUPN melalui KPKNL. Piutang bermasalah BUMN di bidang perbankan yang pengurusannya telah diserahkan kepada PUPN hanya dapat diselesaikan oleh BUMN yang bersangkutan setelah pengurusannya ditarik dari PUPN. “Penyelesaian piutang bermasalah ini, oleh bank harus dikelola dengan memperhatikan  ketentuan yang ada seperti Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan  Undang-Undang Nomor: 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara serta ketentuan di bidang perbankan lainnya, “ tegasnya.

Sedangkan piutang bermasalah BUMN di bidang usaha perbankan yang tidak diserahkan pengurusannya kepada PUPN, lanjutnya, dapat diselesaiakan dengan mekanisme berdasarkan Undang–Undang Hak Tanggungan (UU HT) maupun Undang-Undang Fiducia. Adapun mekanisme melalui UU HT pasal 6, BUMN dapat mengajukan penjualan barang jaminan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkait, seperti tentang penilaian aset barang jaminan atau ketentuan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor: 11 Tahun 2010 yang mengatur bahwa apabila barang jaminan yang telah diikat secara sempurna tetapi dalam prakteknya tidak dikelola dengan baik, maka debitur harus mengganti jaminan yang lain.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan diskusi dan rekonsiliasi data saldo piutang negara yang telah diserahkan pengurusannya ke PUPN maupun rekonsiliasi  terhadap perbedaan data pembayaran. Diharapkan dengan adanya rekonsiliasi maka pengurusan piutang negara dapat lebih optimal sehingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal biaya administrasi pengurusan piutang negara dapat lebih meningkat.(edited/admin2/bas)

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini