Pontianak, 29 November 2022 – Sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan APBN di Wilayah Kalimantan Barat, Perwakilan Kementerian Keuangan di Provinsi Kalimantan Barat (Kanwil DJPb Provinsi Kalimantan Barat, Kanwil DJP Kalimantan Barat, Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat, Kanwil DJKN Kalimantan Barat, dan BDK Pontianak) kembali mengadakan Konferensi Pers APBN Kalimantan Barat Edisi November Tahun 2022 secara hybrid pada hari Selasa, 29 November 2022 untuk membahas dan memaparkan informasi kepada publik mengenai kinerja APBN Kalbar realisasi hingga 31 Oktober 2022.
Pertumbuhan Ekonomi
Kalbar Meningkat
Pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Barat pada
Triwulan III-2022 mengindikasikan keberhasilan pemulihan
ekonomi, yaitu tumbuh sebesar 6,48 persen (y-o-y). Secara kumulatif Triwulan III-2022 terhadap kumulatif
Triwulan III-2021, ekonomi Kalbar mengalami pertumbuhan sebesar 5,00 persen (c-to-c). Meningkatnya rata-rata produksi
komoditas unggulan Triwulan III-2022 dibandingkan
dengan Triwulan II-2022 membuat ekonomi tumbuh 1,15 persen (q-to-q). Sejalan
dengan hal tersebut, diperkirakan ekonomi
di Kalimantan Barat di tahun 2022 masih akan tumbuh
lebih baik.
Pada Oktober 2022 di Kalimantan Barat (gabungan 3 kota) terjadi inflasi sebesar 0,07 persen (m- to-m) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) 113,76. Sementara, tingkat inflasi tahun kalender pada Oktober 2022 (y-to-d) sebesar 5,37 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Oktober 2022 terhadap Oktober 2021) sebesar 6,00 persen. Secara keseluruhan, APBN Kalbar hingga triwulan III-2022 ini berkinerja baik, namun berbagai ketidakpastian dan riskio tetap harus diwaspadai dan dimitigasi.
Peran APBN Terjaga
Optimal Sebagai Shock Absorber
Kinerja baik APBN di Kalimantan Barat berlanjut hingga Oktober 2022. Hal ini ditunjukkan dengan realisasi belanja
negara dalam APBN Kalbar hingga akhir Oktober 2022 yang mencapai Rp23.221,41 miliar atau sekitar 79,10 persen dari total
pagu belanja Rp29.356,07 miliar. Realisasi
belanja pemerintah pusat (K/L) adalah sebesar
Rp7.255,88 miliar (67,83 persen dari pagu), yang
utamanya dimanfaatkan untuk belanja pegawai termasuk THR dan Gaji ke-13
Rp3.191,87 miliar (80,72 persen),
penyaluran bantuan sosial ke masyarakat Rp7,91 miliar (96,80 persen), dan
belanja barang untuk kegiatan operasional K/L Rp2.786,58 miliar
(68,19 persen). Sementara itu, realisasi belanja
modal di Kalbar masih berada di angka 47,93 persen atau sekitar
Rp1.269,53 miliar. Berdasarkan data dari SIMTRADA,
Realisasi Belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan 31 Oktober
2022 adalah sebesar
Rp15.965,53 miliar atau sekitar 85,57 persen dari total pagu Rp18.658,39
miliar, angka ini mengalami sedikit penurunan dibanding periode sebelumnya
yaitu sebesar 0,93 persen.
Kerja keras APBN melalui belanja
negara didukung oleh Program Pemulihan Ekonomi dan upaya
untuk menjaga adanya dampak ketidakpastian. Berdasarkan
data Penanganan Covid-19 dan
Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) per 4 November 2022, di Kalimantan Barat telah terealisasi Dana Pemulihan Ekonomi
Nasional untuk:
a)
Cluster Kesehatan sebesar
Rp465,8 miliar untuk 8.698 pasien di 34 rumah sakit, dan Insentif Nakes
sebesar Rp16,04 miliar
untuk 41 faskes
atau 2.637 nakes
1. Program Keluarga Harapan (PKH) terealisasi sebesar Rp408,06 miliar untuk 172.297 KPM2. Bansos Sembako terealisasi Rp570,33 miliar untuk 325.621 KPM
2. BLT Minyak Goreng Rp98,04 miliar untuk 326.797 KPM
3. BLT Minyak Goreng Rp98,04 miliar untuk 326.797 KPM
4.
BLT Dana Desa Rp659.19
miliar pada 2.030
desa untuk 199.369
KPM
Peran APBN sebagai shock absorber
di tengah peningkatan dampak risiko global juga ditunjukkan oleh penyaluran program
perlindungan sosial tambahan. Salah satunya melalui penyaluran BLT BBM kepada masyarakat untuk
melindungi daya beli masyarakat prasejahtera
akibat adanya kebijakan penyesuaian harga BBM yang diberlakukan sejak 3
September lalu. Penyaluran BLT BBM di Kalimantan Barat hingga 4 November 2022 mencapai Rp132,3
miliar untuk
359.079 KPM dan Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp70,53
miliar. Bantuan tambahan tersebut melengkapi program perlinsos yang
sudah ada sebelumnya, seperti PKH, BLT Minyak
Goreng, BLT Dana Desa, Kartu Sembako, dan Subsidi Bunga
KUR.
“Sampai
dengan 31 Oktober
2022, jumlah debitur
KUR di Wilayah Kalimantan Barat telah mencapai
75.811 debitur dengan total penyaluran sebesar Rp4,37 triliun. Sedangkan, untuk jumlah penyaluran pembiayaan Ultra Mikro (UMi) telah mencapai 15.853 debitur
dengan total penyaluran Rp69,86 miliar.
Trend KUR dan UMi ini menunjukkan kinerja yang cukup baik karena berdasarkan update terbaru, hingga 28 November 2022 KUR UMi telah tersalur
di seluruh kab/kota
di Kalimantan Barat,
termasuk di Kab. Kapuas Hulu yang mana di bulan-bulan sebelumnya belum
ada penyaluran UMi sama sekali,”
ungkap Kepala Kanwil
DJPb Kalbar, Imik Eko Putro.
Sejalan dengan pemulihan ekonomi, kinerja
penerimaan pendapatan s.d Oktober 2022
di Kalimantan Barat telah terealisasi 99,70 persen dari target yang
telah ditetapkan atau sekitar Rp11.375,07 miliar.
Realisasi dari penerimaan perpajakan telah mencapai
Rp10.434,68 miliar atau 98,73
persen, hampir mencapai 100 persen dari target yang ditetapkan. Sektor
perpajakan, khususnya PPh dan PPN masih menjadi
penyumbang terbesar dalam porsi penerimaan negara lingkup Kalimantan Barat, yaitu sebesar
Rp4.224,58 miliar (PPh) dan Rp4.101,58 miliar (PPN), disusul
oleh penerimaan dari bea keluar/pungutan ekspor sebesar Rp1.621,87 miliar.
Secara kumulatif, 5 sektor dominan
perpajakan (perdagangan, pertanian, kehutanan, dan perikanan, industri pengolahan, administrasi pemerintahan, serta
transportasi dan pergudangan mencatat
pertumbuhan yang positif pada periode Januari hingga Oktober 2022 sebesar 49,08
persen yang mana angka ini lebih baik
dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencatat
pertumbuhan 22,64 persen.
Dari sektor kepabeanan dan cukai, realisasi
hingga 31 Oktober 2022 di Provinsi Kalimantan
Barat mencapai Rp1.699,97 miliar yang terdiri dari bea
masuk Rp33,31 miliar, bea keluar
Rp1.621,87 miliar, dan cukai Rp44,79 miliar. Dari capaian bea keluar tersebut,
CPO dan turunannya serta Washed
bauksite menjadi komoditas ekspor penyumbang bea keluar terbesar di tahun 2022, yaitu sebesar Rp679,61
miliar (41,81 persen) dan Rp841,48 miliar (51,97
persen).
“Selain dari penerimaan yang telah ditargetkan oleh bea cukai,
terdapat beberapa pungutan
negara yang dilakukan oleh Kanwil
DJBC Kalbagbar dalam rangka pengawasan ekspor impor, yaitu dana sawit Rp879,28 miliar, PPh ekspor Rp110,51 miliar,
PPN Impor Rp354,51
miliar, PPh impor
Rp65,81 miliar, dan pajak
rokok Rp4,47 miliar. Jadi, secara keseluruhan, total pungutan negara yang dihimpun Kanwil DJBC Kalbarbag (termasuk
bea masuk, bea keluar, dan cukai) hingga akhir
Oktober 2022 adalah sebesar Rp3.112,20 miliar” jelas Kepala Seksi
Penerimaan dan Pengelolaan Data, Kanwil
DJBC Kalbagbar, Purba Sadhi Dharma.
Sementara itu, dari sisi PNBP realisasi
hingga 31 Oktober 2022 mencapai Rp940,38 miliar atau 111,90 persen dari total target, disumbang oleh Pendapatan Badan
Layanan Umum sebesar Rp437,56 miliar
dan PNBP Lainnya
Rp502,82 miliar.
Sebagaimana disampaikan dalam Konferensi Pers APBN Nasional
bulan November oleh Menteri Keuangan
pada 24 November 2022 lalu, bahwa prospek perekonomian global masih harus tetap diwaspadai akibat eskalasi risiko
global, seperti lonjakan
inflasi, kenaikan suku bunga, potensi
krisis utang global
dan stagflasi, demi menjaga kredibilitas APBN dalam memitigasi berbagai tekanan dan risiko yang ada.
Menanggapi isu yang ada, Kakanwil DJPb Kalbar, Imik Eko Putro,
menegaskan bahwa meskipun mengalami
peningkatan TPT ditambah risiko ketidakpastian ekonomi global, namun risiko PHK
di Kalbar dinilai masih cukup rendah.
“Hal ini dikarenakan lapangan pekerjaan yang sebagian besar (48,37
persen) berasal dari sektor pertanian, bahkan peningkatan persentase
terbesar LU adalah Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (mendekati 62 ribu orang). Hal ini sejalan dengan
struktur ekonomi Kalimantan Barat yang
masih didominasi oleh Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Peningkatan
penyerapan pada LU pertanian disinyalir karena musim panen beberapa
komoditas pertanian dan perkebunan seperti
kelapa sawit yang sudah mulai,”
tegasnya.
Sampai dengan Oktober
2022, realisasi Belanja
Modal di Kalbar
masih di bawah
50 persen yaitu di angka 47,93 persen. Rendahnya penyerapan
salahsatunya disebabkan oleh satker Paralel Perbatasan Nanga Badau-Entikong-Aruk-Temajok yang
penyerapan Belanja Modalnya masih 49.75 persen dari total pagu Belanja
Modal sebesar Rp474.246.156.000. Hal ini begitu berpengaruh terhadap
kinerja K/L dikarenakan Belanja Modal satker Paralel Perbatasan Nangau Badau-Entikong-Aruk-Temajok sendiri memiliki kontribusi sebesar 17,64
persen dari total pagu Belanja Modal Kementerian PUPR Provinsi Kalimantan Barat.
“Menghadapi tantangan dan kendala tersebut, Kanwil
DJPb Kalbar dan beberapa stakeholders yang tergabung dalam komite Asset Liabilities Committee
(ALCo) Regional Kalbar menyampaikan beberapa
Policy Responses, di antaranya dalam mengatasi rendahnya
belanja modal dalam APBN Kalbar diharapkan satker agar melakukan
revisi anggaran dan penyesuaian rencana penarikan dana dengan menyesuaikan perubahan jumlah pagu kontrak dengan
kenaikan nilai PPN menjadi 11%.
Sementara itu, untuk mengatasi dampak ekonomi global di regional, pemerintah
pusat dan daerah dihimbau untuk tetap
mengkalkulasi strategi kebijakan ekonomi dan dunia usaha untuk program
pemulihan ekonomi di tahun 2023 mendatang,” demikian disampaikan dalam Konferensi Pers APBN Kalbar
Edisi November 2022.