Di era
pandemi seperti sekarang ini terdapat banyak perubahan pada tatanan kehidupan
normal manusia terutama dari sisi kebiasaan yang mengharuskan kita untuk
terbiasa dengan tatanan kehidupan baru (New
Normal). Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN) dalam upaya meningkatkan kualitas tata kelola Piutang
Negara. Hal ini ditunjukkan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
163/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Piutang Negara pada Kementerian/Lembaga
(K/L), Bendahara Umum Negara (BUN), dan Pengurusan Sederhana oleh Panitia
Urusan Piutang Negara (PUPN).
Sebagaimana
diketahui latar belakang terbitnya PMK ini salah satunya untuk mengatur tata cara
penyelesaian piutang negara yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada
Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Hal ini diatur dalam pasal 3A ayat 2
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang
Negara/Daerah. Saat ini memang terdapat jenis piutang yang tidak memenuhi
terkait ada dan besarnya piutang, yang menjadi dasar pengurusan di PUPN.
Sepanjang penyerah piutang tidak bisa membuktikan dan memberikan dokumen bahwa
piutang tersebut ada dan besarnya sudah pasti, maka PUPN tidak bisa mengurus.
Jika PUPN tidak bisa mengurus dan piutang sudah dalam kualifikasi macet, maka
harus dikeluarkan dari catatan keuangan
dengan prosedur tertentu. PMK ini memberikan solusi untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Tujuan
lain PMK ini adalah membatasi piutang yang dapat diurus oleh PUPN. Telah
diketahui bahwa DJKN mengemban tugas yang beraneka ragam, dengan keterbatasan
sumber daya yang dimiliki maka perlu
mengelolanya dengan baik. Salah satu yang dilakukan adalah memilah atau
memberikan prioritas tertentu terhadap tugas yang harus diselesaikan. Selama
ini jumlah piutang yang diurus DJKN/PUPN tidak turun secara signifikan, baik
secara jumlah berkas maupun secara nilai. Hal ini menjadikan pekerjaan rumah
semakin bertambah. Sumber daya yang ada dihadapkan untuk menyelesaikan piutang
yang ada dan besarnya telah pasti, berapapun nilainya. Dengan mempertimbangkan
efisiensi dan efektivitas, maka perlu dilakukan pembatasan terhadap piutang yang
diselesaikan.
PMK
ini juga mengamanatkan K/L dan BUN untuk mengelola piutangnya dengan lebih
baik. Penyerah piutang tidak hanya sekadar mencatat, kemudian menyerahkan
kepada PUPN jika sudah dalam kualifikasi macet. PMK mengatur dokumen dan
prosedur dalam pencatatan piutang. PMK juga memberikan berbagai alternatif
penagihan piutang, termasuk untuk bekerja sama dengan institusi lain.
Pengaturan itu diharapkan dapat meningkatkan kualitas piutang. Dengan
bertambahnya kualitas piutang juga akan meningkatkan ketertagihan piutang. Jika
dikategorikan macet, juga telah dilakukan upaya optimal, sehingga mencerminkan
tanggung jawab dan akuntabilitas.
Berdasar
kondisi di atas, hal tersebut menunjukkan transformasi DJKN dari sekedar
pengurus (menagih) menjadi pengelola piutang. Piutang negara selama ini diatur
oleh beberapa unit di Kementerian Keuangan. Pengakuan, pencatatan, pelaporan,
penagihan tidak diatur oleh satu unit dimana semua merepresentasikan Menteri
Keuangan selaku pengelola keuangan negara. Melalui PMK, DJKN mencoba merangkum kegiatan pengelolaan piutang. DJKN
berharap dengan PMK ini dapat meningkatkan kualitas piutang dan
menurunkan outstanding piutang yang
diurus PUPN serta meningkatkan tanggung jawab K/L sebagai pemilik piutang. PUPN
atau KPKNL tidak terfokus lagi dengan berkas piutang negara yang nilainya
relatif kecil dan dianggap mampu untuk diselesaikan oleh masing-masing K/L
karena selaku pemilik piutang, K/L lebih mengetahui sejarah terkait para
debiturnya sehingga akan mempermudah dalam proses penagihan.
Penurunan
outstanding piutang yang diurus PUPN
juga dilakukan dengan Pengurusan Sederhana. Seperti yang kita ketahui, bahwa
mekanisme pengurusan itu memerlukan waktu, tenaga dan proses yang kompleks.
Prosesnya bertahap, waktunya panjang dan beberapa kegiatan perlu dilakukan
secara langsung di lapangan oleh petugas dengan kualifikasi tertentu. Hampir
semua jenis berkas, berapapun nilainya akan melewati tahapan yang sama. Banyak
berkas itu yang terhenti di tahapan penyampaian Surat Paksa. Kualitas awal
dokumen saat penyerahan yang tidak sempurna, umur piutang yang sudah lama,
jumlah piutang yang tidak terlalu besar, dan faktor biaya manfaat untuk
meneruskan ke tahapan selanjutnya menjadi pertimbangan penting pemegang berkas.
Pemegang berkas cenderung mengutamakan berkas baru yang tingkat ketertagihannya
relatif lebih tinggi. Hal ini menjadi salah satu pemicu meningkatnya outstanding
piutang.
PMK Nomor
163/PMK.06/2020 memberikan terobosan untuk menuntaskan berkas dengan kriteria
tertentu. Dengan pertimbangan, prosedur, dan syarat-syarat tertentu, berkas
yang tingkat ketertagihannya sangat rendah, akan direkomendasikan untuk
dinyatakan sementara tidak bisa ditagih. Selanjutnya dapat diproses untuk
penghapusan piutang. Untuk berkas yang masih potensial, dapat diberikan
keringanan jumlah hutang agar dapat segera dilunasi.
Dengan
adanya PMK Nomor 163/PMK.06/2020 ini, Bidang Piutang Negara
semakin tertantang dalam menyelesaikan target-target dan tentunya hal
tersebut membawa perubahan ke arah lebih baik yang harus didukung. Punggawa
piutang negara siap melaksanakan pengurusan piutang negara secara sederhana,
yang hanya dilakukan pada tahun 2021
ini. Selain itu juga siap mengedukasi/membimbing/membantu K/L dalam mengelola
PN. Serta tidak lupa untuk tetap melakukan layanan pengurusan Piutang Daerah
sesuai ketentuan. Diharapkan Pandemi tidak menjadikan kinerja para pegawai
menurun, melainkan menjadi suatu tantangan untuk tetap memberikan kontribusi
terbaik kepada negara walaupun dunia sedang berduka karena Covid-19.
Penulis : Tim Bidang Piutang Negara Kanwil DJKN Suluttenggomalut
Referensi:
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita/baca/22303/Terbitkan-PMK-1632020-DJKN-
Percayakan-KL-Kelola-Piutang-Negara-di-bawah-Rp8-Juta.html
(diakses pada tanggal 03 Februari 2021)
PMK
163 2020 tentang Pengelolaan Piutang Negara