Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Terbitkan PMK 163/2020, DJKN Percayakan K/L Kelola Piutang Negara di bawah Rp8 Juta
Nurul Fadjrina
Selasa, 10 November 2020 pukul 16:30:26   |   1041 kali

Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 163/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Piutang Negara pada Kementerian/Lembaga (K/L), Bendahara Umum Negara (BUN) dan Pengurusan Sederhana oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Peraturan yang ditetapkan pada (21/10) lalu ini, menurut Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata, adalah bentuk upaya DJKN untuk memberikan warna baru dalam penyelesaian piutang negara.

“Kita berusaha untuk memperbaiki tata kelola piutang, dari hulu ke hilir, dengan memberikan lebih banyak kepercayaan kepada kementerian/lembaga untuk mengelola piutangnya sampai tuntas,” kata Isa ketika membuka Sosialisasi PMK 163/2020 yang digelar secara daring, Selasa (10/11). Bentuk kepercayaan tersebut, ungkapnya, terlihat pada salah satu materi penting pada PMK ini, yakni adanya pembatasan piutang negara yang boleh diserahkan kepada PUPN oleh K/L. “Yaitu, piutang yang besarnya di atas delapan juta rupiah,” ujarnya.

Ia menyatakan, hal ini dimaksudkan agar PUPN atau Kantor Pelayanan Kekayaan Negara (KPKNL) tidak lagi terfokus untuk menyelesaikan berkas piutang negara yang relatif kecil dan sesungguhnya dapat diselesaikan sendiri oleh K/L selaku pemilik piutang. “Dengan demikian, PUPN dapat lebih fokus kepada piutang negara yang jumlahnya lebih signifikan, termasuk dengan pendekatan eksekusi ataupun non-eksekusi, yang memang menjadi tugas dan kewenangan PUPN,” paparnya. Ia juga berharap, peraturan baru ini akan mendorong para pengelola piutang negara di PUPN dan KPKNL untuk terus mengembangkan kemampuan di bidang pengelolaan piutang negara, terutama keahlian terkait debtor and assets tracing.

Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-Lain (PNKNL) Lukman Effendi menjabarkan, piutang negara yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN, selain bernilai di bawah Rp8 juta, ialah piutang yang tidak memiliki barang jaminan, tidak ada dokumen yang membuktikan adanya dan besarnya piutang, piutang yang sengketa di Pengadilan Negeri, dan piutang yang dikembalikan atau ditolak oleh PUPN. “Kita berharap, piutang yang masuk ke PUPN benar-benar piutang negara yang kualitasnya bagus,” ujarnya.

Menurut Kepala Subdirektorat Piutang Negara I Direktorat PNKNL Isti Indrilistiani, penyusunan PMK 163/2020 dilatarbelakangi oleh ketiadaan ketentuan khusus yang mengatur tentang pengelolaan piutang negara. “Sehingga untuk melaksanakan pengelolaan piutang negara yang efektif dan efisien diperlukan suatu pengaturan yang komprehensif,” ucapnya. Ia mengatakan, PMK 163/2020 juga memperkuat proses pengurusan Piutang Negara oleh PUPN sesuai UU 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara dan penyelesaian Piutang Negara oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menurut Pasal 7 ayat (2) UU 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Selain itu, PMK 163/2020 turut memuat ketentuan terkait pengurusan sederhana oleh PUPN. Kepala Seksi Piutang Negara IB Margono Dwi Susilo yang bertindak sebagai narasumber menjabarkan, syarat piutang negara yang dilakukan pengurusan sederhana ialah memiliki jumlah utang paling banyak Rp1 miliar, tidak terdapat barang jaminan atau terdapat barang jaminan namun  telah tidak mempunyai nilai, hilang,  telah terjual lelang atau dicairkan, pemilik piutang tidak pernah datang memenuhi Surat Panggilan/himbauan atau tidak pernah datang atas kemauan sendiri dan tidak pernah melakukan angsuran, telah dilakukan pemberitahuan Surat Paksa, dan telah diurus oleh PUPN lebih dari lima tahun terhitung sejak penerbitan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N).

“Keenam syarat ini adalah kumulatif, tidak boleh salah satu. Artinya, semua syarat harus terpenuhi,” pungkasnya. (nf/humas DJKN)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini