A. Ringkasan Eksekutif
Dalam rangka penurunan outstanding[1]
Piutang Negara dan jumlah Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN), Pemerintah
mengeluarkan kebijakan di bidang Piutang Negara. Kebijakan tersebut antara lain: pengelolaan Piutang Negara di
Kementerian/Lembaga dan
pengurusan sederhana, keringanan utang dan tindakan keperdataan
dan/atau tindakan layanan publik. Namun demikian, terdapat
kendala berupa belum efektifnya implementasi kebijakan di bidang piutang negara
dalam upaya penurunan outstanding
piutang negara dan jumlah BKPN yang dapat diselesaikan.
Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) perlu melakukan: komunikasi dan harmonisasi
kebijakan/peraturan dengan peraturan lain,
pemenuhan sumber daya dalam rangka implementasi di lapangan, membentuk
sikap komitmen dan kejujuran dari pelaksana kebijakan, serta penataan dan
penguatan kelembagaan Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN) serta kerja sama antar
lembaga terkait.
B.
Pendahuluan
Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2022
tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara, merupakan
babak baru pengurusan piutang Negara dengan beberapa alternatif instrumen
penagihan piutang negara. Sejak tahun 2020 Kementerian Keuangan melalui DJKN
telah membuat kebijakan dalam perbaikan tata kelola piutang negara dan
penurunan tingkat outstanding Piutang
Negara dan penurunan BKPN dari piutang macet yang dikelola oleh PUPN. Kebijakan-kebijakan tersebut
dirumuskan dalam beberapa peraturan yang telah diterbitkannya, seperti:
1. Kebijakan terkait pengelolaan Piutang
Negara di K/L dan pengurusan sederhana.
Kebijakan dilakukan melalui penerbitan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 163/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan
Piutang Negara pada Kementerian Negara/Lembaga, Bendahara Umum Negara dan
Pengurusan Sederhana oleh Panitia Urusan Piutang Negara sebagaimana diubah
dengan PMK Nomor: 150/PMK.06/2022.
2. Kebijakan
terkait Keringanan Utang.
Dalam 3 tahun
terakhir Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan c.q. DJKN terkait
dengan keringanan utang, yaitu: PMK Nomor 15/PMK.06/2021,
PMK Nomor 11/PMK.06/2022 dan PMK Nomor
13/PMK.06/2023.
3. Kebijakan terkait
tindakan keperdataan dan/atau tindakan layanan publik, yaitu: PMK Nomor
9/PMK.06/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tindakan Keperdataan dan/atau
Tindakan Layanan Publik Dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia
Urusan Piutang Negara.
Terbitnya beberapa kebijakan tersebut mempengaruhi
capaian kinerja di bidang Piutang Negara, secara nasional terlihat di Tabel 1.
Dan Tabel 2. berikut.
Tahun |
Penurunan Outstanding |
||||
Total Outstanding
(Rp) |
Target (Rp) |
Realisasi (Rp) |
% Target |
% Total Outstanding |
|
2020 |
75.829.950.741.171,80 |
2.260.404.039.992,00 |
425.008.119.655,00 |
18,80% |
0,56% |
2021 |
165.312.205.114.040,00 |
2.261.831.253.826,00 |
2.904.435.767.425,10 |
128,41% |
1,76% |
2022 |
177.124.272.602.708,00 |
2.500.000.000.000,00 |
3.675.405.159.524,00 |
147,02% |
2,08% |
Tabel
1. Data Realisasi Nasional Penurunan Outstanding Piutang Negara 3 tahun terakhir (diolah dari Aplikasi FocusPN[2])
Dari Tabel
1. di atas terlihat outstanding
piutang turun
signifikan dari tahun ke tahun. Kenaikan tertinggi terjadi dari tahun 2020 ke
2021. Namun demikian penurunan tersebut jika
dibandingkan dengan total outstanding
sangat kecil yaitu 0,56% pada tahun 2020, 1,76% pada tahun 2021 dan 2,08% pada
tahun 2022.
Tahun |
BKPN |
||||
Total BKPN |
Target |
Realisasi |
% Target |
% Total BKPN |
|
2020 |
58.696,00 |
17.291,00 |
17.501,00 |
101,21% |
29,82% |
2021 |
49.644,00 |
19.760,00 |
21.546,00 |
109,04% |
43,40% |
2022 |
44.504,00 |
12.413,00 |
15.200,00 |
122,45% |
34,15% |
Tabel
2. Data Realisasi Nasional Penurunan Jumlah BKPN 3 tahun terakhir (diolah dari Aplikasi
FocusPN)
Berdasarkan Tabel 2. Dapat dilihat jumlah BKPN
yang dapat diselesaikan terhadap
total jumlah BKPN meningkat secara prosentase dan jumlah pada tahun 2021 dan
pada tahun 2022 menurun.
Implementasi kebijakan-kebijakan tersebut di atas
juga berpengaruh pada capaian kinerja di bidang Piutang Negara (PN) pada KPKNL Balikpapan Berikut data capaian indikator
kinerja utama KPKNL Balikpapan di bidang PN, yaitu Penurunan outstanding Piutang Negara dan Penurunan
Jumlah BKPN, dalam 3 tahun terakhir:
|
Penurunan Outstanding |
||||
Tahun |
Total Outstanding |
Target |
Realisasi |
% Target |
% Total Outstanding |
2020 |
47.892.721.504,43 |
2.120.970.404,00 |
2.142.877.927,00 |
101,03% |
4,47% |
2021 |
45.583.462.968,19 |
200.084.992,88 |
444.648.879,68 |
222,23% |
0,98% |
2022 |
41.980.830.022,53 |
2.099.919.696,52 |
2.153.047.664,84 |
102,53% |
5,13% |
Tabel
3. Data Realisasi Penurunan Outstanding Piutang Negara 3 tahun terakhir (diolah dari FocusPN)
Dari Tabel 3. di atas terlihat kenaikan dari tahun ke tahun secara
rupiah dan prosentase terhadap total outstanding.
Realisasi capaian IKU Penurunan outstanding
Piutang Negara tersebut bila dibandingkan dengan total jumlah yang diurus
masih sangat sedikit, yaitu 4,47% pada tahun 2020, 0,98% pada tahun 2021
dan 5,13% pada tahun 2022.
|
BKPN |
||||
Tahun |
Total BKPN |
Target |
Realisasi |
% Target |
% Total BKPN |
2020 |
111,00 |
30,00 |
33,00 |
110,00% |
29,73% |
2021 |
100,00 |
38,00 |
58,00 |
152,63% |
58,00% |
2022 |
70,00 |
25,00 |
34,00 |
136,00% |
48,57% |
Tabel
4. Data Realisasi Penurunan Jumlah BKPN 3 tahun terakhir (diolah dari FocusPN)
Dari Tabel. 4. Terlihat jumlah BKPN yang dapat
diselesaikan juga naik pada tahun 2021 kemudian sedikit
menurun pada tahun 2022, baik jumlah maupun
prosentase terhadap total jumlah BKPN yang di urus di KPKNL Balikpapan.
Prosentase penurunan outstanding terhadap jumlah total outstanding sangat kecil. Jumlah BKPN yang dapat diselesaikan
terhadap total BKPN yang diurus meskipun cukup besar namun belum dapat
menyelesaikan BKPN secara keseluruhan. Kedua hal tersebut terjadi baik di tingkat
nasional maupun di KPKNL Balikpapan. Ini
menunjukkan adanya masalah dalam pencapaian IKU di bidang PN tersebut.
C.
Masalah Utama dan Rekomendasi
Permasalahan
Utama : Belum efektifnya
implementasi kebijakan di bidang piutang Negara dalam upaya penurunan outstanding Piutang Negara dan jumlah
BKPN yang dapat diselesaikan.
Rekomendasi
1 : Melakukan komunikasi dan harmonisasi
kebijakan/peraturan dengan peraturan lain.
Rekomendasi
2 : Pemenuhan sumber daya dalam rangka implementasi di
lapangan.
Rekomendasi
3 : Membentuk
sikap komitmen dan kejujuran dari pelaksana kebijakan.
Rekomendasi 4 : Penataan dan penguatan kelembagaan Panitia
Urusan Piutang Negara serta kerja sama antar
lembaga terkait.
Pembahasan
1.
Penjelasan Masalah Utama
Tujuan Pemerintah
dan Kementerian Keuangan c.q. DJKN dengan menerbitkan
kebijakan/regulasi di bidang Piutang Negara tersebut di atas dalam jangka
panjang adalah adalah perbaikan tata kelola piutang negara. Dan dalam jangka
pendek adalah percepatan penurunan outstanding
Piutang Negara dan Penurunan jumlah BKPN yang diurus oleh Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN). Namun demikian,
berdasarkan data pada Tabel 1., Tabel 2., Tabel 3. dan Tabel 4. di atas
terlihat hasil yang maksimal, yaitu kurang cepatnya penyelesaian Piutang Negara
dalam hal penurunan outstanding.
Menurut penulis ada ketidaksesuaian kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah dan menunjukkan adanya kurang
maksimalnya dalam tahap implementasi dari kebijakan tersebut di atas.
Penerapan kebijakan pengurusan sederhana sesuai PMK Nomor
163/PMK.06/2020 belum berjalan efektif antara lain karena persyaratan harus
sudah dilakukan penyampaian surat paksa dan batasan Rp 1 miliar. Persyaratan
tersebut telah diperbaiki kriterianya pada PMK nomor 150/PMK.06/2022 dengan
kewajiban sudah dilakukan penyampaian surat paksa hanya untuk jumlah saldo
utang di atas Rp 50 juta dan batasan jumlah saldo utang menjadi Rp 2 miliar.
Selain itu, untuk KPKNL Balikpapan lebih memprioritaskan penyelesaian dengan crash program / keringanan utang.
Kendala dalam implementasi kebijakan keringanan utang di
lapangan antara lain seperti: kendala
komunikasi program tersebut dengan debitur/penjamin utang, kriteria jumlah saldo utang maksimal yang kurang
besar, untuk utang tanpa barang jaminan
adalah ketidakmampuan debitur dalam membayar meskipun diberikan
keringanan utang serta kesadaran debitur untuk membayar yang kurang.
Kendala penerapan Tindak Keperdataan dan/atau Tindak
Layanan Publik (TKTLP) menurut penulis antara lain kerja sama dengan instansi
terkait yang belum baik. Pengalaman penulis dalam pelacakan debitur melalui akses situs Direktorat Jenderal Kependudukan dan
Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) dan permintaan pemadanan data Nomor Induk
Kependudukan (NIK)[3] lama dengan NIK baru belum
maksimal, akhirnya pemadanan data NIK belum dapat diperoleh. Hambatan lainnya
adalah pemahaman terhadap teknis pelaksanaan TKTLP yang masih perlu
ditingkatkan serta kemampuan debt/debtor
tracing pegawai yang masih kurang.
Menurut Bambang Sunggono (dalam Riyanto, Eko Slamet,
2010:30) proses implementasi kebijakan dimulai dengan suatu kebijakan yang
harus dilaksanakan. Hasil proses implementasi kebijakan yang segera atau
disebut sebagai “policy performance”. Hasil akhir kebijakan disebut sebagai “policy outcome” atau “policy impact”.
Menurut pandangan George C. Edwards (dalam Pramono, Joko.
2020:40-41), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel,yaitu;
a.
Komunikasi, keberhasilan
implementasi kebijakan masyarakat agar implementor mengetahui apa
yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus
ditransisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi
implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau
bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan
terjadi resistensi dari kelompok sasaran.
b.
Sumber Daya, walaupun
isi kebijakan sudah dikomunikasikan
secara jelas dan konsisten, tetapi apabila
implementator kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi
tidak akan berjalan efektif. Sumber daya
tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia,yakni kompetensi implementor dan
sumber daya finansial.
c.
Disposisi, merupakan watak
dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran,
dan sifat demokratis.
d. Struktur organisasi, merupakan yang bertugas
mengimplementasikan kebijakan, memiliki pengetahuan yang signifikan
terhadap implementasi kebijakan. Tahapan
ini tentu saja melibatkan seluruh stakeholder
(pemangku kepentingan) yang ada, baik sektor swasta maupun publik secara kelompok
maupun individual.
2.
Penjelasan Rekomendasi 1
Komunikasi efektif adalah pertukaran informasi, ide,
perasaan yang menghasilkan perubahan sikap sehingga terjalin sebuah hubungan
baik antara pemberi pesan dan penerima pesan. Pengukuran efektivitas dari suatu
proses komunikasi dapat dilihat dari tercapainya tujuan si pengirim pesan.
Komunikasi kebijakan yang dilakukan pemerintah menjadi penting untuk
implementasi kebijakan. Sebaik apa pun kebijakan yang telah dirumuskan oleh
pemerintah tidak akan berhasil tanpa didukung oleh komunikasi kebijakan yang
baik dan efektif, Fatimah (2021).
Kendala dalam implementasi kebijakan keringanan utang di
lapangan antara lain seperti: kendala
komunikasi program tersebut dengan debitur/penjamin utang. Praktik di KPKNL Balikpapan,
surat pemberitahuan keringanan utang tidak sampai pada kurang lebih 20% debitur/penjamin utang potensial. Alasan
paling banyak yang disampaikan PT Pos Indonesia adalah alamat debitur tidak
diketahui/ tidak dikenal.
Penyelarasan atau
harmonisasi kebijakan yang telah diterbitkan oleh inisiasi DJKN dengan
kebijakan yang diterbitkan oleh instansi lainnya
harus segera dilakukan. Sebagai contoh dalam kriteria objek kebijakan TKTLP
yang ada di PMK Nomor 9/PMK.06/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tindakan Keperdataan
dan/atau Tindakan Layanan Publik Dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara oleh PUPN
salah satunya, yaitu: PUPN bisa mengajukan TKTLP ke Direktorat Jenderal
Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan untuk debitur dengan jumlah sisa kewajiban
paling sedikit Rp 1 miliar, yang tidak beritikad baik dan sudah tahap
Penyampaian Surat Paksa. Di lain pihak DJA juga menerbitkan kebijakan Autoblocking System(ABS) yang tidak
mengatur minimal besarnya piutang PNBP yang bisa dikenai tindakan penghentian
layanan publik sesuai PMK Nomor 58/PMK.06/2023 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan
Negara Bukan Pajak.
Saat ini tindakan penghentian layanan publik disiasati dengan cara mengimbau
agar Penyerah Piutang melakukan pengajuan ABS-nya ke DJA. Semakin panjangnya
proses birokrasi ini berpotensi menghambat penerapan atau bahkan tidak
terlaksananya sanksi berupa ABS tersebut. Hal seperti ini pernah terjadi, beberapa debitur yang diminta oleh KPKNL Balikpapan untuk
diajukan ABS oleh Kementrian Perindustrian dan Perdagangan ke DJA beberapa
bulan lalu. DJKN bersama DJA perlu mengkomunikasikan TKTLP kepada
Kementerian/Lembaga Penyerah Piutang, agar mereka mengerti dan mau bersinergi
dengan PUPN dalam penyelesaian piutang macet yang telah diserahkan
pengurusannya ke PUPN.
Jumlah BKPN/Debitur dengan saldo utang di atas Rp 1
Miliar secara nasional pada Tahun 2022 adalah sebagai berikut.
Gambar 1. Proporsi Jumlah BKPN secara
nasional , sumber: Buku Profil Piutang Negara Tahun 2022 (data diolah)
Pada Gambar 1. di atas jumlah BKPN secara nasional dengan
nilai Rp 1 miliar ke atas berjumlah 452 BKPN dari total 44.504 BKPN atau hanya sekitar 1% yang diurus PUPN.
Untuk proporsi BKPN di KPKNL Balikpapan terlihat pada Gambar 2. berikut:
Gambar 2. Jumlah BKPN dan Nilai Outstanding , sumber: Buku Profil Piutang
Negara Tahun 2022 (data diolah)
Berdasarkan gambar
di atas terlihat proporsi BKPN di KPKNL Balikpapan pada tahun 2022 dengan saldo
utang Rp 1 Miliar ke atas hanya berjumlah 6 BKPN dari 70 BKPN atau 8,57%. Hal
tersebut berarti jumlah BKPN yang bisa menjadi objek PMK nomor 9/PMK.6/2023
sangatlah kecil.
Kewenangan untuk mengajukan TKTLP tersebut di atas harus diikuti dengan sinergi
dan kerja sama yang nyata dan lebih baik dengan pemangku kepentingan. DJKN
harus membangun kerja sama dan saling pengertian dan komitmen dengan
Lembaga-lembaga/unit terkait dengan pelayanan publik seperti Imigrasi, Direktorat
Jenderal Bea cukai (DJBC), Pihak penerbit SIM, Lembaga jasa Keuangan, Ototitas
Jasa Keuangan, Direktorat Jenderal Administrasi dan Hukum Umum (Ditjen AHU)
Kementerian Kehakiman dan Hak Azasi Manusia,
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN). Tak kalah
pentingnya adalah kerja sama yang efektif dengan Ditjen Dukcapil Kementerian
Dalam Negeri.
Pengalaman penulis dalam tracing debitur melalui akses situs dukcapil dan permintaan
pemadanan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) lama dengan NIK baru melalui
Direktorat Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara (Dit. PKKN) belum maksimal,
akhirnya pemadanan data NIK belum dapat diperoleh. Kesulitan dalam memperoleh
data dari Ditjen Dukcapil tersebut menunjukkan kerja sama yang belum optimal
dan harus segera diatasi. Berdasarkan pengalaman penulis, kesuksesan
pelaksanaan di lapangan sangat tergantung dengan hubungan dan kerja sama dengan
pihak-pihak tersebut di atas.
3.
Penjelasan Rekomendasi 2
Setelah kebijakan dikomunikasikan secara jelas dan
konsisten, maka perlu dipastikan cukupnya/terpenuhinya sumber daya untuk
melaksanakannya. Sumber daya tersebut
dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber
daya finansial. Cukupnya jumlah sumber daya manusia yang menjalankannya dengan
kompetensi yang diperlukan, termasuk di dalamnya adanya Juru Sita dan Pemeriksa
Piutang Negara. Untuk kelancaran kegiatan operasional di lapangan (KPKNL),
minimal ada 1 orang Juru Sita dan 2 orang Pemeriksa Piutang Negara sesuai PMK
Nomor 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara. Jumlah Juru Sita dan
Pemeriksa Piutang negara tersebut disesuaikan dengan beban kerja KPKNL.
Kompetensi petugas piutang negara termasuk Juru Sita dan
Pemeriksa Piutang Negara harus selalu dijaga dan ditingkatkan. Hal tersebut bisa
dilakukan dengan Ujian Quality Assurance
secara berkala dan mengikut sertakan mereka ke berbagai macam pendidikan dan
latihan terkait dengan Piutang Negara. Menurut penulis pelatihan debt/debtor tracing sangat penting dan
mendesak, hal ini karena banyaknya debitur dan barang jaminan yang belum
diketahui keberadaannya.
Kecukupan dukungan finansial dalam Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA)[4]
juga menjadi faktor yang penting di lapangan, di mana setiap kegiatan
penagihan, sita pelacakan, sosialisasi kebijakan dan kegiatan lainnya
diperlukan dana yang cukup. Isu masalah dana terkait jumlah BKPN dan luasnya
wilayah hampir terjadi setiap tahun di KPKNL Balikpapan, sehingga kegiatan yang
dilaksanakan berdasarkan skala
prioritas.
4.
Penjelasan Rekomendasi 3
Keberhasilan dalam implementasi kebijakan sangat
dipengaruhi oleh tim kerja yang kompak yanga ada keterhubungan, interaksi, dan
eksekusi kerja yang baik. Untuk
meningkatkan keberhasilan maka diharapkan semua orang yang ada dalam tim kerja tersebut
bisa berkontribusi dengan baik. Menurut Merdeka (2023) ada 8 hal yang harus
diperhatikan untuk tim kerja yang solid dan efektif, yaitu:
1. Saling
percaya
2. Samakan visi
dan misi
3. Bangun
komunikasi yang baik
4. Saling
menghargai
5. Memberikan reward
6. Adakan
kegiatan luar kantor atau outing
7. Mengerti
tanggung jawab masing-masing
8. Lakukan
evaluasi secara berkala
Delapan hal
tersebut bisa dijadikan acuan/bahan evaluasi oleh DJKN langkah-langkah apa saja
yang perlu dilakukan untuk memiliki tim kerja yang solid dan efektif.
Menimbulkan sikap saling percaya antar anggota dari pusat sampai daerah,
penyamaan visi dan misi, selalu membangun komunikasi yang baik, saling
menghargai harus dilakukan.
DJKN juga perlu
memberikan apresiasi untuk anggota tim termasuk apresiasi untuk penyerah piutang yang telah
berkonstribusi terhadap suksesnya sebuah kebijakan. Berdasarkan pengalaman dan
pengamatan Penulis, apresiasi terhadap anggota tim yang telah berkonstribusi
baik terhadap suksesnya kebijakan di bidang piutang negara masih perlu
ditingkatkan oleh DJKN.
5.
Penjelasan Rekomendasi 4
Penataan dan penguatan
kelembagaan Panitia Urusan Piutang Negara serta kerja sama antar lembaga
terkait, harus segera dilakukan. Dengan terbitnya PP Nomor 28 tahun 2022
tersebut merupakan upaya Pemerintah untuk
penguatan kelembagaan pada PUPN. PUPN diberikan kewenangan yang lebih di peraturan
ini, menurut Silaban (dalam Retnowati, Esti, 2022) salah satu poin yang dimuat
dalam PP adalah mengatur upaya-upaya pembatasan keperdataan dan/atau
penghentian layanan publik kepada debitur.
Keanggotaan PUPN di tingkat provinsi sebagaimana telah
diatur pada pasal 8 ayat (1) PMK Nomor 102/PMK.06/2017 tentang Keanggotaan Dan
Tata Kerja Panitia Urusan Piutang Negara menyebutkan bahwa Anggota Panitia
Cabang adalah dari unsur:
a.
Kementerian Keuangan yaitu Kepala Kantor
Pelayanan yang berada dalam wilayah kerja Kantor Wilayah;
b.
Kepolisian yaitu Direktur Reserse dan
Kriminal (Reskrim) atau pejabat lain yang setingkat pada Kepolisian Daerah
setempat;
c.
Kejaksaan yaitu Asisten Perdata dan Tata
Usaha Negara (Asdatun) atau pejabat yang setingkat pada Kejaksaan Tinggi
setempat, dan;
d.
Pemerintah Daerah yaitu pejabat dari Badan
Pengawas Daerah atau pejabat pada Pemerintah Provinsi setempat.
Optimalisasi peran anggota PUPN dari unsur Kepolisian,
Kejaksaan serta Pemerintah Daerah perlu ditingkatkan. Hal ini perlu dilakukan
untuk meningkatkan efektivitas pengurusan piutang negara yang ditangani oleh
PUPN di pusat maupun di daerah. Peningkatan peran tersebut seperti dalam pemberian
bantuan, dukungan, maupun pendampingan/legal
asistance dalam hal:
a.
Pengurusan piutang negara memiliki tingkat
kesulitan dan hambatan yang tinggi. Pendampingan/legal asistance tersebut juga dapat dilakukan apabila Juru Sita dan
Pemeriksa Piutang Negara KPKNL melakukan debtor
tracing maupun asset tracing.
b.
Penyitaan harta kekayaan lain milik debitur
yang telah diketemukan dan Pemeriksa Piutang Negara telah mendapatkan informasi
yang jelas dan akurat atas kepemilikan harta kekayaan lain milik penanggung utang.
Penulis : Yusup Sugiyarto, Kepala Seksi Piutang Negara KPKNL Balikpapan
D. Daftar Pustaka
Pramono, Joko, 2020. Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik, Surakarta: Unisri Press. |
Riyanto, Eko Slamet, 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan Penyebaran
Informasi Publik Melalui Forum Tatap Muka di Badan Informasi Publik
Kemkominfo. Tesis tidak Diterbitkan, Jakarta: Program Pascasarjana
FISIP UI. |
2022. “Jumlah BKPN dan Nilai Outstanding”. Dalam
Direktorat PKKN, Buku Profil
Piutang Negara 2022, hlm. 10. Jakarta. Direktorat PKNSI. 2017. Pedoman Penggunaan Aplikasi FocusPN,
hlm. 8. Jakarta. |
Sugiyarto, Yusup. (2021). Evaluasi Percepatan Penyelesaian Piutang Negara dengan Mekanisme
Pengurusan Sederhana di KPKNL Balikpapan. Diakses 27 Juni 2023 dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-Balikpapan/baca-artikel/14592/Evaluasi-Percepatan-Penyelesaian-Piutang-Negara-dengan-Mekanisme-Pengurusan-Sederhana-di-KPKNL-Balikpapan.html |
Pramono, Setyo Budi, (2021). Ekspektasi Peran
Aktif Anggota PUPN Dalam Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara. Diakses
20 Juli 2023 dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-bontang/baca-artikel/13693/Ekspektasi-Peran-Aktif-Anggota-PUPN-Dalam-Penyelesaian-Pengurusan-Piutang-Negara.html Retnowati, Esti. (2022). PP 28 Tahun 2022, Upaya Pemerintah Kuatkan Peran PUPN. Diakses 27
Juni 2023 dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita/baca/29595/PP-28-Tahun-2022-Upaya-Pemerintah-Kuatkan-Peran-PUPN.html |
Rodani, Agus. (2023). Tindakan
Keperdataan dan/ atau Tindakan Layanan Publik sebagai Alternatif Penyelesaian
Piutang Negara. Diakses 27 Juni 2023 dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/15938/Tindakan-Keperdataan-dan-atau-Tindakan-Layanan-Publik-sebagai-Alternatif-Penyelesaian-Piutang-Negara.html |
Dewi, A.R. (2023). ABS
(Automatic Blocking System) sebagai Upaya Penagihan Piutang Negara dan
Percepatan PNBP. Diakses 27 Juni 2023 dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/15914/ABS-Automatic-Blocking-System-sebagai-Upaya-Penagihan-Piutang-Negara-dan-Percepatan-PNBP.html |
Fatimah, E., (2021). Penerapan
Strategi Komunikasi Kebijakan yang Baik Memegang Peran Kunci Bagi Efektivitas
Implementasi Kebijakan. Diakses 29 Juni 2023 dari https://lan.go.id/?p=6827 |
Merdeka, Rizka Maria, (2023). Penting! Ini 8 Cara Membangun Tim Kerja yang Efektif dan Solid.
Diakses 29 Juni 2023 dari https://greatdayhr.com/id-id/blog/cara-membangun-tim-kerja-yang-solid-dan-efektif/ BPK, (Tanpa Tahun). Glossarium Peraturan. Diakses 11 Juli 2023 dari https://peraturan.bpk.go.id/Glosarium?p=49 Tanpa Nama, (2023). Nomor Induk
Kependudukan. Diakses 20 Juli 2023 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Nomor_Induk_Kependudukan |
Undang-Undang Nomor Undang-Undang
Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara Oleh Panitia Urusan Piutang
Negara. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.06/2017
tentang Keanggotaan Dan Tata Kerja Panitia Urusan Piutang Negara. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
163/PMK.06/2020 Tentang Pengelolaan Piutang Negara pada Kementerian
Negara/Lembaga, Bendahara Umum Negara dan Pengurusan Sederhana oleh Panitia
Urusan Piutang Negara. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
150/PMK.06/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
163/PMK.06/2020 Tentang Pengelolaan Piutang Negara pada Kementerian
Negara/Lembaga, Bendahara Umum Negara dan Pengurusan Sederhana oleh Panitia
Urusan Piutang Negara. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
58/PMK.06/2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
155/PMK.02/2021 Tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
9/PMK. 06/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tindakan Keperdataan dan/atau
Tindakan Layanan Publik Dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia
Urusan Piutang Negara. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
13/PMK.06/2023 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang
Diurus/Dikelola Oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara Tahun Anggaran 2023
|
[1] Outstanding menurut https://bpk.go.id adalah saldo.
[2] Aplikasi FocusPN
merupakan sistem informasi berbasis web yang ditujukan untuk pengurusan piutang
negara.
[3] Menurut
Wikipedia, Nomor Induk Kependudukan atau NIK adalah
nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada
seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia. NIK berlaku seumur hidup
dan selamanya, yang diberikan oleh Pemerintah dan diterbitkan oleh Instansi
Pelaksana kepada setiap Penduduk setelah dilakukan pencatatan biodata.
[4] Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA
adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran.