Panitia
Urusan Piutang Negara (PUPN) adalah panitia interdepartemental yang
mengurus piutang negara yang
berasal dari instansi pemerintah atau badan-badan yang dikuasai oleh negara. Anggota PUPN saat ini berasal dari Kementerian
Keuangan, Kepolisian, Kejaksaan, dan Pemerintah Daerah. Selanjutnya menurut
Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang No. 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan
Piutang Negara menyebutkan bahwa Anggota-anggota Panitia dan Cabang terdiri
dari pejabat-pejabat Departemen Keuangan, Pejabat-pejabat Angkatan Perang dan
pejabat-pejabat Pemerintah lainnya yang dianggap perlu. Dalam undang-undang ini
sebagaimana disebutkan pada Pasal 8
disebutkan bahwa Yang dimaksud dengan piutang Negara atau
hutang kepada Negara oleh Peraturan ini, ialah jumlah uang yang wajib dibayar
kepada Negara atau Badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung
dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu Peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
Berdasarkan
undang-undang tersebut, PUPN memiliki
tugas mengurusi Piutang Negara yang
pengurusannya telah diserahkan oleh instansi pemerintah atau badan-badan yang
secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh Negara dan menghasilkan
produk-produk hukum sebagai sarana untuk melakukan penagihan piutang negara.
Namun, kemudian pasca putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 77 tahun 2012 dinyatakan menghapus frasa “atau Badan-badan yang baik
secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara” dalam Pasal 8 UU
PUPN karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945, sehingga ruang lingkup pengurusan
piutang negara itu sendiri menjadi lebih sempit dan terbatas pada piutang
pemerintah pusat. Sejalan dengan perkembangan ekonomi dengan adanya berbagai kebijakan
Pemerintah Daerah dalam rangka peningkatan taraf ekonomi masyarakatnya yaitu dengan
cara memberikan bantuan atau menyalurkan kredit UKM hal ini dapat menimbulkan adanya
hambatan dalam pengembalian kredit sehingga dapat menimbulkan piutang-piutang daerah yang tidak tertagih. Oleh karena itu berdasarkan PMK Nomor 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara saat ini Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
dapat menerima penyerahan
piutang daerah untuk dilakukan proses
pengurusan piutangnya. Penulisan dalam artikel ini hanya menitikberatkan pada
anggota PUPN dari unsur Kejaksanaan (Asdatun) dan Kepolisian (Reskrim),
mengingat anggota PUPN tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam
membantu penyelesaian pengurusan piutang negara.
Keanggotaan PUPN
Kenggotaan PUPN ditingkat provinsi sebagaimana telah diatur pada pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 102/PMK.06/2017 tentang Keanggotaan Dan Tata Kerja Panitia Urusan Piutang Negara menyebutkan “Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Anggota Panitia Cabang yang mewakili unsur:
a. Kementerian Keuangan yaitu Kepala Kantor Pelayanan
yang berada dalam wilayah kerja Kantor Wilayah;
b. Kepolisian yaitu Direktur Reserse dan Kriminal atau
pejabat lain yang setingkat pada Kepolisian Daerah setempat;
c. Kejaksaan yaitu Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara
atau pejabat yang setingkat pada Kejaksaan Tinggi setempat, dan;
d. Pemerintah Daerah yaitu pejabat dari Badan Pengawas
Daerah atau pejabat pada Pemerintah Provinsi setempat.
Pengurusan piutang negara yang dilaksanakan oleh PUPN/DJKN/KPKNL bertujuan untuk memperoleh hasil
pengurusan yang lebih efektif dan efisien bila dibandingkan dengan jalan menempuh
cara proses litigasi yaitu pengurusan
melalui Lembaga Peradilan yang akan membutuhkan waktu yang lama dan biaya. Proses
pengurusan piutang Negara tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerimaan keuangan
negara baik untuk kepentingan Penyerah Piutang maupun PNBP untuk negara. Penerimaan atau hasil
pengurusan piutang negara tersebut adalah sangat penting bagi negara sebagai
kontribusi yang akan digunakan untuk membiayai dan mendukung berbagai macam
program-program pemerintah baik pembangunan infrastruktur maupun pembangunan
lainnya yang dapat menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Namun beberapa kendala muncul pada saat proses penagihan khususnya terhadap piutang-piutang dengan nilai yang besar ataupun para penanggung hutang yang memiliki jabatan dan pengaruh yang cukup besar di masyarakat, oleh sebab itu dibutuhkan peran aktif anggota PUPN terutama dari unsur Kejaksaan maupun Kepolisian agar penagihan piutang yang dilakukan oleh KPKNL dapat berjalan lancar dan efektif. Selain itu terdapat tugas yang lebih penting yaitu tugas Pemeriksa dan Jurusita piutang negara yang akan melakukan penelitian serta penelurusan harta kekayaan lain milik Penanggung Hutang atau BKPN masih terdapat sisa hutang yang besar namun barang jaminannya habis atau penyerahan piutang yang tidak disertai barang jaminan.
Tugas dan Wewenang Kejaksaan di Bidang Perdata dan TUN
Dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU
Kejaksaan), dijelaskan bahwa pengertian Jaksa adalah pejabat fungsional yang
diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan
pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta
wewenang lain berdasarkan undang-undang. Sementara itu, Kejaksaan Republik
Indonesia (Kejaksaan) pada dasarnya adalah lembaga pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain
berdasarkan undang-undang.[1]
Wewenang lain yang
dimaksud menurut Pasal 30 ayat (2) UU Kejaksaan di antaranya adalah “Di bidang
perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak
baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah”.6
Dalam pelaksanaan tugas
dan wewenang Kejaksaan di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara merupakan
lembaga negara yang mempunyai fungsi untuk menjamin tegaknya hukum,
menyelamatkan kekayan negara, menjaga kewibawaan pemerintah, dan melindungi
kepentingan masyarakat untuk melaksanakan fungsi tersebut, Kejaksaan Republik
indonesia bidang perdata dan tata usaha Negara diberikan wewenang oleh
undang-undang yang bersifat delegatif yaitu dengan menggunakan surat kuasa,
kewenangan jaksa pengacara negara di bidang perdata meliputi bantuan hukum,
penegakan hukum, pertimbangan hukum, pelayanan hukum, dan tindakan lainya sudah
berjalan secara maksimal sesuai dengan peraturan perundangan yang ada.
Tugas, fungsi dan
wewenang Kejaksan dalam bidang perdata dan tata usaha Negara sebagaimana dijabarkan
dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 38 Tahun 2010 dan peraturan
Jaksa Agung No. Per-025/A/JA/11/2015 tentang Tentang Petunjuk Pelakasanaan
Pengakan Hukum.
Yang dimaksud bantuan hukum,
pertimbangan hukum, tindakan hukum lain dan pelayanan hukum di bidang Perdata
dan Tata Usaha Negara, yaitu :
a. Penegakan hukum adalah kegiatan
Jaksa Pengacara Negara untuk mengajukan gugatan atau permohonan kepada
pengadilan di bidang perdata sebagaimana ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan dalam rangka memelihara ketertiban hukum, kepastian hukum,
dan melindungi kepentingan Negara dan Pemerintah serta hak-hak keperdataan
masyarakat.
b. Bantuan hukum adalah pemberian
Jasa Hukum di Bidang Perdata oleh Jaksa Pengacara Negara kepada Negara atau
Pemerintah untuk bertindak sebagai kuasa hukum berdasarkan Surat Kuasa Khusus
baik secara Non Litigasi maupun Litigasi di Peradilan Perdata serta Arbitrase
sebagai Penggugat/Penggugat Intervensi/Pemohon/Pelawan/ Pembantah atau
Tergugat/Tergugat Intervensi/Termohon/ Terlawan/Terbantah, serta pemberian Jasa
Hukum di Bidang Tata Usaha Negara oleh Jaksa Pengacara Negara kepada Negara dan
Pemerintah sebagai Tergugat/Termohon di Peradilan Tata Usaha Negara dan sebagai
wakil Pemerintah atau menjadi Pihak Yang Berkepentingan dalam Perkara Uji
Materiil Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi dan sebagai Termohon dalam Perkara
Uji Materiil terhadap Peraturan di Bawah Undang-Undang di Mahkamah Agung.
c. Pertimbangan hukum adalah Jasa
Hukum yang diberikan oleh Jaksa Pengacara Negara kepada Negara atau Pemerintah,
dalam bentuk Pendapat Hukum (Legal
Opinion/ LO) dan/atau Pendampingan Hukum (Legal Assistance/LA) di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara
dan/atau Audit Hukum (Legal Audit) di
Bidang Perdata.pertimbangan hukum (memberikan pendapat hukum/legal opinion
dan atau pendampingan/legal asistance atas dasar permintaan dari lembaga maupun
instasi pemerintah pusat/daerah yg pelaksanaannya berdasarkan Surat Perintah JAMDATUN
atau Kejati atau Kejari);
d. Pelayanan hukum adalah pemberian
Jasa Hukum oleh Jaksa Pengacara Negara secara tertulis maupun lisan kepada
masyarakat, yang meliputi orang perorangan dan badan hukum, terkait masalah
Perdata dan Tata Usaha Negara dalam bentuk konsultasi, pendapat dan informasi.
e. Tindakan hukum lain adalah pemberian
Jasa Hukum oleh Jaksa Pengacara Negara di luar Penegakan Hukum, Bantuan Hukum,
Pelayanan Hukum dan Pertimbangan Hukum dalam rangka menyelamatkan dan
memulihkan Keuangan/ Kekayaan Negara serta menegakkan kewibawaan pemerintah
antara lain untuk bertindak sebagai konsiliator, mediator atau fasilitator
dalam hal terjadi sengketa atau perselisihan antar Negara atau Pemerintah. Hal ini didasari
oleh permohonan salah satu pihak atau kedua belah pihak terkait dimana fungsi
mediator dan fasilitator apabila kedua lembaga/instasi pemerintah atau BUMN/D
telah menyetujui fungsi mediator/fasilitator oleh JPN dan tidak mewakili salah
satu pihak, namun bertindak pasif selaku penengah/mediator dengan memfasilitasi
solusi bagi penyelesaikan sengketa keperdataan atau TUN antar instansi/lembaga
pemerintah/BUMN/BUMD.
Tugas dan Wewenang Kepolisian di Bidang Perdata
Kepolisian merupakan perangkat atau
lembaga pemerintah yang langsung bertanggung jawab dalam ketentraman dan
ketertiban, oleh sebab itu lembaga kepolisian merupakan bagian dari sistem
pemerintahan negara, yang menjalankan fungsi pemerintahan dalam menjaga
ketertiban dan penegakan. Menurut Pasal 2
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
menyebutkan “Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.
Kepolisian Negera
Republik Indonesa secara universal mempunyai tugas yang sama yaitu sebagai
aparat yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta aparat
penegak hukum. Berdasarkan pasal tersebut sangat jelas bahwa prioritas
pelaksanaan tugas-tugas Kepolisian adalah dibidang penegakan hukum.
Anggota PUPN baik dari unsur Kejaksaan (Asdatun) dan Kepolisian
(Reskrim) diharapkan dapat berkontribusi dengan berperan aktif dalam memberikan bantuan, dukungan, maupun pendampingan/legal asistance dalam pengurusan piutang negara yang memiliki
tingkat kesulitan dan hambatan yang tinggi. Saat ini masih banyak piutang
negara dengan outstanding hutang cukup
besar yang belum dapat tertagih. Dukungan dan bantuan
tersebut diharapkan dapat mendorongan maupun memotivasi bahkan memberikan rasa percaya diri KPKNL
dalam menyelesaikan piutang negara.
Pendampingan/legal asistance tersebut juga dapat
dilakukan apabila Pemeriksa dan Jurusita KPKNL melakukan debtor tracing maupun asset tracing untuk mencari/memeriksa
debitur yang tidak diketahui keberadaannya
atau mencari aset/harta serta
melakukan penyitaan harta kekayaan lain miliki debitur yang telah diketemukan.
Kegiatan pendampingan tersebut tentunya dilakukan apabila pemeriksa piutang
negara telah mendapatkan informasi yang jelas dan akurat atas kepemilikan harta
kekayaan lain milik Penanggung Hutang.
Sebagaimana disebutkan
diatas bahwa anggota PUPN yang berada di provinsi memiliki kewenangan
diwilayahnya masing-masing selain dari unsur Kementerian Keuangan juga melibatkan
instansi terkait seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pemerintah Daerah. Anggota-anggota PUPN kedepannya dalam melaksanakan pengurusan
piutang negara akan menghadapi masalah yang sangat kompleks antara lain kondisi pandemi covid 19 serta perubahan iklim ekonomi baik domestik maupun global yang tidak stabil sehingga dapat mempengaruhi
tingkat penyelesaian piutang Negara. Oleh sebab itu diperlukan penguatan-penguatan
dukungan, regulasi dan kerja sama dalam hal penyelesaian piutang Negara baik
dalam bentuk MoU (Memory of Understanding)
ataupun Nota Kesepahaman antar lembaga yang dapat diimplementasikan melalui
pendampingan/legal asistance secara
khusus untuk piutang negara yang memiliki nilai yang signifikan dengan tingkat
kesulitan tinggi.
Sumber
data:
1.
Undang-Undang No. 49 Prp Tahun 1960 tentang
Panitia Urusan Piutang Negara;
2.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia;
3.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
4.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
263/PMK.01/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara;
5.
Peraturan Menteri keuangan Nomor
240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara;
6.
Tugas dan wewenang Jaksa dalam Perkara
Perdata dan TUN, Ulasan hukumonline.com oleh Dimas Hutono, SH;
7.
Data-data dari Direktorat Piutang Negara dan
Kekayaan Negara Lain-lain.
[1] Pasal 2 ayat (1)
UU Kejaksaan;
Penulis : Setyo
Budi Pramono (Plt. Kasi. Piutang Negara KPKNL Bontang)